Artinya begini, jika membuka gerai di Surabaya, maka konten atau muatan lokal Surabaya seharusnya masuk dalam jajaran utamanya. Memang tidak harus menggantikan menu utama Upnormal, tetapi paling tidak cukup ketahui saja selera lidah ornagb Surabaya yang suka asin dan pedas.Â
Berdeda lagi selera orang Jawa Tengah atau Yogyakarta. Mereka tidak suka pedas, tetapi lebih ke arah manis. Taste yang fleksibel ini adalah kunci untuk merebut hati konsumen. Kenapa demikian? Konsumen akan lebih percaya dan akan lebih mengingat first impression ketika merasakan menu dibandingkan dengan cerita di media sosial.
Beberapa hal yang menjadi biang kerok Warunk Upnormal kiamat adalah sebagai berikut:
Faktor Harga
Harga masih menjadi faktor penentu untuk hati konsumen di kalangan entri level. Bisnis ini pada awalnya menyasar kalangan anak muda usia sekolah/kuliah. Harga menu yang ditawarkan pada mulanya berkisar 20 - 35 ribu sekali dine in. Harga ini masih bisa ditoleransi oleh kantong mahasiswa. Meskipun di daerah tertentu harga di level itu sudah masuk pada golongan menengah. Namun kemahalan itu harusnya terbayar oleh nuansa dan fasilitas yang diberikan Warunk Upnormal.
Namun yang terjadi adalah, harga kemudian meroket menjadi 50rb sekali dine in. Hal ini tentu saja membuat sebagian konsumen pada  entry level ternegasikan.
Faktor Rasa
Bisnis kuliner tidak bisa dipisahkan dengan taste atau rasa. Rasa akan menjadi penguat konsumen untuk memberikan dan membagi pengalaman baik mereka kepada orang lain. Namun jika faktor rasa sudah tidak bisa memberikan nilai yang bagus, maka siap-siap saja bisnis kuliner akan kiamat. Suka tidak suka, apa yang disajikan Warung Upnormal  tidak seenak dulu karena  bahan yang tidak fresh. Hal ini karena mereka gagal mengantisipasi kerumitan supplay chain lebih dari 80 gerai di seluruh Indonesia.
Ekspansi
Mereka terlalu cepat tumbuh dalam waktu singkat. Tidak kurang dari 86 gerai di seluruh Indonesia telah mereka buka. Padahal biaya tempat tergolong tidak murah. Satu gerai di setiap kota yang dibuka membutuhkan minimal 1 -2 M. Maka dari sudut pandang investor (pembeli franchise) akan bertanya-tanya kapan investasi di bisnis ini akan BEP?Â
Sementara itu jika revenue yang diharapkan dari binis ini tidak masuk akal untuk BEP dalam waktu normal. Maka, tidak ada satupun investor yang akan ikut bergabung. Maka, ekspansi yang terlalu cepat berhaya bagi bisnis kuliner.
PSBB