Ketika para pemuda menginisiasi negara Indonesia mereka sadar bahwa negara yang mereka inginkan itu terdiri beragam unsur. Ada Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali sampai Papua. Pulau yang berjumlah kurang lebih 14 ribu itu terdiri dari bermacam suku dan adat, juga bahasa dan keyakinan termasuk aliran. Sehingga bisa dikatakan bahwa negara kita kaya raya , bukan saja oleh sumber daya alam tapi juga oleh sumber dayabudaya.
Sadar banyak perbedaan, para pemuda ituberusaha kompromistis dengan perbedaan itu dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri atau kelompoknya. Mereka belajar untuk menerima perbedaan itu adalah baik untuk masa depan negara yang mereka inginkan itu.Â
Karena itu Pancasila dipilih dengan kata-kata yang bisa diterima oleh banyak pihak; baik Jawa, Sumatera, sampai Papua. Dari warga negara yang menganut agama Islam sampai Budha.
Kita tahu bersama bahwa Pancasila menekankan hal-hal esensial sebagai bangsa. Soal keyakinan, persatuan, berpendapat, keadilan dan kesejahteraan.Â
Pancasila terbukti tidak bertele-tele dalam mengatur sesuatu, sehingga bisa diterima oleh banyak pihak. Ini karena Pancasila sesungguhnya adalah jatidiri bangsa Indonesia. Sehingga bisa terpatri di hari dan diimplementasikan pada sikap sehari-hari.
Namun kondisi itu agak berubah dalam beberapa tahun ini. Mereka tak lagi mengindahkan Pancasila karena begitu dahsyatnya gempuran narasi intoleransidan radikalisme. Tak hanya itu, dunia media sosial kita penuh dengan faham-faham ekstrem yang sebenarnya tak diperlukan atau tak bisa diterapkan di negara kita.
Gempuran-gempuran ajaran / faham radikal itu tak henti-hentinya mewarnai jagat informawi dan sempat mengganggu kehidupan harmoni yang pernah dilampaui bangsa ini. Baik relasi keluarga, sosial (tetangga, lingkungan kerja, pendidikan) sampai pada relasi-relasi politik.Â
Ibaratnya faham radikal yang mengedepankan perbedaan, kepentingan diri sendiri dan kelompok sehingga mengabaikan kepentingan dan kondisi kelompok lainnya.Â
Mencapai puncaknya ketika kita harus menghadapi kontestasi politik yaitu Pilkada, Pileg dan Pilpres. Kontestasi politik ini begitu menyita perhatian kita sehingga tak jarang perpecahan antar kelompok masyarakat terjadi.
 Karena itu, usainya Pilpres dan segalanya itu mungkin bisa menjadi momentum bagi kita untuk kembali menelaah bahwa pentingnya kita selalu menjadi tali silaturahmi sehingga kita bisa kembali bersatu kembali. Membicarakan kerja dan bagaimana bersinergi demi masa depan kita yang lebih baik.
Keragaman itu adalah keniscayaan bagi bangsa kita, sehingga tak jarang kita menemukan sepupu dekat atau sepupu jauh atau  terkadang adik maupun kakak kita sendiri beragama berbeda dengan kita.