Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Diskriminasi Wanita pada Sumo Akankah Terus Berlanjut?

29 April 2018   08:48 Diperbarui: 29 April 2018   18:00 2467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penaburan garam dimaksudkan untuk mensucikan Dohyo. Photo: Inside Japan Tour

Sumo merupakan salah satu olahraga tradisional Jepang yang sudah mendunia, sehingga penggemar olah raga ini dapat kita jumpai di hampir semua negara di dunia.

Olahraga para titan ini memang sangat unik karena masih mempertahankan tradisi yang hampir sama ketika olahraga ini mulai diperkenalkan sekitar 1500 tahun lalu.  Kalaupun ada perubahan hanya terjadi sedikit saja karena disesuaikan dengan kondisi penonton yang lebih banyak dan peliputan pertandingan oleh media massa dan elektronik.

Somo sudah mengacar secar budaya selama 1500 tahun. Photo: Web Japan
Somo sudah mengacar secar budaya selama 1500 tahun. Photo: Web Japan
Olahraga Sumo dalam beberapa bulan ini menjadi sorotan dunia sekaligus menjadi ajang perdebatan sengit terkait dengan diskriminasinya terhadap wanita.

Ada dua peristiwa yang memicu debat sengit terkait apakah tradisi dikriminasi terhadap wanita ini masih harus terus dipertahankan.

Peristiwa pertama adalah ketika di bulan April lalu Walikota Maizuru yang bernama Ryozo Tatami pingsan di ring sumo yang dinamakan dohyo ketika sedang memberikan sambutannya.  Saat walikota ini pingsan, seorang wanita secara spontan  bergegas memasuki dohyo untuk menolongnya.

Seorang wanita secara spontan memasuki dohyo untuk menolong walikota Maizuru, Ryozo Tatami yang pingsan ketika memberikan sambutan. Photo: KYODO
Seorang wanita secara spontan memasuki dohyo untuk menolong walikota Maizuru, Ryozo Tatami yang pingsan ketika memberikan sambutan. Photo: KYODO
Namun apa yang terjadi, wasit  sumo memerintahkan wanita yang sedang berusaha menolong wallikota ini untuk keluar dari arena dohyo.  Setelah wanita tersebut meninggalkan dohyo, garam ditaburkan ke dohyo untuk memurnikan dohyo sebagaimana yang kita saksikan ketika dua pesumo akan melakukan pertandingannya.

Beberapa hari setelah kejadian ini rupanya peristiwa ini berlanjut ketika walikota Takarazuka yang bernama Tomoko Nakagawa yang juga  seorang wanita menanyakan apakah dirinya dapat memberikan sambutan di dohyo sebelum pelaksanaan pertandingan  ekhibisi sumo, namun dijawab oleh panita dengan kata "hargailah tradisi".

Walikota ini memang akhirnya tidak memasuki dohyo ketika memberikan sambutannya, namun melakukannya di samping dohyo.  Dalam sabutannya walikota ini mengatakan :

"Saya juga manusia dan saya sangat frustrasi ketika saya tidak dapat memberikan sambutan saya di dohyo hanya karena saya seorang wanita".

Asosiasi Sumo Jepang juga memiliki aturan untuk melarang wanita mengambil bagian dalam tur sumo musim panas dimana di acara ini anak muda dapat bergabung dengan para pesumo di dohyo.

Pada tahun 2000, gubernur Osaka Fusae Ota yang juga seorang wanita meminta asosiasi sumo untuk memperbolehkan dirinya memasuki dohyo untuk menyerahkan tropi, namun permintaannya ditolak.

Mengapa wanita dilarang memasuhi dohyo?

Dalam olahraga sumo ini secara tradisi wanita dianggap "tidak bersih" sehingga tidak diperbolehkan memasuki dohyo.

Sumo memang masih sangat erat hubungannya dengan tradisi dan agama Shinto.  Menurut catatan sejarah sumo bukan dipandang sebagai olahraga namun lebih kepada melestarikan tradisi dan praktek keagamaan.

Sebelum pertadingan dimulai biasanya lubang kecil digali di tengah tengah dohyo untuk selanjutnya diisi dengan kacang, cumi cumi dan rumput laut serta sake oleh pendeta Shinto.

Selanjutnya lubang tersebut ditutup untuk mengunci roh. Sebagaimana yang sering kita saksikan pesumo sebelum bertanding biasanya melakukan ritual menghentak hentakan kakinya dan menepuk nepuk tangan. Tindakan ini dimaksudkan untuk menakut-nakuti roh jahat.

Ritual menepuk tangan dimaksudkan untuk menakuti roh jahat. Photo: 15kanji
Ritual menepuk tangan dimaksudkan untuk menakuti roh jahat. Photo: 15kanji
Dohyo lebih dipandang sebagai wilayah suci berdasarkan agama Shinto.  Secara tradisipun di dalam agama Shinto, wanita dianggap tidak bersih karena terkait dengan darah menstruasi sehingga wanita dilarang memasuki doyo.

Darah memang dianggap sebagai sesuatu yang tidak baik bagi kesucian dohyo.  Oleh sebab itu,  jika ada pesumo yang berdarah ketika bertanding, maka garam akan ditebarkan beberapa kali untuk memurnikan kembali dohyo.

Mengnetakkan kaki dimaksudkan untuk menakuti roh jahat. Photo : Telegraph
Mengnetakkan kaki dimaksudkan untuk menakuti roh jahat. Photo : Telegraph
Kepopuleran olahraga sumo di dunia membuat olahraga tradisional Jepang ini banyak diminati di berbagai negara termasuk oleh pesumo wanita amatir. Namun tetap saja pesumo wanita tidak diperbolehkan memasuki dohyo Ryogoku Kokugikan yang ada di Tokyo dan juga mengikuti turnamen professional.

Serangkaian kejadian yang terkait dengan bias gender ini memang membuat Asosiasi Sumo Jepang mendapat sorotan  tajam. Namun ditengah tengah sorotan ini Asosiasi Sumo Jepang mengatakan bahwa tradisi ini sudah berjalan ribuan tahun dan tidak dapat diubah secepat membalikkan tangan.

Menurut beberapa pengamat, tampaknya "kegaduhan" terkait bias gender ini akan mereda seiring dengan berjalannya waktu mengingat kasus ini bukanlah kontroversi di Jepang itu sendiri.

Assosiasi Sumo Jepang memang telah menyampaikan permohonan maafnya secara terbuka terkait dengan wasit yang mengusir wanita yang mencoba memberikan pertolongan pada walikota yang pingsan dan mengatakan bahwa tindakan "mengusir" wanita tersebut merupakan tindakan yang tidak patut.

Bagi Assosiasi Sumo Jepang isu ini memang  merupakan isu yang sulit, namun tampaknya tradisi ini akan terus berlanjut mengingat  sejarah panjang sumo yang telah mengakar secara tradisi dan juga terkait dengan agama.

Rujukan: satu, dua,tiga, empat,lima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun