Mohon tunggu...
Choerunnisa Rumaria
Choerunnisa Rumaria Mohon Tunggu... -

an English Education department student of Yogyakarta State University

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

MEA 2015; Bahaya Besar bagi Indonesia

26 Oktober 2014   01:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:44 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Indonesia kini sudah mulai akrab dengan istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang biasa disingkat dengan MEA meski memang terlambat mengakrabkan diri, karena sebetulnya di negara-negara lain sudah lama didengungkan MEA ini. Seperti yang kita ketahui, dengan diberlakukannya MEA, maka akan terbentuk sebuah pasar yang merupakan pasar tunggal yang membuka pintu selebar-lebarnya kepada negara-negara tergabung untuk saling menjual barang dan jasa. Dengan kata lain, terhitung sejak MEA diberlakukan, maka asing akan bebas masuk ke Indonesia begitupun sebaliknya.

Dalam empat pilar MEA, disebutkan salah satu pilarnya adalah "Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata". Secara teori, hal tersebut terdengar begitu menggiurkan dan menjanjikan. Namun, jika kita mau menelaah sedikit lebih dalam, yang akan terjadi nanti hanyalah terbentuknya arena pertarungan yang sengit antar negara-negara ASEAN, khususnya di bidang ekonomi. Mengapa demikian? Seperti yang kita semua telah ketahui, dalam MEA ini, seluruh negara tergabung diharuskan berdaya saing tinggi. Artinya, negara-negara ASEAN ini akan saling bersaing satu sama lain. Lalu? Dengan adanya persaingan ini, tidaklah mungkin ada negara yang akan bersedia mengalah demi terciptanya pemerataan yang menjadi salah satu pilar MEA tersebut. Logikanya, dalam suatu lomba, tentu akan ada yang menang dan yang kalah. Mustahil adanya jika semua peserta lomba menjadi pemenang atau dengan kata lain, kemenangan itu bisa dicapai secara merata oleh seluruh peserta lomba. Bisa dibayangkan betapa semakin kerasnya persaingan ekonomi jika MEA nanti sudah mulai berlaku. Padahal, persaingan di negeri sendiri saja sudah sangat pelik. Lalu bagaimana nanti Indonesia bisa menhadapi MEA? Sudah siapkah? Akankah Indonesia baik-baik saja?

Mari kita tengok lagi betapa serakahnya asing dalam mengeruk kekayaan Indonesia. Ambil contoh Freeport yang meminta pemerintah Indonesia memperpanjang kontrak sampai tahun 2040. Tanpa menghitung dengan angka, kita sudah bisa membayangkan betapa melimpahnya SDA kita yang pada akhirnya hanya dinikmati oleh asing. Lalu bagaimana dengan blok Cepu? Sama. Sedihnya lagi, jika dulu asing perlu meminta izin dulu kepada Indonesia untuk megelola (baca: mencuri) kekayaan Indonesia (walaupun pada akhirnya pasti diizinkan oleh pemerintah), maka dengan di-goal-kan nya MEA ini, asing akan bebas masuk dan mengelolanya. Belum lagi, perihal persaingan tenaga kerja Indonesia. Saat ini saja sudah banyak masyarakat Indonesia yang menjadi pengangguran, apalagi jika nanti kita sudah memasuki masa-masa MEA? Tenaga Kerja Asing akan banyak masuk ke Indonesia dan masyarakat Indonesia tidak hanya bersaing dengan sesama WNI, melainkan juga dengan WNA. Apakah masyarakat Indonesia betul-betul sudah siap? Persiapan apa yang sudah dilakukan sampai saat ini? Padahal negara lain sudah bersiap-siap. Contohnya, di Thailand, bahasa Indonesia kini menjadi salah satu hal yang wajib dipelajari. Dalam rangka apa? Tentu saja dalam rangka mempersiapkan diri menuju MEA 2015 sehingga warga Thailand bisa bersaing dengan Indonesia. Ditambah lagi, jika pembatasan jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia dihapus. Maka mungkin saja terjadi lapangan-lapangan kerja di Indonensia justru diisi oleh orang-orang asing sedangkan masyarakat Indonesia sendiri justru tidak punya pekerjaan. Mengerikan, bukan? Ya, karena sebenarnya Indonesia tidak siap menghadapi MEA 2015. Berikut poin-poin yang membuktikan ketidaksiapan tersebut:

1.Sektor pertanian terpuruk

ØTeknologi rendah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain

ØBiaya logistik tinggi

ØIndeks ketahanan pangan Indonesia nomer 5 setelah Malaysia, Thailand, Vietnam, Filiphina

Akibatnya, petani Indonesia akan kaah saing

2.Pendapatan perkapita Indonesia peringkat ke-5 se-ASEAN, padahal penduduknya terbanyak se-ASEAN

3.Kualifikasi keprofesionalan SDM rendah

4.Bidang pengembangan dan penerapan IPTEK rendah, yaitu peringkat 60 dari 72 negara

Dengan adanya fakta-fakta tersebut, MEA ini sebetulnya merupakan sebuah bahaya besar bagi Indonesia. Bagaimana nanti jika Indonesia hanya akan menjadi negara periferi (negara pinggiran yang tereksploitasi yang diremehkan dan ditindas) disebabkan hanya menajdi negara pemasok energi dan bahan baku industri kawasan ASEAN. Belum lagi jika nanti angka pengangguran semakin meningkat karena tidak mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Sungguh sulit membayangkan keadaan Indonesi ke depannya. Semoga pemerintah Indonesia segera take action untuk menyelamatkan Indonesia dari bahaya besar ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun