Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Jawa Barat Dulu Ada Kerajaan Sunda dan Pajajaran, Mengapa Disebut Begitu?

17 Maret 2021   11:06 Diperbarui: 17 Maret 2021   11:12 6052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pajajaran (franciskoxaverio.blogspot.com)

Nina menyebutkan jika Pajajaran ini adalah pusat Kerajaan Sunda, atau ibukota. Dan Pajajaran yang dimaksud itu adalah wilayah Bogor sekarang ini, yang disebut dengan "Pakuan". Pakuan Pajajaran.

Pakuan ini berasal dari kata "paku" yang mengindikasikan sebagai "pusat". Masyarakat percaya jika Pakuan ini adalah pusat mikrokosmos, atau pusat dari segala sesuatu.

Cukup menyebutkan nama mikrokosmos itu (Pajajaran) maka itu juga menyebut kerajaan secara luas.

Seorang ahli sejarah bernama Robert von Heine Geldern pernah berteori bahwa kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara biasanya hanya disebutkan oleh nama ibukotanya saja.

Dalam percaturan politik modern sekarang ini sering kita mendengar mereka menyebutkan nama ibukota yang mengartikan negara. Misalnya, hubungan antara Jakarta dan Beijing memanas. Itu maksudnya antara Indonesia dan Cina.

Nah, pada saat Pakuan Pajajaran ini menjadi ibukota Kerajaan Sunda, "Bogor" dipimpin oleh Prabu Siliwangi yang legendaris. Gelarnya Prabu Siliwangi ini adalah Sri Baduga Maharaja.

Seorang penjelajah bangsa Portugis, Tome Pires mengumpulkan catatannya tentang wilayah tatar Sunda ini dalam "Suma Oriental" (1513-1515). Dalam naskah kuno Eropa itu disebutkan jika letak Dayeuh (ibukota Kerajaan Sunda) ini adalah "dua hari perjalanan dari Sunda Kelapa". Atau Jakarta sekarang.

Kongsi Dagang Belanda VOC juga sama menyebutkan, jika Pakuan Pajajaran ini letaknya "dua hari perjalanan dari benteng VOC di Ciliwung".

Jangan dikira kerajaan Sunda itu bernafaskan Islam. Kedua kerajaan itu sosial budayanya adalah Hindu. Nina menjelaskan jika Prabu Siliwangi ini menganut Hindu.

Prabu Siliwangi sendiri meninggal pada tahun 1521. Dalam prasasti Batu Tulis termaktub hal tersebut, jika Prabu Siliwangi, ayah dari Prabu Surawisesa, meninggal dunia pada tahun 1521.

Prasasti Batu Tulis yang sampai kini masih eksis itu dibuat oleh Prabu Surawisesa, 12 tahun setelah kematian Sri Baduga Maharaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun