Mohon tunggu...
Rumah Shine
Rumah Shine Mohon Tunggu... profesional -

Mensosialisasikan pola asuh dan pola komunikasi yang sehat dalam keluarga serta pemberian dukungan bagi keluarga-keluarga yang bermasalah. Bila membutuhkan bantuan untuk konsultasi masalah keluarga, silakan email kami di rumahshine@gmail.com atau cek web kami www.rumahshine.org

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Biarkan Kesempatan Terhadap Kekerasan Muncul

5 Maret 2012   04:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:29 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan ringan dari seminar: “Memahami Kekerasan Seksual Pada Anak”

Seorang ibu bercerita dengan nada prihatin, tentang masalah pelecehan seksual yang dihadapi anak gadisnya (9).  Masih dengan terbata-bata, dia mengisahkan ihwal mula apa yang dialami anaknya. “Anak gadis saya berteman dengan seorang gadis lain, berusia 11 tahun. Awalnya biasa saja, tapi kemudian temannya itu mulai meraba-raba dirinya, bahkan bercerita tentang oral seks, pada dirinya. Sebagai orangtua saya merasa kaget dan tak tahu harus bagaimana bertindak.”

Demikian salah satu lontaran, dari beragam kegelisahan orangtua, pendidik dan pendamping anak-anak, dalam perjumpaan seminar sehari tentang “Memahami Kekerasan Seksual Pada Anak,” bertempat di gedung Yustinus, lt.14, Kampus Unika Atma Jaya, Jakarta (18/2).

Kegiatan seminar yang digagas oleh Rumah Shine, Jakarta, ini, cukup mendapat perhatian dan respon dari berbagai kalangan. Setidaknya sekitar 120 orang hadir dalam kesempatan tersebut.

Masalah pelecehan seksual (abuse), menurut Prof. Irwanto, Phd., salah satu nara sumber pertemuan tersebut, memang bukanlah sebuah fenomena baru. Bahkan fenomena lama yang dari waktu ke waktu semakin besar gaungnya. “Abuse terjadi karena adanya kesempatan!” tegas Guru Besar di Unika Atma Jaya, yang juga menjabat sebagai co-Director Lembaga Pusat Kajian Perlindungan Anak (PUSKA).

Kesempatan itu tercipta, papar Irwanto lebih lanjut, karena adanya stigma orangtua, yang percaya bahwa orang lain tidak akan menyakiti anak mereka. Karena hal tersebut, orangtua bebas meninggalkan anaknya saat berada di mall; membiarkan anaknya berdua dengan gurunya yang berlainan jenis di ruang tertutup; membiarkan anaknya ikut dalam berbagai kegiatan yang menonjolkan tubuh; bebas menitipkan anaknya pada tetangga atau saudara; dan sebagainya.

Selain itu, urai Irwanto lanjut, ledakan teknologi dewasa ini, membuat anak-anak semakin cepat untuk belajar dan menjadi sangat canggih. Termasuk di dalamnya anak-anak bebas memperoleh kemudahan melihat dan belajar tentang pengetahuan seks melalui teknologi yang ada itu. Di sisi lain, orangtua tak paham dengan perkembangan teknologi yang ada (gaptek), sehingga tak bisa mendampingi anak-anaknya terhadap dampak teknologi yang terjadi. Tambah lagi, negara seakan-akan tak berdaya dengan teknologi yang berkembang, meski sebenarnya mereka bertindak sebagai provider.

“Gaya hidup yang semakin tinggi ini,” ungkap Irwanto, yang pernah menjabat sebagai Komisaris Komnas HAM Anak, “juga persoalan seks, tidak bisa dipelajari sendiri oleh anak-anak, mereka butuh supervisor. Tapi yang ada, mereka mempraktikkan abuse pada kawan yang lemah,” ucapnya dengan nada prihatin.

PENDIDIKAN SEKS MELALUI LEMBAGA PENDIDIKAN

Menyikapi permasalahan abuse terhadap anak-anak, Matthew Turner, M.Ed., Counselor di Jakarta International School (JIS), narasumber lain dalam seminar ini mengungkapkan, memang perlu dan penting diberikannya pendidikan seks dan kesehatan pada anak sejak dini. Mengajarkan anak-anak untuk berkata “Tidak!”

Lebih lanjut, Matthew yang berpengalaman mengajar sekitar 18 tahun di berbagai negara ini, menerangkan bahwa biasanya anak-anak yang pernah mengalami abuse akan memiliki perubahan perilaku. Di antaranya: adanya perubahan sikap dari ceria menjadi sedih; dari sedih menjadi sangat ceria; menangis tanpa alasan yang jelas; ingin bunuh diri, dsb..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun