Melihat sepak terjang dan perjalanan posting artikel engkong Felix memang sangat menarik, karena keputusan engkong untuk tidak lagi mengkritisi Admin Kompasiana sangat mengejutkan dan tidak sesuai dengan blue print DNA engkong Felix.
Alhasil setelah engkong Felix mengambil keputusan yang sangat drastis ini kompasiana menjadi hambar dan sunyi senyap bak gurun pasir yang tandus.
Sebagai seorang ilmuwan pastilah engkong Felix sangat kenal dengan persamaan  ini :
P = G + E + GE
Sikap, prestasi, performa engkong Felix di Kompasiana  direpresentasikan oleh "P" (Bahasa aslinya Phenotype, bahasa indonesia nya fenotipe dan bahasa awamnya penampilan atau performa).
Dibalik performa engkong Felix yang penuh warna termasuk "keterkejutannya"Â masuk kelompok elit 100 besar kompasiner bukanlah sesuatu yang kebetulan semata.
Ketahanan engkong Felix untuk mengkritisi admin Kompasiana yang sangat luar biasa merupakan salah satu bentuk keunikan  perfoma engkong Felix lainnya yang direpresentasi oleh "P" ini. Mengapa? Karena tentunya untuk mengkritisi diperlukan kecerdasan yang lebih bukan kecerdasan kaleng.
Jika ditelisik lebih dalam lagi maka apa yang membuat engkong Felix memiliki penampilan yang sangat prima  dan masih mau bertahan di kompasiana (dalam ilmu genetika disebut dengan longevity) ini merupakan perpaduan antara faktor "G" dan "E".
Faktor "G" (disebut Genotype dalam ilmu genetika) ini merupakan faktor genetik yang diwarisi engkong Felix dari kedua orang tuanya.  Artinya kemampuan ini  engkong Felix bukan sekedar  berasal dari blue print DNA engkong Felix semata ataupun jatuh dari langit begitu saja,  namun mencerminkan juga kualitas DNA orang tua engkong Felix yang prima.
Perpaduan antara faktor blueprint genetik ini dengan faktor "E" (dalam ilmu genetika disebut dengan Environment, atau lingkungan ini) membuat ferforma engkong Felix menjadi sangat khas dan tidak semua kompasianer memiliki dan dapat menyainginya.