Mohon tunggu...
Sulistiyo Kadam
Sulistiyo Kadam Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati ekonomi, interaksi manusia, dan kebijakan publik

Kumpulan Kata dan Rasa

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Proteksi Otomotif Vietnam dan Adu Kuat Pabrikan Global

6 Maret 2018   20:43 Diperbarui: 7 Maret 2018   08:38 3995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Thanh Nien News

Bagi Thaco, pembatasan impor dari sisi nontarif akan menjadi salah satu penentu masa depan perusahaan yang pada bulan September 2017, telah menandatangani kerja sama ketiga dengan Hyundai untuk merakit dan memasarkan mobil Hyundai di Vietnam. Pabrik baru kerjasama kedua korporasi yang berlokasi di Provinsi Ninh Binh, Vietnam Utara, akan memiliki kapasitas produksi 120.000 mobil penumpang dan 30.000 truk per tahun. Kalau mobil asal negeri Sakura dapat melenggang dengan bebas, perusahaan lokal ini dapat pingsan di rumah sendiri.

Implikasi bagi Indonesia dan upaya yang diperlukan

Bagi Indonesia, hambatan nontarif yang diterapkan Vietnam tersebut mengancam potensi ekspor mobil penumpang yang menurut BPS pada periode Januari-November 2017 tercatat sebesar USD 241 juta atau sekitar Rp 3 triliun. Menurut Gaikindo, jumlah mobil yang diekspor ke Vietnam mencapai 40 ribu unit atau sekitar 18% dari total ekspor mobil utuh nasional yang tercatat sebanyak 225 ribu selama tahun 2017. 

Dengan asumsi bahwa ekspor tahun ini sama dengan tahun lalu, penundaan pengapalan ekspor mobil akan membukukan potensi kerugian sekitar Rp 295 miliar per bulan bagi industri otomotif nasional. Untuk mempertahankan Vietnam sebagai salah satu tujuan ekspor utama, pemberlakuan pembatasan impor dari Vietnam ini perlu dicarikan solusi segera. Sejauh ini pemerintah telah melakukan langkah-langkah yang tepat melalui upaya diplomasi dengan Vietnam.

Diplomasi perdagangan harus dioptimalkan untuk memberikan manfaat bagi ekonomi Indonesia dengan mengedepankan solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara mengingat transaksi dagang Indonesia dan Vietnam selama ini yang cukup besar. Berdasarkan data UN Commtrade, pada tahun 2016, ekspor Indonesia ke Vietnam mencapai Rp 41 triliun rupiah sementara impor Indonesia dari Vietnam mencapai Rp 43 triliun. Dari nilai impor Indonesia tersebut, nilai impor terbesar adalah berupa produk mesin dan alat komunikasi terutama telepon seluler. 

Sebagai basis produksi telepon seluler seperti Samsung dari Korea Selatan, Vietnam membukukan nilai ekspor yang sangat besar dari produk ini. Penerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) oleh Indonesia mulai tahun 2015, terindikasi telah sedikit menekan impor telepon seluler. Besarnya impor telepon seluler dari Vietnam ini bisa menjadi salah satu amunisi bagi Indonesia untuk mendorong Vietnam membuka pasar otomotifnya.

Selain telepon seluler, Indonesia juga mengimpor beras yang cukup besar dari Vietnam setidaknya senilai Rp 2,8 triliun pada tahun 2016. Nilai impor Indonesia dari Vietnam ini hampir setara dengan nilai ekspor otomotif Indonesia ke Vietnam periode Januari-November 2017 yang mencapai Rp 3 triliun. Impor beras Indonesia dari Vietnam tentunya sangat penting bagi Vietnam untuk membantu para petani di negara tersebut memasarkan produksinya. Kerjasama perdagangan yang bebas dan saling menguntungkan berpotensi menjadi pertimbangan Vietnam dalam membuka pasar dalam negerinya.

Selain potensi perdagangan kedua negara yang dapat dioptimalkan dalam diplomasi perdagangan, pemerintah dan industri otomotif Indonesia juga perlu berbenah mengadopsi standar internasional untuk uji kelayakan produk otomotif. Penerapan standar ini terutama perlu diterapkan untuk produk-produk yang berorientasi ekspor. Lebih lanjut, untuk menekan biaya penerapan standar uji dan mendorong penetrasi produk Indonesia di pasar ekspor, Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku selama ini diharapkan dapat diselaraskan dengan standar berbasis internasional seperti ISO yang diterima di berbagai negara. 

Selain itu, penerapan standar emisi Euro 4 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 Tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor juga harus diterapkan secara konsisten mengingat pasar utama dunia otomotif telah mensyaratkan Standar Emisi Euro 4 dan bahkan Euro 5.

Selain upaya diplomasi dengan pemerintah Vietnam, konstelasi persaingan antar korporasi multi nasional yang berbasis di Jepang dan Korea Selatan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah ke depan. Di tingkat global, Toyota dan Hyundai-KIA merupakan kompetitor kuat. Di tahun 2017, Toyota masih unggul dengan penjualan mobil sebanyak 10,2 juta unit sementara Hyundai-KIA berada di urutan keempat dengan penjualan mencapai 7,2 juta unit. 

Ke depan, dominasi korporasi dari dua negara bertetangga ini akan sangat ditentukan oleh inovasi produk yang dihasilkan. Di industri elektronika, inovasi korporasi asal Korea Selatan terbukti mampu menggeser produk-produk mapan dari korporasi lain yang telah mapan seperti Toshiba dan Panasonic terutama di pasar Indonesia. Hal sama dapat terjadi jika pabrikan asal Jepang tidak berbenah meningkatkan inovasi dan daya saing produk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun