Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | APG

17 Agustus 2018   11:19 Diperbarui: 17 Agustus 2018   11:43 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: https://unsplash.com oleh Fabio Spinelli

"Ran, tolong saya, dong."

"Ada apa?" tanyaku ragu-ragu di telepon. Saat itu aku tengah menerjemahkan film di kamar kosanku -- salah satu pekerjaan freelance-ku. Sudah sore menjelang Magrib dan Cara, bos baruku, mendadak menelepon.

"Saya udah terlanjur daftar seminar jam tujuh malam ini," katanya. "Tapi mendadak nggak bisa dateng. Tempatnya dekat kosan kamu. Kamu gantiin saya, ya?"

"Eh -- "

"Sebentar, saya kirim e-tiket sama transfer uang transport-nya, ya." Klik. Aku terkejap. Kupandangi ponselku.

Begitu saja, nih?

Tak lama kemudian, dua notifikasi yang sudah dijanjikan terkirim ke ponselku. Screenshot e-tiket dan transfer sejumlah uang lewat e-banking.

Sial. Judulnya aku memang harus pergi, nih. (Lebih tepatnya sih, dia yang memaksaku.) Padahal, aku belum juga bilang ya atau tidak.

Cara adalah salah satu dari dua bos di perusahaan berbasis digital tempatku baru bekerja. Kuakui, dia cerdas -- terutama dalam hal: tahu cara ngomong cepat saat meminta pegawainya untuk melakukan sesuatu. Saking cepatnya, lawan bicara sampai nyaris nggak punya kesempatan bicara.

Ya, seperti aku barusan.

Ini bukan pertama kalinya. Sebenarnya nggak apa-apa juga, sih. Selain masih termasuk hari kerja dan tempatnya memang cukup dekat, seenggaknya masih dibayar lembur juga -- meski berupa uang transport.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun