Mohon tunggu...
Rudi Santoso
Rudi Santoso Mohon Tunggu... Dosen Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Lampung II Nahdlatul Ulama

Berbuatlah sesukamu, tetapi ingatlah bahwa engkau akan mati...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Tata Regulasi yang Sinkron dan Serasi

17 Juli 2025   15:35 Diperbarui: 17 Juli 2025   15:35 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rudi Santoso (Dosen Prodi HTN UIN Raden Intan Lampung)

Dalam negara hukum seperti Indonesia, regulasi atau peraturan perundang-undangan merupakan instrumen utama dalam menyelenggarakan pemerintahan, melindungi hak warga negara, serta menjaga keadilan dan ketertiban. Namun, realitas hukum nasional kita masih menghadapi persoalan mendasar: tumpang tindihnya peraturan, ketidaksinkronan antarjenjang hukum, serta inkonsistensi antar kebijakan. Situasi ini tidak hanya menciptakan kebingungan dalam pelaksanaan hukum, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum itu sendiri.

Masalah disharmoni regulasi kerap kali mencuat dalam konflik antara peraturan pusat dan daerah, antarinstansi, bahkan antarproduk hukum di tingkat nasional. Ketika satu regulasi memerintahkan sesuatu, sementara regulasi lain melarangnya, maka yang menjadi korban pertama adalah kepastian hukum. Masyarakat yang seharusnya dilayani oleh hukum justru menjadi bingung, dan aparat penegak hukum pun menghadapi dilema dalam menjalankan kewenangan mereka. Di sinilah pentingnya membangun tata regulasi yang sinkron dan serasi---yakni sebuah sistem peraturan yang terstruktur, saling mendukung, tidak saling bertentangan, dan mudah dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan.

Salah satu sumber ketidaksinkronan regulasi adalah kegagalan dalam proses perencanaan legislasi. Banyak peraturan dibuat secara reaktif, tidak terintegrasi dalam satu kerangka besar pembangunan hukum nasional, serta seringkali dipengaruhi oleh kepentingan politik sesaat. Akibatnya, tumpang tindih antara Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP), antara PP dan Peraturan Menteri (Permen), atau antara UU dan Peraturan Daerah (Perda) menjadi persoalan yang berulang. Harmonisasi regulasi semestinya dimulai sejak awal penyusunan, bukan setelah peraturan terbit dan menimbulkan masalah.

Dalam konteks inilah, keberadaan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebenarnya menjadi alat penting untuk memastikan peraturan-peraturan yang dibuat memiliki arah yang sama. Namun, dalam praktiknya, Prolegnas sering kali tidak dijalankan dengan konsisten. Banyak UU yang tidak masuk dalam Prolegnas justru diprioritaskan, sementara UU penting yang sudah masuk daftar tunggu bertahun-tahun tak kunjung dibahas. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan regulasi di Indonesia belum sepenuhnya dijalankan secara terencana, apalagi berorientasi pada sinkronisasi.

Harmonisasi tidak hanya menyangkut konten normatif, tetapi juga teknik penyusunan peraturan. Dalam berbagai kasus, perbedaan redaksi dan istilah hukum antarperaturan dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda. Misalnya, dalam satu peraturan digunakan istilah "izin usaha," sementara di peraturan lain disebut "persetujuan usaha." Perbedaan ini tampak sepele, namun dapat berimplikasi besar dalam praktik administrasi dan hukum. Oleh karena itu, Pedoman Umum Penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM perlu diterapkan secara ketat dan konsisten oleh seluruh lembaga penyusun regulasi.

Konsistensi antarperaturan juga sangat ditentukan oleh sistem evaluasi dan revisi regulasi yang berkelanjutan. Banyak peraturan yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, tetapi tetap berlaku karena tidak ada evaluasi secara berkala. Akibatnya, peraturan-peraturan lama tersebut bertabrakan dengan peraturan baru atau bahkan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, teknologi, dan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, evaluasi regulasi harus menjadi bagian integral dari kebijakan legislasi nasional. Setiap peraturan harus memiliki review mechanism untuk memastikan bahwa ia masih sesuai dan tidak bertentangan dengan norma yang lain.

Ketidaksinkronan regulasi juga berdampak besar pada dunia usaha. Dunia usaha sangat membutuhkan kepastian hukum agar bisa mengambil keputusan secara strategis dan jangka panjang. Ketika regulasi berubah-ubah, tumpang tindih, atau saling bertentangan, maka pelaku usaha menjadi ragu dan cenderung mengambil sikap aman dengan menahan investasi. Hal ini tentu tidak menguntungkan bagi iklim ekonomi nasional. Indonesia membutuhkan reformasi regulasi yang pro-bisnis tanpa mengorbankan keadilan sosial dan perlindungan lingkungan. Untuk itu, sinkronisasi regulasi antar kementerian dan antar tingkat pemerintahan menjadi prasyarat mutlak bagi terciptanya iklim investasi yang kondusif.

Upaya untuk membangun tata regulasi yang sinkron dan serasi bukanlah pekerjaan mudah. Diperlukan komitmen politik, tata kelola yang baik, serta sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidang legislasi. Pemerintah telah membentuk Satgas Reformasi Regulasi dan Pusat JDIHN (Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional) sebagai langkah awal membenahi kekacauan regulasi. Namun, efektivitasnya masih perlu ditingkatkan dengan koordinasi lintas lembaga yang lebih kuat, serta pelibatan akademisi dan masyarakat sipil secara luas dalam proses legislasi.

Peran Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung juga sangat penting dalam mengawal konsistensi regulasi. Melalui putusan-putusan judicial review, dua lembaga ini berperan sebagai penjaga konstitusionalitas dan legalitas norma hukum. Namun, sistem peradilan tidak bisa bekerja sendirian. Tanpa perbaikan dari hulu yakni proses perencanaan dan penyusunan regulasi---maka ketidaksinkronan akan terus muncul dan menjadi beban bagi lembaga yudikatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun