Jalannya pelan. Larak-lirik ke kanan-kiri jalan yang dilaluinya. Berhenti sebentar di bawah teduhnya pepohonan pinggir jalan. Dahinya berkerut. Seperti sedang memikirkan sesuatu hal. Barang bawaanya berpindah ke pundak kirinya. Lalu dia lanjutkan perjalanan. Tak kurang dari satu jam lagi sampai di tujuan. Namun tak lama dia berjalan. Wajahnya meringis. Seolah sedang menahan sakit atau kambuh dari sebuah penyakit. Dia beristigfar beberapa kali. Barang bawaan yang sejak awal perjalanan membebaninya dia turunkan. Hanya itu sohibnya kini. Wajahnya memeriksa sekitar. Sepi.Â
Matahari sudah beranjak ke barat. Mungkin sebentar lagi azan asar berkumandang. Batu sebesar kepalan anak-anak telah dia masukkan ke saku celananya. Jalannya tak bisa cepat. Sesekali membungkukkan badan sambil memegangi perut. Hanya saat bertemu orang dia usahakan berjalan normal dan senyum yang dipaksakan. Ada hal lain yang sangat dia hindari: pertanyaan orang-orang.Â
Perjalanan yang kian mendekati tujuan. Pandangannya kerap tertuju ke belakang. Langkahnya makin dipercepat. Bukan karena rasa sakitnya yang reda. Kekhawatiran dan ketakutan yang menguntitnya sesaat jarak yang dituju semakin dekat. Dua ekor anjing terus mengikutinya. Dengusannya mengintai bagian belakang celana yang dia kenakan.***