Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Soal Situng, KPU Melakukan Pembohongan Publik atau?

25 Juni 2019   07:20 Diperbarui: 25 Juni 2019   09:35 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar antaranews.com

"Alih-alih menjadi Tonggak Sejarah dari Pelaksanaan Pemilu yang Transparan, Berkeadilan dan Berkualitas,  KPU RI pada pelaksanaan Pilpres 2019 justru menorehkan banyak catatan kritis  tentang penyelenggaran Pemilu maupun persoalan integritas penyelenggara."

Tanggal 27 Juni 2019 mendatang MK akan mengeluarkan Putusannya terhadap Gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden. Tentunya tidak ada seorangpun yang mampu menebak apa yang akan diputuskan MK pada hari tersebut.  Nasib bangsa besar ini akan ditentukan oleh  " 9 Tangan Tuhan" yang ada di MK.   Harapan kita semua adalah Majelis Hakim dapat memberikan Putusan yang seadil-adilnya. Adil berdasarkan Azas Hukum , Azas Manfaat dan  berdasarkan Azas Keadilan.

Seperti yang kita ketahui semua Pilpres 2019 ini sejak awal memang bermasalah sehingga menorehkan banyak catatan negative. Secara pribadi saya  sudah menyebutkan dalam artikel yang lalu bahwa Pilpres 2019 adalah Pilpres Terburuk sepanjang sejarah Reformasi. Saat ini mungkin tidak banyak orang yang berkesimpulan sama akan tetapi saya yakin  sejarah di masa mendatang tetap akan mencatat betapa buruknya penyelenggaran Pilpres 2019. Utamanya tentang jatuhnya korban jiwa 600 petugas pemilu.

Begitu banyak masalah yang timbul, mulai dari Kotak Suara dari Kardus, DPT bermasalah yang tidak dibenahi, Pencoblosan Gelap di Malaysia dan di TPS lainnya,  Kekacauan-kekacauan pada Hari Pencoblosan karena logistic tidak tersedia, Jatuhnya korban 600 jiwa petugas Pemilu, Ambur-adulnya program Situng KPU hingga jatuhnya korban para pendemo paska Pengumuman Penetapan Hasil Pilpres yang dimajukan mendadak waktunya oleh KPU.

Sidang MK yang sedang berjalan saat ini terjadi karena  Paslon 02 menganggap KPU tidak Profesional dan berlaku tidak fair sebagai penyelenggara sehingga merugikan Paslon 02. Hasil Penetapan Perolehan Suara Pilpres 2019 dianggap tidak benar sehingga Paslon 02 menggugat KPU.

Salah satu Materi dari Gugatan Paslon 02 kepada KPU adalah terkait Situng KPU yang bermasalah sehingga Tim Hukum 02 sampai menghadirkan 3 saksi fakta dan 1 Ahli IT khusus untuk membuktikan masalah yang terjadi pada Situng KPU.  Saya juga menganggap hal ini adalah materi yang paling serius karena dapat membuktikan telah terjadi Kecurangan yang TSM.

KPU sendiri terlihat grogi sewaktu saksi-saksi fakta kubu 02 dan Saksi Ahli menjelaskan beberapa anomaly yang terjadi pada Situng KPU.  Dan setelah keesokan harinya terlihat KPU ragu mengajukan saksi fakta dan saksi ahli untuk mengcounternya (menjawab gugatan 02 untuk materi ini).

Akhirnya KPU hanya bisa menghadirkan 1 Saksi Ahli yang mencoba menjelaskan soal Situng KPU ini.  Tetapi yang amat saya sayangkan adalah sikap Hakim MK yaitu Arief Hidayat yang terkesan sangat pro kubu 01/ KPU.   Pada sidang kelima MK terjadi perdebatan antara tim hukum 02 dengan tim hukum 01 tentang  harus tidaknya diadakan audit forensic  Situng KPU.  Pada saat terjadi perdebatan,  Hakim MK Arief Hidayat langsung mengatakan kepada kubu 02 bahwa

"Fungsi Situng itu bukan untuk menentukan perolehan suara yang benar," "Undang-undang jelas mengatakan begini, hasil Situng bukan hasil resmi." "Hasil resmi adalah hasil penghitungan suara manual yang dilakukan secara berjenjang. Sehingga Situng tidak mempengaruhi atau tidak digunakan untuk penghitungan suara resmi," ucap Hakim MK Arief Hidayat (Jawa pos 21 Juni).

Di poin ini yang saya garis-bawahi adalah Hakim MK sudah berlebihan dalam mengeluarkan pendapat hukum soal Situng KPU sementara hal tersebut adalah Materi yang diajukan Termohon dalam upaya pembuktian kecurangan TSM yang dilakukan KPU.  Hakim MK seolah-olah sejak awal sudah memberi suatu Putusan bahwa Situng memang tidak mempengaruhi perhitungan resmi dan itu artinya bahwa  kecurangan TSM dalam Situng tidak bermanfaat untuk digugat.  Sungguh disesalkan sikap Hakim MK yang terkesan membela salah satu pihak yang bersengketa dalam hal ini Termohon (KPU) dan Terkait (kubu 01).

BENARKAH SITUNG KPU BAGIAN YANG TIDAK PENTING DARI PEMILU 2019?

Setahu masyarakat luas  Situng merupakan sebuah Aplikasi yang disediakan KPU agar bisa diakses public. Situng adalah singkatan dari : Sistim Informasi Perhitungan Suara.  

Bila melihat namanya atau istilahnya sepertinya Situng mempunyai peran penting dalam penyelenggaran Pemilu.  Tapi perjalanannya kemudian ketika Situng berkali-kali diklaim melakukan kesalahan, KPU seolah-olah menyederhanakan keberadaan Situng ini dan menegaskan Penetapan Hasil Pilpres lewat rekapitulasi manual berjenjang.

Dengan demikian pertanyaan besarnya adalah : Benarkah Situng bukan merupakan bagian yang penting dari penyelenggaran Pemilu?

Mari kita simak pernyataan Ketua KPU Arief Budiman pada tanggal 29 April 2019. Pada waktu itu sudah beberapa kali kubu 02 mengkomplain angka-angka yang tertera pada Situng KPU. Relawan 02 menemukan 9.440 kesalahan input data.   Ketua KPU pun lantas menyatakan sebagai berikut :

"(Situng) ini menjadi alat bantu memberikan informasi dengan cepat. Bagian dari penyediaan informasi yang terbuka, transparan kepada publik. Toh nanti yang (rekapitulasi) manual itu yang dijadikan dasar (penetapan)," kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2019).

"Kalau terjadi kesalahan input, ini kan terjadi di situng. Nah koreksi itu bisa dilakukan ketika rekapitulasi di kecamatan," ujar Arief. "Makanya kalau Anda menemukan kesalahan sekarang, kan itu jadi alat kontrol pihak manapun, KPU, peserta pemilu, kami segera ingatkan agar segera diperbaiki," sambung Arief Budiman (Kompas.com 30 April).

Pernyataan Ketua KPU kalau digaris-bawahi kira-kira, Situng adalah adalah sarana memberikan informasi kepada public tentang perhitungan suara. Situng dibuat agar informasi kepada masyarakat berlangsung cepat dan transparan.  Kalau dalam Situng terjadi kesalahan maka masyarakat bisa mengontrolnya dan KPU dipastikan akan langsung memperbaikinya pada saat rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Di sisi lain sebenarnya  yang akan dijadikan dasar Penetapan Hasil Pemilu adalah perhitungan manual berjenjang yang dilakukan  mulai dari TPS hingga Rekapitulasi nasional.

Baiklah kita anggap saja  pernyataan Ketua KPU diatas  cukup jelas maksudnya. 

Akan tetapi  fakta yang terjadi di lapangan  malah jauh dari pernyataan Ketua KPU tersebut.  Yang masyarakat luas lihat adalah Situng sepertinya berjalan sendiri, sementara perhitungan manual berjenjang juga berjalan sendiri. 

Lucunya lagi pada tanggal 22 Mei 2019  tiba-tiba pada saat dini hari  KPU malah sudah menetapkan hasil rekapitulasi nasional  Pilpres 2019, maju 3 hari dari jadwal resmi KPU.  Dan pada saat KPU menyatakan Rekapitulasi Nasional sudah selesai 100%,  yang terlihat  di Situng KPU  total rekapitulasi baru mencapai 90% an. Mengapa bisa lebih cepat perhitungan Manual?  Padahal Situng menggunakan teknologi modern untuk menghitung.   Dan lucunya kondisi itu berarti KPU tidak melakukan Sinkronisasi antara perhitungan di Situng KPU dan perhitungan manual berjenjang.

Kesan yang timbul kemudian adalah KPU sendiri tidak menganggap Situng KPU itu sebagai kewajiban utamanya dan dibiarkan begitu saja terus berhitung  sendiri menuju 100% entah kapan selesainya. Jadi memang Situng KPU seolah-olah tidak manfaatnya untuk KPU, apalagi untuk public.  Tidak ada yang bisa dibuktikan dari pernyataan Ketua KPU diatas bahwa Situng adalah sarana untuk menyajikan informasi perhitungan ke public.

Di sisi lain dari pengamatan saya  pribadi pada sebulan lalu,  angka-angka pada Situng KPU terlihat aneh. 2 minggu setelah hari pencoblosan 17 april lalu, setiap hari saya pantau angka-angka di situng KPU dan Situs Kawal Pemilu.  Tapi untuk Situng KPU, sejak data masuk mulai sekitar 1% hingga data masuk 90% perubahan komposisi perolehan suara 01 dan 02 terlihat sangat statis.

Angka-angkanya pada saat suara masuk  1% hingga suara masuk 30% selalu dalam komposisi yang sangat stabil.  Angka Paslon 01 dikisaran 56% sementara Paslon 02 di kisaran 43%.  Tidak pernah berubah menjadi sekitar 53%-47% (tetap unggul 01) apalagi menjadi sekitar 49%-51%.(kondisi unggul 02).

Kondisi ini sangat berbeda dengan Situs Kawal Pemilu yang  sama dengan Situng KPU melakukan perhitungan lewat Scan C1.  Di Situs Kawal Pemilu yang pada data masuk 1% hingga 20% terjadi kejar-kejaran posisi. Beberapa kali terjadi  Paslon 02 mendapat kisaran  51% sementara paslon 01 mendapat 49%.   Jadi sangat dinamis perubahan angka-angkanya sesuai dengan data masuk.

Kawal Pemilu mulai cenderung statis ketika data masuk mencapai 30%. Saya pantau sendiri komposisi mulai statis ketika data masuk 25% menuju 30%. Paslon 01 mulai statis pada keunggulan 52% dan cenderung bertambah naik 0,01 % per harinya.

Jadi dari pantauan tersebut diatas , kesimpulan saya waktu itu (saat data masuk sekitar 30%), Situs Kawal Pemilu sangat alami perubahannya sementara Situng KPU terkesan seperti sangat diatur angka-angkanya.

Dan Janji Ketua KPU tentang Situng akan dikoreksi  pada rekapitulasi manual tingkat Kecamatan ternyata tidak pernah terjadi.  Tidak jelas sama sekali  Situng mengalami koreksi dari KPU sesuai dengan rekapitulasi berjenjang di tingkat Kecamatan.

KPU PERNAH MENYATAKAN BAHWA SITUNG ADALAH SISTIM INFORMASI YANG AKAN MEMBUAT MASYARAKAT PERCAYA DENGAN PELAKSANAN PEMILU

 Pada pertengahan bulan Januari 2019, KPU melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang keberadaan Situng KPU.  Dikutip dari laman AntaraNews, Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan aplikasi Situng merupakan wujud transparansi yang terus dibangun KPU dalam menjaga kepercayaan publik.

"Aplikasi Situng nantinya akan digunakan sebagai sarana informasi dalam pelaksanaan penghitungan suara dan rekapitulasi serta penetapan hasil Pemilu," ujar Arief dalam acara sosialisasi di Jakarta, Jumat 18 Januari 2019.

Arief  mengatakan Aplikasi Situng merupakan cara KPU untuk menunjukan kerja-kerja kepemiluan yang transparan, profesional, berintegritas dan berkualiitas.

"Jadi pemilu ini akan dipercaya publik, bagian pentingnya kan itu, publik harus dibangun kepercayaannya sejak penyelenggara direkrut, prosesnya dijalankan, sampai hasilnya ditetapkan," ungkap Arief.

Dia menekankan melalui Situng nantinya masyarakat dapat mengetahui hasil penghitungan suara secara detail mulai dari tingkat paling bawah yakni Tempat Pemungutan Suara (TPS) sampai tingkat nasional.

"Dengan proses yang transparan maka kepercayaan publik akan tumbuh, biasanya jika kepercayaan tumbuh maka hasilnya bisa diterima siapapun, kalau hasilnya bisa diterima maka tidak ada konflik," jelasnya.

Sampai di sini sangat jelas, pada saat sosialisasi Situng Ketua KPU menekankan betapa pentingnya Aplikasi ini. Situng dibuat agar masyarakat percaya KPU bekerja secara Profesional, Transparan, Berintegritas dan Berkualitas.

Pernyataan Ketua KPU pada saat Sosialisasi Situng dengan pada saat Situng dikomplain publik akhirnya bertolak belakang. Yang mana yang benar dan mana yang tidak benar?

Informasi lain dari berbagai media disebut-sebut Server Situng KPU ada 3 buah. Satu di kantor KPU dan 2 lagi dirahasiakan tempatnya. Dengan demikian keberadaan Situng KPU itu TADINYA sangat penting bagi Pemilu 2019.  Tapi faktanya kemudian proses input data Situng tidak dapat menyajikan informasi yang valid sama sekali kepada public.

Dan setelah public menanyakan akurasi Situng KPU, dengan mudahnya Ketua KPU mengatakan Situng tidak mempengaruhi  Hasil Penetapan Pemilu karena yang dipakai adalah Rekapitulasi Manual Berjenjang. Sikap Ketua KPU yang demikian seolah-olah mengatakan pada public bahwa Situng KPU itu tidak penting bagi Pelaksanaan Pemilu/ Pilpres 2019.

Lantas  untuk apa Situng dibuat dan disosialisasikan?  Percuma saja Situng dibuat dengan biaya ratusan milyar, menggunakan 3 Server dan puluhan computer canggih berikut menggaji puluhan petugas Entry Data tapi ternyata hasil Output nya tidak digunakan sama sekali.

SULIT BAGI PUBLIK MEMPERCAYAI HASIL PEMILU 2019

Seharusnya bila Situng KPU berjalan dengan baik maka public bisa mengetahui jumlah suara yang valid dari setiap TPS, setiap kabupaten, propinsi hingga Nasional.  Semua data seharusnya tertera pada Situng KPU.  Mengapa itu penting karena angka-angka Rekapitulasi manual berjenjang  memang tidak dipublikasikan langsung oleh KPU.  Dengan cara apa KPU bisa mempublikasikan kepada public tentang data perolehan suara setiap TPS hingga Nasional bila tidak lewat Situng?

Saat ini yang masyarakat tahu Jumlah Perolehan suara Paslon 01 sebanyak 85 juta suara, Paslon 02 sebanyak 68 juta suara. Perincian suaranya darimana saja?  Silahkan cari sendiri beritanya di media-media. Kalau memang tidak ada, datang saja ke kantor KPU, periksa sendiri untuk setiap kecamatan hingga rekapitulasi nasional. Silahkan hitung sendiri angka-angkanya. Sepertinya seperti itu yang harus dilakukan masyarakat bila ingin tahu detail perolehan suara Pilpres 2019.

Tapi kalau Situng memang berjalan dengan baik dan valid maka cukup masyarakat melihat  angka yang ada pada Situng KPU.

Selanjutnya mengacu yang terjadi pada Sidang MK, dikabarkan bahwa KPU tidak berhasil menyajikan Form C7 seperti yang diminta oleh Tim Hukum 02. Form C7 adalah Daftar Hadir Pemilih di setiap TPS.

Bila form C7 bisa disajikan dalam Sidang MK tentu jumlah total Pemilih yang berpartisipasi pada Pilpres 2019 bisa diketahui totalnya dan disinkronkan.  Ini fatal sekali kesalahan KPU kalau memang benar KPU tidak bisa menyajikan form C7 kepada public.

Paslon 02 sendiri telah menuduh ada penggelembungan suara sebesar 20 Juta.  Menurut paslon 02 seharusnya hasil Pilpres adalah 01  mendapat  sekitar  65 Juta suara sementara 02 mendapat sekitar 68 juta suara.  Tuduhan ini pasti batal dengan sendirinya bila memang KPU bisa menyajikan form C7 yang mampu memperlihatkan  total pemilih hadir di TPS sebanyak sekitar 154 juta orang dimana sekitar 85 juta memilih 01 dan sekitar 68 juta memilih 02, sisanya suara tidak sah.

Bagaimana mungkin KPU bisa membuat public percaya kalau tidak ada data yang dipublikasikan  tentang  total pemilih yang hadir di TPS  sementara KPU hanya bisa menyebut  Paslon 01 dapat sekian, paslon 02 dapat sekian.

Kembali lagi ke Situng yang tidak jelas isinya apa (diragukan validasinya).  Dalam Situng ada beberapa menu rekapitulasi yaitu Pilpres, DPR, DPRD, DPRD2 dan DPD. Tapi sejak Situng dioperasikan data pemilih maupun rekapitulasi  DPD adalah kosong. Berkali-kali saya pantau untuk perolehan suara DPD memang kosong.

Seandainya Situng itu dioperasikan dengan baik dan benar tentu ada data total perolehan suara DPD. Di Situng untuk Pilpres  (tidak sampai 100%) total perolehan suara dari 01 dan 02 sekitar 151 juta.  Untuk DPR dan DPRD yang bisa saya hitung total perolehan suara dari semua partai hanya sekitar 120 juta. Hal itu terjadi karena sistim dapil yang membuat ada jumlah suara yang tidak perlu dihitung.  Pertanyaan kita kemudian benarkah ada sekitar 154 juta pemilih yang hadir di TPS pada tanggal 17 April 2019 lalu?

Minimal kalau ada data Total Perolehan Suara DPD di Situng KPU dengan mudah kita bandingkan jumlahnya dengan total perolehan suara di Pilpres. Seharusnya jumlah suaranya sama atau berselisih maksimal  dibawah 1%. Dengan demikian  meski Form C7 tidak disajikan, sedikit banyak ada data pembanding tentang total jumlah pemilih yang hadir di Situng.

Satu hal lagi yang meragukan dari total angka perolehan Pilpres  sebanyak 154 juta suara yang diumumkan KPU tanggal 22 Mei lalu.  Angka itu total suara Pilpres 2019 bila dibandingkan pilpres-pilpres sebelumnya terasa sangat wow. 

Dari Wikipedia ada data dimana Total perolehan suara di Pilpres 2004 sebanyak 114 Juta suara. Di Pilpres 2009 totalnya sebanyak 121 juta suara dan Pilpres 2014 totalnya 133 juta suara. Untuk Pilpres 2019 menurut KPU total suara dihitung adalah 154 juta.

Dengan demikian bisa dihitung dari Pilpres 2004 ke 2009 naik 7 juta suara. Dari 2009 ke 2014 naik 12 Juta suara. Sementara dari 2014 ke 2019 melonjak drastic sebanyak  21 juta suara. Sulit membayangkannya dimana  dari 2004 hingga 2014 (dalam 10 tahun) pertambahan suara hanya 19 juta sementara dari 2014 ke 2019 , hanya  5 tahun  pertambahan suara bisa mencapai 21 juta.

Akhirnya mungkin bisa disimpulkan, seandainya saja Situng KPU memang dioperasikan sesuai rencana awal KPU dan difungsikan dengan baik, begitu juga seandainya Form C7 bisa dihadirkan di Sidang MK tentunya kepercayaan public kepada KPU tentunya masih ada.

Sekian.

Sumber 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun