Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Reshuffle Kabinet dan Pertumbuhan Ekonomi yang Tinggi : Itukah Harapan Rakyat

9 September 2025   07:45 Diperbarui: 9 September 2025   07:45 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (CNBC Indonesia)

Reshuffle Kabinet dan Target  Pertumbuhan Ekonomi yang Tinggi : Itukah Harapan Rakyat?

Pada 8 September 2025, Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet besar-besaran, menggantikan Sri Mulyani Indrawati dengan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan. Pergantian ini terjadi di tengah gejolak sosial akibat protes terhadap tunjangan perumahan anggota DPR yang dianggap tidak adil oleh masyarakat. Momentum ini dimanfaatkan Prabowo untuk menegaskan target ambisius: pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 8% dalam waktu dekat. Angka ini diumumkan dengan optimisme politik, seakan menjadi simbol arah baru pemerintahan dalam menggenjot perekonomian nasional.

Namun target ini segera memicu perdebatan. Dalam konteks ekonomi global yang sedang melambat, IMF memperkirakan pertumbuhan dunia 2025 hanya sekitar 3,2%. Indonesia sendiri dalam sepuluh tahun terakhir rata-rata tumbuh 5%, dengan capaian tertinggi 6,2% pada 2011. Melompat ke angka 8% bukan saja menantang, tetapi juga berisiko menimbulkan ketidakpastian jika tidak dibarengi strategi konkret.

Realitas Ekonomi yang Mengikat

Struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, yang kontribusinya mencapai 54% terhadap PDB. Masalahnya, daya beli masyarakat masih rapuh karena inflasi pangan dan biaya hidup yang tinggi. Harga beras, misalnya, meski stok surplus menurut Mentan, tetap mahal di pasar, menandakan masalah distribusi yang kronis. Angka kemiskinan nasional memang turun ke 9,3% pada 2024, tetapi masih menyisakan sekitar 25 juta jiwa yang rentan.

Sementara itu, investasi asing masih belum optimal. Data BKPM menunjukkan realisasi investasi 2024 sekitar Rp1.418 triliun, tumbuh hanya 13% dibanding 2023. Tantangan infrastruktur, birokrasi, hingga kepastian hukum membuat target investasi yang mampu mendorong pertumbuhan tinggi menjadi sulit tercapai. Artinya, problem struktural inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu sebelum mematok ambisi 8%.

Harapan Rakyat: Pertumbuhan yang Tinggi  atau Pemerataan?

Pertanyaan mendasar muncul: apakah rakyat benar-benar membutuhkan pertumbuhan 8%, atau mereka lebih mendambakan keadilan ekonomi yang terasa nyata? Pertumbuhan tinggi sering kali hanya tercatat dalam statistik makro, tetapi gagal menjawab persoalan sehari-hari seperti harga kebutuhan pokok, akses pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak.

Survei LSI 2025 menunjukkan bahwa 72% responden menilai isu paling mendesak adalah harga bahan pokok dan lapangan kerja, bukan angka pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kesejahteraan rakyat sering tidak sejalan dengan target ambisius pemerintah. Rakyat butuh kepastian ekonomi yang berkesinambungan, dapur mereka setiap  saat bisa berasap, ada sumber penghasilan yang bisa diakses melalui keringat setiap hari tanpa takut akan PHK,  bukan sekadar angka dalam pidato politik.

Rakyat butuh jaminan hak dan kesempatan yang sama untuk hidup layak atas sumber daya ekonomi bangsa. Negara wajib menjamin hak tersebut tanpa kecuali, namun faktanya sumber daya ekonomi bangsa selama ini hanya tersedia bagi korporasi yang terafiliasi dalam oligarki kekuasaan.

Jalan Alternatif: Kesejahteraan yang Terukur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun