Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bukan Lagi Soal Pintar: Soft Skill dan Problem Solving Jadi Penentu Nasib di Dunia Kerja

21 Juli 2025   21:52 Diperbarui: 21 Juli 2025   21:55 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan Lagi Soal Pintar: Soft Skill dan Problem Solving Jadi Penentu Nasib di Dunia Kerja

Di tengah derasnya arus PHK dan angka pengangguran yang terus mengintai, dunia kerja sedang memasuki fase paling menantang dalam dua dekade terakhir. Kita tak lagi hanya bicara soal "siapa yang paling pintar", tetapi soal siapa yang paling tangguh secara mental, lincah dalam berpikir, dan cakap bekerja dengan orang lain.

Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada Februari 2025, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,76 persen. Meski sedikit turun dibanding Agustus 2024, angka ini tetap mencerminkan satu hal: lapangan kerja tidak bertambah secepat kebutuhan kerja.

Yang lebih mencemaskan adalah banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Dari industri tekstil, manufaktur, hingga teknologi, gelombang PHK seolah menjadi tren baru. PT Sritex misalnya, tutup total dan memutus ribuan karyawan awal Maret 2025. Di Cirebon, seluruh karyawan PT Yihong terkena PHK. DPR bahkan memperingatkan, jika regulasi industri tidak diperbaiki, ratusan ribu pekerja bisa kehilangan pekerjaan.

Di sisi lain, generasi muda, terutama lulusan baru, masuk ke pasar kerja tanpa perlindungan kuat. Banyak dari mereka termasuk dalam kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training). Artinya, tidak bekerja, tidak kuliah, dan tidak ikut pelatihan apa pun. Sebuah kelompok yang sangat rentan dan nyaris tak terlihat dalam kebijakan publik.

Soft Skill: Kemampuan yang Tak Terlihat tapi Menentukan

Dalam banyak obrolan tentang karier dan pekerjaan, kita sering terjebak pada satu pertanyaan klise: "Pintarnya di mana?" Tapi kenyataannya, dunia kerja hari ini tidak sedang mencari manusia super jenius dengan IPK nyaris sempurna, melainkan manusia biasa yang bisa bekerja luar biasa dalam tim, tetap tenang dalam tekanan, dan tahu bagaimana bersikap di saat situasi tidak ideal. Dan itu semua adalah wilayah dari yang disebut soft skill.

Soft skill sering dipahami sekadar sebagai "keterampilan tambahan", pelengkap CV, atau bahkan dianggap bawaan karakter. Padahal, kalau kita jujur, inilah justru keterampilan yang paling menentukan arah karier seseorang. Komunikasi, empati, kemampuan mendengarkan, manajemen waktu, kerja sama tim, berpikir kritis, hingga kepemimpinan, adalah fondasi nyata dari keberhasilan seseorang di dunia kerja, apa pun bidangnya.

Perusahaan hari ini tidak lagi hanya mencari "si paling pintar", tapi lebih suka pada pekerja yang:

  • Bisa mendengarkan dan mengutarakan ide secara jelas, tanpa menyela atau mendominasi.
  • Mampu menghadapi konflik tanpa panik, bisa menjadi jembatan penyelesaian, bukan sumber masalah baru.
  • Tahan stres dan cepat menyesuaikan diri, terutama saat perubahan datang tanpa aba-aba.

Coba lihat di banyak kantor: bukan yang paling sering bicara yang paling didengar, tapi yang tahu kapan harus bicara dan kapan harus mendengarkan. Bukan yang selalu tampil dominan yang dipromosikan, tapi yang bisa memimpin dengan keteladanan, bukan paksaan. Dan bukan yang bekerja paling cepat yang paling dihargai, tapi yang bisa diandalkan saat tim sedang dalam tekanan.

Soft Skill, Justru Kerasnya di Situ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun