Mohon tunggu...
Qomarulita husnu wardati
Qomarulita husnu wardati Mohon Tunggu... mahasiswi

hobi saya adalah traveling, saya adalah orang introvet

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perkembangan Pada Masa Remaja

30 Juni 2025   18:39 Diperbarui: 30 Juni 2025   18:39 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Masa remaja merupakan fase transformatif dalam perkembangan manusia yang ditandai dari transisi masa kanak-kanak ke masa dewasa. Periode ini biasanya mengalami perubahan besar ditandai dengan perubahan dalam berbagai aspek secara fisik, psikologis, emosial dan sosial. Remaja tidak lagi dianggap sebagai anak-akan, akan tetapi juga belum sepenuhnya menjadi orang dewasa. Dalam fase ini jati diri remaja mulai dibentuk dan arah hidup mulai digambarkan. Karena itu, dengan memahami perkembangan masa remaja menjadi kunci untuk membantu remaja tumbuh menjadi pribadi yang matang, sehat secara mental, dan siap menghadapi tantangan dikehidupan yang akan mendatang. Masa remaja ini juga menjadi fokus penting dalam pendidikan, psikologis, dan soaial budaya karena pada tahap ini individu mengalami pembentukan identitas, perkembangan emosional dan kognitif yang pesat, serta mulai memainkan peran sosial yang menentukan arah kehidupan dan kontribusinya dalam masyarakat.

Salah satu ciri pada masa remaja yang paling mencolok ialah terjadinya pubertas, yaitu perubahan biologis yang mengubah tubuh anak menjadi orang dewasa secara seksual, biasanya ditandai dengan pertumbuhan payudara (perempuan), munculnya rambut kemaluan dan ketiak, dimulainya menstruasi bagi perembuan, sedangkan mimpi basah bagi laki-laki, hingga perkembangan reproduksi. Perubahan-perubahan ini seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman, bahkan ketidakpercayaan diri. Selain itu, perkembangan otak pada remaja juga sedang mengalami proses penting, terutama pada bagian prefental cortex bagian otak yang mengatur logika, pengambilan keputusan, dan kontrol dalam kemampuan untuk menahan diri dari tindakan yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain, mudah terbawa emosi, atau sulit untuk mempertimbangkan akibat jangka panjang dari tindakan mereka.

Secara psikologis, remaja mulai aktif dalam mencari identitas diri, mereka mulai mempertanyakan siapa diri mereka, apa tujuan hidup mereka, serta nilai-nilai apa yang mereka yakini. Proses ini dapat melibatkan banyak perubahan gaya pakaian, minat, atau keinginan untuk mencoba hal-hal baru yang belum pernah mereka lakukan. Pada fase ini remaja sering terlibat dalam konflik, baik dengan orang tua, guru, maupun dengan teman sebaya. Remaja ingin diakui sebagai individu yang dewasa, tetapi terkadang mereka belum siap untuk menghadapi tanggungjawab yang datang pada saat bersamaan, dengan hal ini pentingnya kehadiran orang dewasa yang mampu menjadi pendamping, bukan hanya pengarah.

Pada masa remaja, pengaruh teman sebaya atau teman seumuran menjadi sangat kuat, remaja mulai banyak menghabiskan waktu dengan teman dibandingkan dengan keluarga mereka. Mereka ingin merasa diterima, dihargai, dan dianggap menjadi bagian dari kelompok tersebut, bahkan remaja sering kali mengikuti apa yang dilakukan oleh orang lain atau kelompok mereka, meskipun hal tersebut melanggar nilai dan norma yang berlaku. Tekanan dari teman sebaya dapat bersifat positif dan negatif, tekanan positif seperti mendorong untuk rajin belajar atau ikut kegiatan yang positif, sedangkan tekanan negatif mendorong untuk melakukan suatu hal yang beresiko seperti merokok, bolos sekolah, dan pergaulan bebas.

Selain itu, hubungan antara remaja dan orang tua juga mengalami banyak perubahan seperti remaja mulai merasa ingin lebih mandiri, ingin membuat keputusan sendiri, dan tidak selalu ingin diatur. Hal ini bisa membuat hubungan dengan orang tua menjadi lebih tegang atau sering terjadi konflik. Namun sebenarnya, di balik keinginan remaja untuk mandiri, mereka tetap membutuhkan perhatian, bimbingan, dan kasih sayang dari orang tua. Mereka hanya ingin diperlakukan sebagai individu yang mulai dewasa dan ingin didengar pendapatnya. Perkembangan remaja tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri, akan tetapi mereka membutuhkan sinergi antara keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat untuk menciptakan ruang tumbuh yang sehat bagi mereka, orang tua juga perlu menyesuaikan pola pengasuhan dari otoriter menjadi lebih dialogis, dan suportif. Mendengarkan bukan hanya untuk mengarahkan, akan tetapi kunci untuk membangun kepercayaan dengan remaja.  Sedangkan sekolah juga harus menjadi tempat aman secara emosional dan sosial. Pendidikan karakter, konseling remaja, serta kurikulim literasi digital dan kesehatan mental perlu diperkuat. Di luar itu, masyarakat juga mempunyai peran penting dalam menciptakan budaya yang tidak menghakimi, menerima perbedaan, dan menghargai proses tumbuh kembang remaja

Di sisi lain, masa remaja juga ditandai dengan kebutuhan yang tinggi akan penerimaan dan pengakuan sosial. Remaja ingin dihargai oleh orang-orang di sekitarnya, baik oleh teman, keluarga, maupun lingkungan sekolah. Mereka mulai peduli dengan citra diri, bagaimana mereka dilihat oleh orang lain, termasuk di media sosial. Jika merasa tidak diterima atau dikucilkan, remaja bisa kehilangan kepercayaan diri, merasa sedih, bahkan mengalami tekanan emosional. Namun jika mereka merasa diterima dan didukung, hal ini dapat sangat membantu dalam membentuk kepribadian yang positif dan rasa percaya diri yang kuat. Berbeda remaja di masa lalu dengan remaja saat ini yang tumbuh dalam dunia digital, yang selalu terhubung dengsn internet dan media sosial selama 24 jam penuh, platform seperti Instragram, TikTok, X (Twitter), dan YouTube selalu menjadi bagian dari kehidupan remaja. Meskipun teknologi juga membawa banyak manfaat seperti akses informasi, ruang ekspresi, dan koneksi sosial, hal itu juga dapat memberikan tekanan sosial yang tidak sedikit. Remaja cenderung membandingkan diri mereka dengan standar yang tidak realistis di media sosial, mereka harus merasa selalu tampil sempurna, banyak yang menyukai, dan diakui oleh lingkungan sosial mereka, hal ini dapat memicu stres, kecemasan, hingga depresi. Bahkan fenomena cyberbulliying, body shaming, dan cancel culture semakin memperburuk kesehatan mental remaja jika tidak ada penanganan yang lebih bijak.

Dengan dukungan dan pemahaman yang tepat, remaja dapat tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, mandiri, dan bertanggung jawab dengan seiring perkembangannya. Mereka akan belajar bahwa kegagalan merupakan bagian dari proses belajar, perbedaan bukanlah menjadi ancaman, dan menjadi diri sendiri lebih penting daripada sekedar menjadi disukai oleh banyak orang. Masa remaja bukanlah masa yang harus ditakuti, akan tetapi masa yang harus dimaknai sebagai fondasi emas menuju kedewasaan. Fase ini merupakan waktu untuk bermimpi besar, belajar dari kesalahan, memperluas wawasan, dan membangun karakter, karena sejatinya remaja bukanlah calon orang dewasa , akan tetapi mereka merupakan subjek aktif perubahan dan harapan masa depan.

Masa remaja merupakan salah satu fase paling krusial dalam perjalanan hidup seseorang. Pada masa ini, remaja berada dalam transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, di mana mereka mulai mengalami perubahan besar baik secara fisik, emosional, maupun psikologis. Perubahan ini sering kali membuat remaja rentan terhadap kebingungan, pencarian jadi diri, dan dorongan agar diakui oleh lingkungan sosial mereka. Dalam proses ini, nilai-nilai moral, prinsip hidup, dan orientasi perilaku mulai terbentuk secara lebih mandiri, namun karena masih dalam tahab perkembangan, remaja masih membutuhkan arahan, bimbingan, dan pendampingan yang konsisten dari orang tua, guru, dan lingkungan sekitar.

Sayangnya, tidak sedikit orang dewasa yang keliru dalam memahami cara mendampingi remaja, sebagian orang tua terlalu mengekang hingga remaja merasa tidak dipercaya, sementara sebagian lainnya orang tua terlalu membebaskan sehingga remaja menjadi kehilangan batasan yang sehat. Padahal, yang dibutuhkan remaja ialah pendekatan yang seimbang, yakni gabungan antara dukungan emosional, ruang untuk berekspresi, serta pengawasan yang penuh perhatian namun tidak mengontrol secara berlebihan. Pendekatan ini memungkinkan remaja tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, namun tetap memiliki pegangan moral yang kuat.

Di era digital seperti saat ini, tantangan dalam mendampingi remaja menjadi semakin kompleks. Informasi dari media sosial dan internet dapat menjadi sumber inspirasi positif, tetapi juga bisa membawa pengaruh negatif jika tidak disaring dengan baik. Oleh karena itu, peran keluarga dan lingkungan menjadi semakin penting, tidak hanya dalam memberikan nasihat, tetapi juga menjadi contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendampingan yang tepat dan pendekatan yang seimbang, masa remaja dapat menjadi fondasi kokoh bagi terbentuknya generasi muda yang berkarakter, bermoral, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun