Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Kenalilah Dirimu", Aku dan Ketidaktahuanku : Refleksi Atas Ajaran Socrates

6 Juni 2025   20:44 Diperbarui: 7 Juni 2025   12:43 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (VIVA Banyuwangi)

Kenalilah Dirimu - Aku dan Ketidaktahuanku : Refleksi Atas Ajaran Socrates"

Makna awal perintah "Kenalilah Dirimu"

Ajaran "Kenalilah dirimu" (Gnothi Seauton) merupakan inti dari filsafat Socrates yang menggema dari prasasti di Kuil Delphi. Bagi Socrates, mengenal diri adalah syarat pertama menuju kebijaksanaan sejati. Ia percaya bahwa manusia cenderung tertipu oleh ilusi pengetahuan, merasa tahu padahal sesungguhnya tidak tahu. 

Perintah ini tidak hanya bermakna moral, tetapi juga epistemologis: seseorang harus terlebih dahulu memahami batas dan potensi dirinya sebelum ia dapat mengenali dunia di luar. Dalam metode elenchus atau dialektika Socrates, ia mendorong lawan bicaranya untuk menguji keyakinan mereka sendiri, yang sering berakhir pada kesadaran akan ketidaktahuan. 

Socrates sendiri berkata, "Aku tahu bahwa aku tidak tahu," dan itulah bentuk paling murni dari pengetahuan diri. Dalam konteks modern, semboyan ini mengingatkan kita bahwa mengenal diri adalah bentuk perlawanan terhadap kesombongan intelektual. Dengan mengenali diri, manusia dibimbing menuju kejujuran batin dan pembebasan dari ilusi.

Aspek Moral dari Pengenalan Diri

Pengenalan diri tidak hanya soal berpikir, tetapi juga mengenai bagaimana seseorang menjalani hidupnya. Socrates menekankan bahwa hidup yang tidak diperiksa (an unexamined life) adalah hidup yang tidak layak dijalani. 

Ini berarti bahwa manusia memiliki kewajiban moral untuk menyelidiki motif, nilai, dan tujuan hidupnya. Dengan mengenal diri, seseorang dapat membedakan antara nafsu dan akal, antara kepentingan pribadi dan kebaikan bersama. Plato, murid Socrates, melanjutkan ajaran ini dalam dialog Phaedrus dan Republic, di mana pengendalian diri (sophrosyne) menjadi landasan keadilan dan kebajikan. 

Dalam etika, pengenalan diri memungkinkan seseorang bertanggung jawab atas tindakannya. Ia tak mudah menyalahkan takdir atau orang lain, sebab ia memahami asal-usul keputusannya sendiri. Proses ini menyakitkan namun membebaskan, karena membawa manusia keluar dari ketidaksadaran menuju keotentikan. Dalam dunia yang penuh distraksi, refleksi diri menjadi bentuk revolusi personal.

Siapakah manusia sebenarnya?

Pertanyaan “siapakah aku?” membawa kita pada dimensi ontologis dari ajaran Socrates. Manusia, dalam filsafat Yunani, bukan hanya makhluk jasmani tetapi makhluk berpikir dan memiliki jiwa (psyche). Socrates percaya bahwa kebaikan sejati tidak terletak pada harta atau kekuasaan, melainkan pada keadaan jiwa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun