Mohon tunggu...
Mamik Rosita
Mamik Rosita Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Supervisor, Praktisi Pendidikan

Blok ini berisi tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selamat Hari Guru... Ayah

27 November 2021   23:23 Diperbarui: 27 November 2021   23:25 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

(Renungan Anak Seorang Guru Masa Lalu Pasca HGN 2021)

Menulis tema ini, akan sedikit menguras emosi saya. Mengapa? Karena dengan menulis tema ini, auto refleks ingatan saya akan melanglang jauh mengurai waktu di masa lalu dan mengingat sosok yang sangat menginspirasi saya yang kini telah tiada. Yeaah, betul sekali. Beliau adalah ayah saya almarhum, yang sudah meninggalkan kami sebelum kami anak- anaknya sempat membalas semua kebaikannya secara sempurna. Sebelum kami sempat mengganti setiap tetesan darah dan keringat yang beliau curahkan untuk kami. Tepatnya pada tanggal 29 September tahun 2012, beliau "sang inspirator" menghembuskan nafas terakhir dalam dekapan kami bertiga, para anak- anaknya. 

Kenapa beliau sangat menginspirasi kami anaknya tentang sosok seorang guru? Karena sikap dan ucapan beliau tentang profesi guru, membuat kami menyadari betul, betapa mulia dan berartinya profesi seorang guru. Hingga kami bertiga pun memutuskan untuk menjadi seorang guru, meskipun saat itu pilihan guru merupakan sebuah konsekwensi yang sulit, kami harus mengorbankan banyak waktu untuk berada di sekolah dengan honor yang sangat memprihatinkan. 

Guru, yang sosoknya kemarin tangggal 25 Nopember baru saja kita elu- elukan dengan gegap gempitanya peringatan HGN. Peringatan yang meriah dan penuh apresiasi baik di tingkat nasional, di tingkat prvinsi, tingkat kabupaten dan kecamatan, maupun di tingkat sekolah bahkan keluarga. Semua wall medsos penuh dengan postingan peringatan HGN dari berbagai komunitas dan tingkatan, yang semuanya sangat mengapresiasi sosok seorang guru. Sebenarnya apa bagaimana sih mulianya seorang guru sehingga soosknya begitu dielukan dan diapresiasi oleh banyak pihak sekarang? Apakah dulu sosok guur juga dielukan serta dibanggakan seperti sekarang? Dan apakah para guru menyadari tentang mulianya profesi yang disandangnya sehingga menjadi sosok yang patut dielukan serta dibanggakan??

1. Guru itu sosok yang digugu dan ditiru

Falsafah Jawa mengatakan bahwa guru itu kepanjangannya adalah "digugu dan ditiru". Artinya seorang guru adalah sosok yang didengarkan segala ucapannya dan ditiru semua tingkah lakunya. Ini tidak hanya berlaku di sekolah, namun juga di masyarakat sekitar. Falsafah ini begitu melekat pada sosok ayah kami. Seorang guru SD yang sangat sederhana dan loyal terhadap profesinya. Karena itu ayah kami senantiasa berupaya untuk menjadi panutan bagi siswa dan orang disekitarnya. Dalam hal tutur kata, performance serta perilakunya. 

Ayah merupakan orang yang sangat sopan terhadap siapa saja, bahkan bisa dikatakan orang yang sungkanan kalau istilah orang Jawa. Mungkin ayah adalah sosok orang yang tidak bisa berkata kasar dan menyakiti orang lain. Soal penampilan, ayah merupakan orang yang sangat rapi. Selama di rumah maupun keluar rumah kami belum pernah melihat ayah tidak memasukkan bajunya. Kemana- manapun selalu membawa sisir, sewaktu- waktu akan menyisir rambutnya supaya rapi. Setiap berangkat sekolahpun ayah selalu memberikan minyak pada rambutnya sehingga rapi. Masih ingat kan dulu ada yang namanya minyak orang- aring? Minyak itulah yang digunakan oleh ayah untuk meminyaki rambutnya supaya rapi. 

Dalam hal keteladanan perilaku, ayah kami adalah orang yang sangat patut diteladani. Pagi- pagi sekali sebelum jam 6.00 ayah sudah berada di sekolah, meskipun bel pelajaran pertama adalah jam 07.00. Ayah kami adalah orang yang pertama kali datang ke sekolah. Dalam kondisi apapun, ayah selalu datang ke sekolah paling pagi, meskipun dengan berbagai cara untuk bisa sampai di sekolah. Kenapa harus dengan berbagai cara? Ya, karena kami saat itu miskin sekali, tinggal di perumahan SD dan tidak punya kendaraan meski hanya sepeda. Biasanya jika tidak ada sepeda, ayah berangkat lebih pagi dengan berjalan kaki supaya bisa sampai ke sekolah sebelum jam 6.00 pagi. Ibu kamipun harus ikut berjuang, pagi- pagi sudah masak seadanya agar ayah bisa sekedar mengganjal perutnya sebelum berangkat mengajar. Bahkan tak jarang ayah kami berangkat dengan perut kosong karena ibu belum masak pagi itu. Sering sekali ibu tidak bisa menyediakan sarapan untuk ayah kami karena sedang tidak punya uang untuk belanja makanan, akhirnya ayah berangkat mengajar hanya dengan minum air putih seadanya. Namun hal itu tidak mengurangi semangat ayah untuk bekerja. Dengan langkah yang tegap dan penuh semangat ayah berjalan kaki ke sekolah yang berjarak kurang lebih 2 kilometer. Saat itu, kami tinggal di perumahan SD yang berbeda dengan tempat ayah mengajar. (Sampai bagian ini saya tidak bisa mengendalikan derasnya air mata saya mengenang beliau. Lahul Fatihah).

Dalam perilaku kedisiplinan, ayah benar- benar bisa jadi panutan. Ayah selalu berangkat sebelum siswa datang dan pulang setelah siswa dan guru lain sudah meninggalkan sekolah. Kata beliau, guru itu tanggung jawabnya besar pada siswa. Guru harus datang lebih awal dari siswa untuk memastikan bahwa mereka sampai di sekolah dengan selamat dan dalam kondisi aman. Guru harus pulang setelah semua siswa sudah tidak ada di sekolah untuk memastikan bahwa mereka telah sampai di rumah dengan selamat dan aman. Yah, tanpa peduli berapa gaji yang diterimanya, beliau selalu disiplin dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Bahkan sering sekali ayah tidak pulang sampai malam untuk melanjutkan tugasnya, melatih siswa, mempersiapkan lomba, bahkan mengajar  penduduk sekitar yang buta huruf. Semua dilakukannya dengan ikhlas, tanpa bayaran sepeserpun.

Ayah menyadarkan kepada saya, betapa hebatnya seorang guru, sosok yang digugu dan ditiru. Hal itu juga saya benarkan ketika saya sudah memiliki anak usia sekolah. Dalam beberapa hal, anak lebih mendengar kata guru daripada orangtuanya. Saya menyadari betapa susahnya membiasakan anak sholat sejak dini. Ketika orangtua yang memerintah dan mengajaknya, ada berbagai alasan anak untuk menghindarinya. Namun ketika hal itu diperintahkan oleh guru di sekolahnya, tanpa disuruhpun anak melakukannya. Betapa saktinya petuah seorang guru bagi muridnya.

2. Pahala Guru akan Terus Mengalir Meskipun Sudah Meninggal Dunia

Dulu saat baru tahu berapa honorku satu bulan mengajar (saat itu hanya 32.000) dan saat itu saya belum punya motor sehingga ke sekolah harus nebeng teman atau naik gojek, pernah saya curhat kepada ayah. "Yah, honorku tidak cukup untuk naik ojek ke sekolah setiap hari. Mau nebeng teman terus ya malu yah. Apa saya berhenti ngajar saja dan lalu mencoba berjualan apa saja". Lalu ayah menjawab,"Kalau kamu mau dunia, maka tinggalkan mengajarmu. Namun jika mau akherat, tetaplah menjadi guru. Karena menjadi guru pahalanya akan tetap mengalir meskipun kamu sudah meninggal dunia". Lalu saya tetap membela diri di depan ayah,"Tapi tidak cukup untuk perjalanan ke sekolah sebulan yah". Ayah dengan tenang menjawab,"jika tidak bisa naik ojek, kamu bisa nebeng, jika malu maka jalan kakilah, yang penting sampai ke sekolah. Ini cuma urusan dunia saja".  Saya terdiam dan berpikir, beratnya perjuangan menjadi guru saat kita tidak mampu. Untuk sampai ke sekolah harus berjuang, menye Namun hal itu menjadi kecil bagi seorang guru tangguh seperti ayah, karena hanya urusan duniawi. Namun, sanggupkah aku seteguh ayah?

Memang sejak kecil ayah selalu memberikan teladan ke[ada kami betapa teguhnya ayah dengan profesinya sebagai guru. Ditengah kondisi apapun, bahkan terburuk sekalipun, ayah tetap berupaya melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Dan kami tak pernah mendengar ayah mengeluh , bahkan mengeluh tentang letih dan lelahnya sekalipun.

Perkataan ayah tadi membuat saya menjadi mnatap menjadi seorang guru, meski saat itu harus penuh perjuangan untuk melaksanakan konsekwensi tersebut. Karena aku lebih memilih akherat, menjadi seorang guru adalah profesi yang bergelimang amal jariyah. Memiliki ilmu yang bermanfaat adalah salah satu daru bentuk amal jariyah, yang pahalanya kan senantiasa mengalir meeskipun kita sudah meninggal dunia. 

3. Guru adalah Pelukis Masa Depan Bangsa

Mungkin kata- kata ini sering kita dengar, bahkan kita dengungkan. Namun mungkin kita tidak terlalu jauh berpikir tentang pentingnya peran guru dari kalimat itu. Saya akan menceritakan tentang arti kata ini yang saya dapatkan dari ayah. Suatu ketika saat saya mengajar, ada seorang siswa yang sangat nakal dan menjengkelkan, saking jengkelnya membuat saya marah dan memukulnya dnegan menggunakan sebuah buku tipis. Setelah memukulnya, saya sangat menyesal. Akhirnya anak itu saya panggil dan mencoba memberikan pengertian untuk tidak menyalahkan saya ketika memukulnya. 

Antara jengkel dan menyesal, saya pun mencoba meluapkan perasaan kepada ayah. Saya menceritakan smeua kronologi yang menyebabkan saya marah dan jengkel terhadap anak tersebut. Dengan penuh bijak ayah pun berkata," Guru tidak boleh kehabisan stok kesabaran. Bersikap bijaksanalah terhadap kenakalan anak karena itu masa- masa mereka. Siapa tahu anak yang kamu pukul tadi, justru dialah yang akan menjadi presiden Indonesia. Maka setiap mengajar berpikirlah bahwa kamu sedang mengajar calon presiden Indonesia". 

Ucapan ayah yang santai tadi cukup memukul telak saya sehingga merasa malu sudah tidak bisa mengendalikan emosi terhadap siswa yang nakal. Nakal itu masa- masa mereka karena masih anak - anak. Namun bagaimana menghadapi anak yang nakal untuk bisa berubah itu adalah tantangan bagi guru. Baik buruknya perilaku anak juga dipengaruhi oleh bagaimana guru mengajarnya di kelas. bagaimana siswa bisa menjadi baik karakternya jika diajar oleh guru yang penuh emosi seperti kondisi saya tadi. Bukankah mereka nanti yang akan menjadi pemimpin- pemimpin di negeri ini? Kita tidak tahu siapa nanti yang akan memimpin bangsa ini. Bisa jadi mereka ada di kelas kita sekarang. Maka sangat tepat kata ayah tadi, seharusnya kita mulai berpikir bahwa yang sedang kita ajar adalah calon pemimpin bangsa ini. Dengan berpikir demikian, maka kita akan berhati- hati dan melaksanakan tugas mengajar sebaik mungkin, karena yang sedang kita ajar adalah calon presiden Indonesia. Tentu kita tidak mau bukan jika bangsa kita nanti dpimpin oleh orang yang tidak baik dan kompeten? 

Ayah seandainya engkau masih hidup, maka dihari guru ini, aku ingin memberikan ucapan pertama kali kepada engkau. Karena ayah adalah guru yang sesungguhnya. Tidak hanya guru di sekolah namun juga guru dalam kehidupan. Namun sayang sekali, dulu waktu ayah masih hidup, aku belum pernah mendengar ada peringatan hari guru sehingga tidak pernah mengucapkannya kepada ayah. 

Maka ayah, izinkan sekarang kami mengucapkan kepada ayah "selamat hari guru yah, ayahlah guru kehidupan yang sebenarnya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun