Mohon tunggu...
Rozana Vatkhi
Rozana Vatkhi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Hanya Betina, yang melawan kerasnya dunia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembali pada Percaya atau Tidak?

30 Juli 2020   01:32 Diperbarui: 30 Juli 2020   01:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alam semesta sedang marah pada penghuni yang tak sadar diri. Dunia dan hukum alam terus disalahkan, sedangkan mereka asik bergoyang dan bercumbu dalam gelombang pasang kematian, seperti berenang dalam kolam penuh hiu dimana kau terus berenang dan tak terasa ketika tengah kolam para manusia sudah habis dimakan hiu tapi kau asik berkata 'ah, mana ada hiu aku tak pernah merasakan keberadaanya', ya tak jauh dengan 'cuci tangan ya cuma buat makan kalo engga pake sendok'. Kembali lagi dengan pertentangan rasa yang berbeda dalam diri seorang hamba, antara percaya atau tidak. Ya, seperti kau percaya adanya tuhan atau tidak?

Hari ini dengan hari-hari yang lalu, aku menjadi pengecut. Takut akan waktu, takut akan yang lalu, takut akan satu langkah dalam koridor di tengah jalan pendakian gunung Lawu, halah ngawur. Diri selalu menjadi merasa entah, tak tau mengapa, dan terasa seperti 'ahh apakah ini yang kurasakan?' rasa lagi-lagi menjadi tak terasa. Seperti biasanya, diri yang sedang beradu dalam diri menunggu nada dering yang tak pasti. 

Ada pula yang berkata selesaikan satu-satu agar kau menjadi sedikit lebih baik, sungguh tolong percayalah padaku 'aku bukan tidak ingin meneyelesaikannya, bukan karena masalah tak ingin diselesaikan. Jika kau sedikit melihat mataku, lihatlah dan jangan pernah berbicara sembarangan. Persoalan ku berunjung pada waktu, hanya berserah dan bersabar, usaha menangis selama 10 tahun tak akan kunjung usai dan bodohnya aku masih menangisi itu setiap tahun.'

Darah menetes pada lagu, dimana lirik masih berdansa dengan petikan rindu. Tak henti hingga fajar menaruh tangan pada dagu, melirik pada rembulan yang masih asik menikmati irama. Malam itu tak ada yang ingin pulang, semua tengah asik berpesta. Kemudian nada dering gawai yang hampir tak berguna itu berbunyi, semua terhenti dan ingin memaki beraninya mengganggu pesta kami. Bukan amarah yang menjadi, tetapi ledakan bunga api terjadi dalam hati. 

Diri terpatri menjadi patung karna sempat lupa untuk bernafas karna kaget bukan main. Perlahan bunga jatuh seperti pada musim semi, kegelapan malam menjadi lebih meriah walau diri melekat pada sunyi. Ada pesan dari pemilik negara penuh bunga, mengajak diri bermain dalam mimpi yang begitu nyata. 

Hingga akhirnya fajar menampar, bahwa sebelum dirinya muncul ada nama yang harus disebut sebelum panggilan untuk melakukan pendirian tiang dalam kepercayaan diri pada waktu 'shubuh'.  Kebanyakan mengatakan dengan sepertiga malam. Ya, aku menyebut namanya, dan bersama nama-nama yang lain. 

Ada hal tetang kesejatian dan kesetiaan, jika ini menuju pada kepercayaan akan kembali pada masing-masing, merasa ada atau tidak? 

Wanita masih lumrah untuk menyukai pria, maka cintailah dan lupakan atas pertentang kau bisa sendiri dan tanpa adanya lelaki kau dapat hidup dengan lebih baik. Seperti Ibu Hawa, dimana ia tak dapat memilih pria mana yang harus menjadi suaminya, ia tak diberikan pilihan, ia tak dapat menolak atas pernikahannya, ia tak dapat memilih dekorasi seperti apa, WO, mahar dan maskawin pula tidak dapat ia pilih. 

Ia memilih untuk patuh, memilih melakukan apa yang menjadi kodrat perempuan, tak ada penolakan, ia menerima dengan tulus. Dengan menyerahkan segala hati dan jiwa, ia mencintai Penciptanya dan tulang punggungnya. Tak ada persoalaan menaruh hati pada yang lain, memilih hidup sendiri ketika persoalan hidup sudah tak ada jalan keluar, ia setia dengan benar-benar setia. Mencintai satu, dan apa yang diciptakannya. 

Kembali pada percaya atau tidak, keresahan hati akan diberikan jalan keluarnya, entah itu lebih cepat, atau nanti ketika Sang Waktu ingin melihat dirimu bekerja lebih keras lagi.

Nava, 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun