Mohon tunggu...
ROSYID NUR
ROSYID NUR Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

98 Tahun lahirku Agustus akhir tepatnya mendaki gunung hobiku, agak malas dan keras kepala kalo udah punya tujuan Fb:Rosyid Nw

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sampai Jumpa 3 Tahun Lagi

20 Agustus 2018   03:50 Diperbarui: 20 Agustus 2018   06:14 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang bolong berisik dari atas pohon mangga pak Basuki yang ada di kebunnya, ternyata berasal dari suara canda dari Dika, Tio, dan Rendi masih dengan seragam merah putihnya serta sepeda tas dan sepatu yang berada di bawah pohon nampaknya mereka baru pulang dari sekolah dasar satu-satunya di kampung itu usai belajar.

Mereka sedang asik memetik mangga milik pak Basuki yang merupakan  ketua RT dari Rukun Tetangga 15, Dika, Tio, dan Rendi murid sekolah dasar kelas 4 yang sudah bersahabat sejak di Taman Kanak-Kanak, mereaka tergolong bandel dikelas Tio yang sering menjadi ketua dari ide bandel mereka dan ide untuk memetik mangga tanpa izin milik pak Basuki itupun Tio yang menyarankan.

Hari itu mereka sedang beruntung tidak ada orang satu pun selain mereka bertiga yang tau bahwa mereka mencuri mangga milik Pak Basuki di kebun, yang berada di gang ujung kampung sebelum TPU (tempat pemakaman umum), karena Tio merupakan tetangga Pak Basuki maka ia tau kalo hari itu sedang ada acara di ruamah pak basuki dan pasti pak basuki tidak akan ke kebunnya siang itu "kesempatan bagus ini", ujar Dika dan Rendi setelah Tio memberitahukan idenya.

Mereka langsung menuju ke kebun mangga milik pak basuki tanpa pulang kerumah terlebih dahulu seusai dari sekolah, jalan yang mereka lewati pun bukan jalan kampung biasanya, melaiakan jalan di tengah sawah yang langsung menuju ke kebun tanpa lewat depan rumah Rendi, sesampai di kebun mangga, tas langsung di gantung ke setir sepeda yang di geletakan begitu saja dan sepatu di bawah batang pohon itu, bergegas mereka naik kepohon satu-persatu, mereka bertiga memeng anak bandel tentunya pada bisa untuk memajat pohon mangga yang besarnya tidak seberapa karena masih berusia 8 tahunan, tidak asal petik meraka masih memilih milih juga mangga mana yang sudah hampir masak yang amat nikmat rasanya bukan hanya manis tetapi ada asam-asamnya juga yang bikin ngiler.

Tiga buah mangga pun habis dari masing masing mereka yang dimakannya di atas pohon dan perut mereka sudah terasa kenyang. Mereka keasikan bercanda diatas pohon sampai-sampai sudah adzan asar tepat pukul tiga sore yang biasanya mereka mengaji sehabis asar di TPA kampung itu, walaupun bandel mereka tetap mengaji layaknya anak-anak yang lain malah mereka bertiga tergolong pandai mengajinya, yaaa... karena kepandaian mereka itu yang menjadikan banyak ide bikin ulah yang merepotkan.

Tiga anak itu kemudian turun dari pohon dan segera pulang kerumah masing masing dengan sepatu yang di hantung disetir untuk mandi dan ganti pakaian mengaji. Rendi ketika sampai di rumah langsung di sambut oleh ibunya yang sedang menyapu didepan rumah dengan ucapan sayang bernada tinggi dengan beberapa pukulan sapu di kakinya rendi pun bergegas lari ke dalam mandi dan ganti pakaian, Dika juga langsung kena jeweran di kuping kanannya oleh ibunya yang menjahit di ruang dekat pintu seusai mengucap salam dan masuk kerumah, Tio tidak kena apa-apa karena bapak dan ibunya sedang berada di rumah Pemilik kebun untuk membantu acara di rumahnya.

Mereka bertiga bertemu lagi ditempat ngajinya sore itu dan menceritakan kejadian tadi setelah sampai dirumah, dengan amat bangga Tio yang tidak kena apa-apa mentertawakan kedua temanya khususnya si Dika yang kuping kananya masih merah. Biasa ulah jahil mereka muncul lagi, si Tio sedang menyembunyikan sandal milik teman perempuan yang bernama Rina dan si Dika pergi mengambil rating untuk mengolesi tai ayam ke setir sepeda milik Roni, dan si Rendi sedang mengambil katak dan dimasukan ke keranjang sepeda Evi, itu mereka lakuan saat waktu mengaji belum usai dan mereka menyelinap untuk keluar duluan.

Tak lama kemudian waktu mengaji pun selesai mereka bertiga tidak pualng duluan melainkan satndby di sepeda meraka masing-masing dan menertawakan satu persatu teman yang dijahilinya terkena ulahnya, si Evi menjerit ketakutan dan tidak berani untuk menyentuh sepedanya, si Rina mondar-mandir kebingunyan dan hampir menangis dan si Roni pastinya langsung kena tai ayam di setirnya, mereka pun tertawa terbahak-bahak tanpa ada rasa bersalah, setelah agak lama Rina belum juga menemukan sandalnya, Tio pun berlagak untuk membantu dan diberikan sandalnya kepada Rina yang matanya berkaca-kaca,"ini maaf", kata Tio. Saat itu sedang di saksikan oleh usatad yang mengajar ngaji, Tio pun kena jewer di kuping kirinya Rina pun agak terhibur dengan hukuman yang didapat Tio dan berkata "sukurin" sambil memakai sendalnya dan pulang.

Dika dan Rendi juga mentertawakan Tio yang sedang di jewer oleh ustadnya sembari berkata"itu gantinya kau mentertawakan ku tadi, sukurin".

Kenakalan-kenakalan lain pun masih menemani hidup mereka hingga saat itu mereka sedang asik berada didalam kebun tebu dan seenaknya memakan tebu di  tengah kebun, hal itu pun deketahui oleh penjaga tebu tersebut tetapi mereka bertiga tidak langsung dimarahi melainkan si penjaga tebu tersebut menghampiri rumah Tio untuk memangil bapaknya dan malah memarahi bapaknya, sontak bapak Tio mersa amat malu dengan ulah anaknya itu dan langsung bergegas menuju ke kebun tebu dan memarahi habis-habisan di depan umum, sampai esok harinya Tio tak berani keluar rumah setelah sepulamg sekolah, yang namanya anak-anak hanya sehari doang ingetnya ke esokanya meraeka bertiga berkumpul lagi main bersama tetapi mereka tidak melakukan kenakalan mencuri lagi, melainkan pergi kesuangai untuk memancing.

Sepulang sekolah di hari selasa mereka sekarang sudah duduk di kelas 5 mereka merakit pancing dengan bambu sebagai jorannya di belakang rumah Dika, selepas merakit mereka langsung menuju sungai di barat kampungnya dengan menaiki sepeda mereka, ada jalan menuju sungai tersebut di selatan kampung, sebelum sampai di sungai meraka turun ke parit terlebih dahulu untuk mencari umpan cancing segar di parit pinggir sawah di sepanjang jalan menuju sungai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun