Mana yang lebih dulu teknologi yang digunakan di olahraga bulutangkis dan sepakbola yang tujuannya untuk membantu kinerja wasit agar akurat dan tidak menimbulkan sengketa nantinya di antara "dua petarung"?
Seperti diketahui, bulutangkis lebih dahulu memakai teknologi itu, yang dikenal dengan istilah challenge. Wasit yang memimpin jalannya laga, tentunya sulit untuk melihat secara jelas apakah suatu kok jatuh di dalam atau luar lapangan?
Ternyata bulutangkis lebih dulu menggunakan dan menerapkan teknologi tersebut.
Menyusul kemudian, sepakbola juga menggunakan dan menerapkan teknologi VARÂ (Video Assistant Referee).Â
Dengan melihat tayangan VAR maka wasit dapat memutuskan dengan cermat apakah ada offside, pelanggaran, handball, atau apakah bola sudah gol (melewati garis gawang) atau belum.
Sehingga dengan demikian akan tercipta keadilan bagi kedua pihak yang bertarung.
Dalam laga-laga yang berskala internasional atau domestik di sejumlah negara terutama Eropa dan Amerika, teknologi VAR ini sudah banyak digunakan.
Pertanyaan sekarang, apakah sudah waktunya negara kita menggunakan teknologi canggih ini?
Jika Indonesia tidak mau ketinggalan dengan negara-negara Asia khususnya Asia Tenggara, maka kehadiran teknologi canggih itu layak disambut hangat di dalam negeri.
Konon tiga negara Asia Tenggara yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia sudah menggunakan "pembantu wasit" ini.
Yang menjadi persoalan adalah biaya untuk membeli alat-alat VAR dan yang terkait dengannya tidaklah murah.
Ketua PT LIB (Liga Indonesia Baru) Akhmad Hadian Lukita mengatakan untuk satu paket VAR itu 6 juta USD atau setara Rp 84 miliar. Paket itu terdiri dari alat-alatnya, program latihan wasit dan berbagai pihak yang mengoperasikan.
"Untuk tahap awal kami akan membeli satu paket VAR. Penggunaan nya bisa pindah-pindah ke stadion lain," kata Lukita.
Lukita mengatakan Indonesia mempunyai wacana untuk menggunakan teknologi itu musim depan di Liga 1.
Thailand menjadi yang pertama di Asia Tenggara yang menggunakan teknologi itu salah satunya dikarenakan pada akhir Nopember 2017 mereka digemparkan oleh skandal match fixing (pengaturan skor).
Selain itu seperti yang dikemukakan oleh Presiden PSSI nya Thailand, Thairath, yang menginginkan agar wasit terbantu kinerjanya. Juga untuk memperbaiki standar kompetisi.
Sedangkan yang kedua adalah Vietnam. Vietnam baru menggunakan teknologi canggih itu sejak 2 tahun yang lalu. Namun penggunaannya hanya untuk laga-laga tertentu.
"Kami menggunakannya di stadion-stadion tertentu," kata Tran Anh Tu, Presiden Persatuan Sepakbola Vietnam VFF.
Kendati Malaysia belum "gol" dalam menggunakan VAR, namun gaungnya sudah bergema berencana menggunakan VAR di Liga Super Malaysia.
Masih bergaung lantaran mereka masih mempertimbangkan biayanya yang cukup besar.
Selain itu wasit di negeri Jiran itu belum sepenuhnya memiliki lisensi FIFA. Dan dari 12 stadion peserta laga kasta tertinggi Malaysia belum semuanya representatif.