Tidak banyak orang mengetahui nama asli pria renta yang secara rutin menggendong angkringan jualan buah pepaya dan pisang  hasil kulakannya.  Saya memang lebih senang menyapa beliau dengan panggilan "Abah".
Abah pria tua yang sudah  renta ini periang sekali, selalu tersenyum dan ramah. Tidak ada bekas goresan  beratnya perjuangan hidup dalam senyumnya yang ceria.
Sekitar 3 hari dalam seminggu Abah mangkal di satu sudut perumahan untuk berjualan pepaya dan pisang yang dibeli dari orang lain yang memiliki kebun di sekitar perumahan kami.
Abah penduduk asli di pinggiran komplek perumahan yang menggantungkan kelangsungan hidupnya dari penjualan buah pisang dan pepaya yang dijajakannya.
Isi angkringannya jauh dari mewah, dua keranjang yang ditutupi dengan niru  butut di atasnya dipajang beberapa pisang yang kualitasnya jauh di bawah kualitas supermarket tentunya, demikian juga pepayanya. Tidak ada lagi peralatan lain kecuali timbangan kecil plastik yang sudah butut.
Jika tenaga dan kesehatannya memungkinkan Abah memanggul angkringannya keliling komplek  dengan sandal plastik bututnya dan selalu menyempatkan  beristirahat di depan rumah.
Setiap kali ada di depan rumah  dengan suaranya yang khas Abah bersuara langtang "pisang.... pak Haji, ......Paya ....Pak Haji..."
Saking seringnya berhenti di depan rumah, kami sangat akrab ngobrol.  Di awal perkenalan kami, Abah masih memberikan harga jika ditanya berapa Abah  harganya.  Namun seiring berjalannya waktu beliau kalau ditanya berapa ini Abah? Dengan bahasa Sunda nya yang khas Abah  menjawab  "terserah Pak Haji aja".
Di hari tuanya perjuangan Abah dari sisi fisik memang sangat  berat karena harus memanggul  angkringan yang cukup berat.  Artinya jika pisang dan pepayanya cepat laku Abah akan lebih cepat pulang membawa uang untuk kelaurganya dan dapat beristirahat.
Hati ini memang terasa teriris ketika melihat abah yang seharusnya sudah dapat beristirahat di hari tuanya  berkumpul bersama anak cucunya namun harus tetap berjuang untuk mencari sesuap nasi menjadi tulang punggung kelauarga., sementara di sisi lain banyak cukup banyak orang yang berkelimpahan.