Mohon tunggu...
Lailatul Rosyidah
Lailatul Rosyidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ingin belajar dan mengajarkan. Berbagi segala yang bermanfaat walau sedikit :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermin

21 Januari 2023   23:40 Diperbarui: 22 Januari 2023   00:00 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara bedug mulai terdengar dan ayam-ayam yang berkokok seakan menjadi alarm yang selalu membangunkan di subuh hari. Suara-suara muadzin yang seakan memaksa pendengarnya untuk tidak memejamkan mata kembali dan meninggalkan zona nyamannya. Perlahan, mata mulai terbuka dan tak lupa ku ucapkan syukur kepada Sang Pemilik Jiwa yang telah menghidupkanku kembali. Semangatku bangkit ketika ayat-ayat suci Al-Qur'an yang merdu dan nyaring terdengar dari masjid dan musholla, membuatku merasa menjadi orang paling rugi jika tak segera memenuhi panggilan mulia itu. Ku beranjak dari kasur empukku dan bergegas mengambil air wudhu.  

Aku membuka pintu kamar, ku hirup segarnya udara pagi hari. Ku pandangi sekelilingku, baru terlihat beberapa kamar saja yang pintunya terbuka. Balkon dan tangga masih terlihat gelap sebab belum ada yang menyalakan lampu. Aku mulai melangkahkan kaki dengan sedikit sempoyongan menahan kantuk akibat lembur semalam. Tugas presentasi siang nanti seakan menghantui, membuatku enggan untuk segera istirahat tadi malam. Perlahan kulewati anak tangga satu per satu. Sesampainya di bawah, aku berhenti sejenak. Semuanya masih nampak gelap. Aku kembali melangkah dan berbelok ke kanan berniat untuk menghampiri saklar lampu yang ada di bagian ujung gedung ini. Belum sampai aku menyalakan lampu, terasa ada yang menepuk pundakku dari belakang. Spontan aku menengok dan "Huaaaaaaaa!!!," sosok putih terlihat berdiri tegap dibelakangku. Ku tutup wajah dengan kedua telapak tanganku. Aku berdiam diri ditempat hingga beberapa detik. Perlahan ku buka kedua telapak tanganku dan ku lihat Alya yang mengenakan mukenah putih tersenyum di depanku.

***  

Alya. Dialah perempuan cantik dan anggun serta berakhlak mulia. Kekurangan yang ada pada dirinya nyaris tak terlihat sebab tertutupi dengan perangai-perangai baiknya. Dia adalah sahabatku yang tinggal satu kos denganku. Kami berdua adalah mahasiswi di salah satu universitas di Yogyakarta. Hanya saja kami berbeda Fakultas. Namun, hal itu tidaklah menghalangi persahabatan kami. Seringkali kami keluar bersama untuk mengikuti kajian di sekitar Kota Jogja. Alya, mahasiswi yang datang dari Kota Pahlawan ini telah sukses menghipnotisku. Ku rasakan ketentraman dalam jiwaku kala aku mendengar nasihat-nasihat darinya. Membuat aku senantiasa bersemangat menjalani hari-hariku. Aku merasa beruntung sebab telah memiliki sahabat sepertinya.

Aku dan Alya sudah lama bersahabat. Kala itu kami tak sengaja bertemu di koridor menuju masjid kampus. Aku berniat untuk sejenak menyegarkan pikiranku setelah setengah hari aku berada di dalam kelas dan menyimak presentasi-presentasi yang disampaikan oleh teman-teman. Aku berjalan melewati koridor menuju masjid kampus. Koridor terlihat sepi dan aku berjalan sempoyongan layaknya orang yang sedang mabuk. Aku berjalan sendirian menyusuri koridor dengan agak sedikit malas. Tubuhku terasa lemas sebab aku belum sempat sarapan pagi tadi. Dan cuaca terik siang itu membuatku enggan untuk berjalan mencari warung makan. Hingga aku tak sengaja menabrak seorang perempuan yang memakai gamis biru muda yang sedang berjalan di depanku. Jebrakk. Aku menabraknya cukup keras dan hampir saja dia terjatuh. "Aduh, maaf ya mbak saya nggak sengaja," ucapku padanya dengan rasa sungkan. Dia menengok dan menganggukkan kepalanya. Terlihat senyumnya yang anggun meski wajahnya tertutup dengan masker birunya.  

Itulah kali pertamanya kami bertemu. Aku cukup kagum dengan perangai yang dimilikinya. Membuat aku memutuskan untuk menjadikannya sahabat karibku. Aku selalu teringat nasihat yang disampaikan oleh salah satu guruku saat acara perpisahan di sekolahku kala itu. Beliau menyampaikan sebuah hadits, dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang mukmin" (HR. Abu Dawud). Dari itu aku mulai memahami, bahwa Baginda Rasulullah Shallallu 'Alaihi Wasallam telah menganjurkan umatnya untuk memilih teman yang baik serta sholih dan taat. Sebab, baik buruknya akhlak seseorang, dapat dilihat dari baik buruknya akhlak temannya. Selama ini aku masih salah dalam bergaul. Karena aku belum mengamalkan sunnah Baginda Rasul ini. Aku tak pernah menghiraukan siapa yang akan menjadi teman baikku. Yang kupikir, mereka yang mampu membuatku tertawa lepas itulah yang terbaik. Tak peduli dia akan membuatku menjadi lebih taat kepada Allah atau malah sebaliknya.

*** 

"Assalamu'alaikum Aila. Selamat pagi. Kamu ngapain teriak-teriak gitu?," ucap Alya sambil tertawa kecil. "Wa'alaikumussalam warahmatullah. Hiih Alya, kamu bikin orang jantungan aja," ucapku agak sedikit kesal sambil menghela nafas panjang. "Maaf dah. Biar kamu nggak ngantuk. Kebiasaan kamu tuh berangkat ke musholla matanya masih kebuka separoh. Hahaha." Alya kembali tertawa sambil menggandengku menuju rak sandal. Kali ini aku tidak lagi kebingungan mencari sandalku, Sebab mataku sudah terbuka lebar. Aku dan Alya segera bergegas menuju musholla yang ada tepat di depan kos.  

Segala Puji Bagi Allah. Aku bersyukur, mampu bersahabat dengan orang yang senantiasa mengajakku dalam kebaikan. Sebuah kebahagiaan yang luar biasa ketika ajaran Rasul dapat teramalkan. Semoga aku hidup dalam lingkungan orang-orang yang senantiasa mengamalkan syari'at islam serta sunnah Rasul. Aamiin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun