Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Hagwon" dan "Suneung" : Model Pendidikan Korea Selatan yang Unggul

10 Oktober 2024   13:24 Diperbarui: 10 Oktober 2024   17:23 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sistem pendidikan Korea Selatan sering kali menjadi sorotan dunia, tidak hanya karena prestasi akademiknya yang luar biasa, tetapi juga karena pendekatan unik yang menciptakan generasi siswa yang kompetitif dan inovatif. Negara ini berhasil menduduki peringkat teratas dalam berbagai tes internasional, seperti Programme for International Student Assessment (PISA), dengan siswa-siswa yang unggul dalam matematika, sains, dan literasi. Selain itu, Korea Selatan menjadi rumah bagi beberapa universitas terbaik di dunia, dan lulusannya menjadi pionir dalam berbagai industri global, termasuk teknologi, sains, dan teknik. Keberhasilan ini tidak terlepas dari dedikasi luar biasa terhadap pendidikan yang telah menjadi bagian dari budaya Korea selama berabad-abad.

Namun, di balik prestasi gemilang ini, terdapat realitas lain yang perlu diperhatikan: tekanan akademik yang intens, persaingan ketat, dan ketergantungan besar pada pendidikan tambahan di luar sekolah. Korea Selatan berhasil menciptakan sistem pendidikan yang mempersiapkan siswa untuk berkompetisi di tingkat global, namun juga menghadapi tantangan kesejahteraan mental di kalangan pelajarnya. Keberhasilan sistem ini, serta dilema yang dihadapinya, mencerminkan kompleksitas pendidikan modern yang kaya akan pencapaian, namun tidak lepas dari masalah sosial yang menyertainya.

Filosofi Pendidikan di Korea Selatan: Warisan Konfusianisme

Pondasi filosofis pendidikan di Korea Selatan berakar dari Konfusianisme, yang telah membentuk pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan selama berabad-abad. Ajaran Konfusianisme menekankan bahwa pendidikan bukan hanya jalan untuk mendapatkan pengetahuan, tetapi juga merupakan tugas moral untuk memperbaiki diri dan masyarakat. Profesor Andrew Seth, seorang ahli studi Asia Timur, menjelaskan bahwa “Konfusianisme mewariskan nilai-nilai seperti hierarki, disiplin, dan penghormatan kepada guru, yang masih sangat kuat dalam pendidikan Korea saat ini.”

Contohnya, di banyak sekolah Korea, sikap hormat kepada guru sangat dijunjung tinggi. Guru dianggap sebagai figur otoritas moral, dan kesuksesan akademik sering kali dianggap sebagai refleksi dari kehormatan keluarga, bukan hanya prestasi individu. Nilai ini mendorong siswa untuk bekerja keras dan mencapai yang terbaik.

Pendidikan Sebagai Kunci Mobilitas Sosial

Di Korea Selatan, pendidikan sering dilihat sebagai sarana utama untuk mobilitas sosial dan kesuksesan ekonomi. Sebagai negara yang berkembang pesat dari negara berkembang menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia, pendidikan berperan penting dalam mendorong transformasi ini. Dr. Jeong-Im Hyun, seorang pakar pendidikan Korea, berpendapat bahwa “Di Korea, kesuksesan akademik hampir selalu dipandang sebagai jembatan menuju pekerjaan yang baik dan kehidupan yang lebih baik. Pendidikan dilihat sebagai investasi terbesar keluarga.”

Ini terlihat jelas dari tingginya investasi orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka, baik melalui sekolah formal maupun shadow education seperti hagwon (sekolah swasta tambahan). Contoh konkretnya adalah fenomena "exam villages" di kota besar seperti Seoul, di mana keluarga pindah ke area tertentu yang dekat dengan sekolah unggulan atau pusat bimbingan belajar terkenal, demi mendukung kesuksesan akademik anak-anak mereka.

Persaingan Akademik: Ujian Suneung yang Menentukan Masa Depan

Salah satu ciri khas sistem pendidikan Korea Selatan adalah kompetisi akademik yang sangat intens, terutama terkait dengan Suneung atau ujian nasional masuk perguruan tinggi. Dr. Michael J. Seth, seorang peneliti pendidikan Korea, mencatat bahwa "Suneung bukan hanya tes untuk masuk universitas, tetapi sering kali dianggap sebagai penentu masa depan seseorang dalam hal karir dan status sosial." Ujian ini sangat menentukan masuknya siswa ke universitas-universitas top seperti Seoul National University, Korea University, atau Yonsei University, yang sering kali disebut sebagai "SKY" universities.

Dampak dari persaingan ketat ini sangat nyata, dengan banyak siswa yang menghabiskan waktu belajar hingga 16 jam per hari. Contohnya, menurut sebuah laporan, siswa di Korea rata-rata tidur lebih sedikit daripada siswa di negara-negara lain karena mereka belajar di sekolah hingga larut malam di hagwon atau bimbingan belajar privat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun