Mohon tunggu...
Rulia Christine
Rulia Christine Mohon Tunggu... -

An ordinary worker living in Jakarta since 2001. Try to enjoy my life with lots of thanksgiving, understanding and clear conscience.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ikut Aturan - Memudahkan atau Merepotkan

31 Mei 2015   17:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sejak kecil kita selalu diajari untuk hidup mengikuti aturan. Paling tidak aturan keluarga seperti makan bersama di meja makan bukan di depan TV, bersalaman dengan tangan kanan, pamit sebelum keluar rumah, pulang tidak larut malam. Sedapat mungkin saya berusaha untuk mengikuti aturan yang ditetapkan, karena pasti ada konsekwensi apabila saya melanggarnya. Paling tidak menghindari kemarahan orang tua. Dengan demikian secara umum hidup saya cukup aman dan tertata.

Seiring dengan saya beranjak dewasa, saya mulai melihat bahwa tidak semua konsekwensi melanggar aturan itu jelek. Orang-orang berani melanggar aturan demi hasil yang lebih baik dan cepat. Suatu malam menjelang ujian nasional SMP (dahulu namanya THB), dua orang teman saya datang ke rumah membawa beberapa lembar berkas soal. Mereka meminta bantuan saya untuk mencari jawaban soal-soal tersebut. Saat itu entah kenapa, setelah saya melihat sekilas kertas-kertas soal itu, saya menolak untuk membantu mereka. Beberapa saat setelah ujian nasional selesai, ada kabar bahwa telah terjadi kebocoran soal-soal ujian nasional SMP. Pihak sekolah mengetahui hal ini karena nilai siswa-siswa yang biasanya langganan juara kelas lebih jelek dari nilai teman-teman yang biasanya rata-rata. Seandainya malam itu saya setuju untuk mencari jawaban soal-soal yang dibawa teman saya, mungkin nilai saya akan jadi lebih tinggi. Tetapi..tidak mengapa..karena toh saya naik kelas juga.

Setelah beberapa tahun masuk dalam dunia kerja, ternyata hidup melanggar aturan itu sudah menjadi aturan tak tertulis untuk bisa bertahan hidup. Mulai dari menembak SIM lewat calo orang dalam, daripada melalui ujian tertulis dan ujian praktek. Menyerobot jalur kendaraan yang sedang mengantri akan jauh lebih cepat daripada mengikui jalur yang seharusnya. Menyelundupkan barang impor lebih menguntungkan daripada memasukkan secara resmi dengan membayar segala pajak impor, menjalani inspeksi dan aturan import lainnya.  Menyuap pejabat yang berwenang lebih menjamin keberhasilan daripada mengikuti tender yang diwajibkan.

Ini adalah trend universal, tidak pandang status dan negara. Mulai dari supir angkot yang mencoba menyuap polisi yang menilang, sampai kasus korupsi yang melilit mantan mentri dan mantan deputi gubernur Bank Indonesia. Saya melihat hampir semua jenis mobil pasti pernah menyerobot antrian lewat jalur busway atau jalan arah sebaliknya yang sedang lowong, mulai dari bajaj, sepeda motor, kopaja, segala macam mobil pribadi seperti Kijang Innova, Mercy, Pajero Sport, dsb.

Tidak hanya di Indonesia, di Israel, mantan Perdana Mentri Ehud Olmert didakwa melakukan korupsi, Perdana Mentri Korea Selatan Lee Wan Koo mengundurkan diri karena kasus korupsi, dan yang sedang hangat tujuh pejabat teras FIFA (organisasi tertinggi yang mengurus olah raga paling populer sejagat) ditangkap FBI karena dugaan suap dan korupsi.

Mungkin sudah menjadi kecenderungan manusia untuk tertantang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan. Jika tidak demikian Hawa tidak akan tergoda untuk makan buah yang sudah dilarang Allah. Ada suatu kepuasan tersendiri apabila bisa melanggar peraturan dan tidak tertangkap. Mungkin itu mengapa kita sangat mengagumi pencuri-pencuri rupawan di film Ocean Eleven sampai dengan Ocean Thirteen dan para pembalap mobil jalanan di semua sekuel Fast & Furious.

Tetapi kehidupan di film berbeda dengan dunia nyata. Di dunia nyata semua pilihan ada konsekwensi yang dihadapi baik orang tersebut ataupun masyarakat umum. Hasil SIM tembakan, pengemudi yang ugal-ugalan dan membahayakan pemakai jalan lainnya. Akibat menyerobot antrian, kemacetan yang lebih panjang dan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Akibat barang selundupan, kualitas yang meragukan bahkan membahayakan masyarakat dan tidak ada jaminan keamanan. Akibat proyek tanpa tender, kualitas proyek yang di bawah standar  serta biaya tinggi yang ditanggung negara (alias warga negara yang sudah membayar pajak).

Kembali ke pertanyaan awal ," Apakah mengikuti aturan memudahkan atau merepotkan?" Menurut saya, mungkin pada awalnya mengikuti aturan tampak merepotkan, butuh waktu lebih lama  dan lebih rumit, tetapi pada akhirnya hasilnya akan memudahkan kita semua. Dimulai dari hal kecil dan itu akan melatih kita untuk melawan godaan yang lebih besar di kemudian hari. Paling tidak  nurani kita tidak terganggu waktu kita sedang sendiri dan kita bisa tidur nyenyak di malam hari.

Jadi besok hari Senin pagi saat saya mengendarai mobil menuju kantor melewati jalan Daan Mogot yang padat dan rapat, semoga saya tidak tergoda untuk masuk jalur busway yang lowong dan lancar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun