Rasa ingin tahu manusia adalah dasar dari pengetahuan. Setiap jenis pengetahuan memiliki karakteristik yang berbeda tergantung pada cara mereka memperoleh dan subjek yang dikaji. Dua faktor yang membentuk pengetahuan manusia adalah kemampuan berpikir yang terarah, atau penalaran, dan kemampuan berbahasa untuk berkomunikasi (Dewi, 2021). Menjadi makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia memiliki kualitas fisik, spiritual, dan mental yang membedakannya dari makhluk lain. Manusia dianggap sebagai makhluk yang sempurna Karena mereka adalah makhluk pertama yang menggunakan bahasa. Penguasaan bahasa, kemampuan berpikir, dan kesempurnaan bentuk ragawi adalah tiga ciri khas manusia. Dengan kemampuan berpikir, merasa, dan mengindra, manusia memiliki kemampuan untuk memperoleh pengetahuan.
Keingintahuan tentang segala sesuatu di alam semesta adalah dasar keberadaan manusia dan ilmu pengetahuan. Sebagai hasil dari proses berpikir, ilmu pengetahuan berkembang menjadi obor peradaban yang membantu manusia menemukan diri mereka sendiri, memahami eksistensi, dan menghayati hidup dengan cara yang lebih baik. Masalah yang muncul dalam diri manusia mendorong mereka untuk berpikir, bertanya, dan mencari jawaban hingga mereka akhirnya menemukan kebenaran dalam hidup. Oleh karena itu, bidang ilmu pengetahuan terus berkembang seiring perkembangan manusia. Tiga komponen utama pengetahuan dikenal dalam filsafat ilmu: ontology, epistemologi, dan aksiologi, yang menekankan bagaimana pengetahuan digunakan dan bermanfaat bagi masyarakat. Ketiga komponen ini bekerja sama, sehingga ilmu pengetahuan memiliki dasar yang jelas dan bermanfaat bagi manusia dan peradaban.
Rudolf Goclenius pertama kali menggunakan istilah "ontologi" untuk menyebut teori hakikat metafisis pada tahun 1636 M. Christian Wolff kemudian membagi metafisika menjadi dua kategori: metafisika umum dan metafisika khusus. Secara umum, "metafisika" biasanya didefinisikan sebagai ontologi. Namun, ontologi hanyalah bagian pertama dari metafisika, yang membahas teori tentang keberadaan, batasannya, dan semua yang termasuk di dalamnya. Kata Yunani "logos", yang berarti ilmu, dan "ontos", yang berarti keberadaan atau ada. Oleh karena itu, ontologi dapat dipahami sebagai domain yang menyelidiki berbagai hal, baik konkret maupun abstrak (Albadri et al., 2023).
Dalam filsafat, ontologi sering dianggap sebagai teori tentang prinsip umum tentang apa yang ada. Teori ini berusaha memahami dasar dunia dengan menyelidiki berbagai kategori, seperti benda fisik, hal universal, dan konsep abstrak. Kajian ontologi dalam perspektif Islam terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama adalah objek ilmu yang bersifat materi, yang dapat dilihat, didengar, dan dirasakan. Ini termasuk bidang akademik seperti sains, eksak, politik, sosial, budaya, dan psikologi, antara lain. Kedua, objek ilmu yang tidak berkaitan dengan materi non-materi tidak dapat dilihat, didengar, atau dirasakan seperti objek materi. Kebahagiaan rohani adalah hasil akhir dari hal-hal nonmaterial ini. Contoh benda yang berbicara tentang ruh, sifat, dan wujud Tuhan (Dewi, 2021).
Epistemologi muncul setelah ontologi, yang berbicara tentang subjek atau subjek penelitian. Bidang ini menarik untuk dipelajari karena menciptakan berbagai teori tentang pengetahuan manusia dan menjadi fondasi untuk pengetahuan umum. Konsep dan aspek praktis ilmu telah berkembang pesat hingga saat ini, dan struktur ilmu pengetahuan sendiri dapat dilihat. Epistemologi adalah dasar dari banyak aliran filosofi modern, termasuk pragmatisme, rasionalisme, positivisme, eksistensialisme, dan lainnya. Istilah epistemologi berasal dari kata Yunani "episteme", yang berarti "pengetahuan," dan "logos", yang berarti "ilmu." Cabang filsafat ini membahas sumber pengetahuan, teknik, struktur, dan kebenarannya. Epistemologi menekankan bagaimana pengetahuan terbentuk dan sejauh mana kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan, sementara ontologi berfokus pada hakikat "apa yang ada" (Dewi, 2021).
Salah satu bidang ilmu filsafat yang paling sering dibahas dan menarik adalah epistemologi. Banyak topik yang berkembang dalam ilmu pengetahuan, terutama filsafat, akhirnya berkembang menjadi studi khusus tentang cara manusia berpikir. Intinya, epistemologi bertujuan untuk menjawab pertanyaan seperti bagaimana sesuatu bisa terjadi, bagaimana kita bisa mengetahuinya, bagaimana ia berbeda dari yang lain, dan bagaimana kondisi atau keadaannya dalam ruang dan waktu. Nama "epistemologi" berasal dari kata Yunani "episteme", yang berarti "pengetahuan," dan "logos", yang berarti "ilmu." Oleh karena itu, epistemologi dapat didefinisikan sebagai bidang yang menyelidiki pengetahuan secara keseluruhan, mulai dari asal-usulnya hingga tingkat kepercayaannya (Pajriani et al., 2023).
Cabang filsafat yang disebut "aksiologi" membahas nilai ilmu pengetahuan dan cara manusia menggunakannya. Ini berasal dari bahasa Yunani, di mana "axios" berarti "nilai" dan "logos" berarti "ilmu" atau "teori". Oleh karena itu, aksiologi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai teori tentang nilai. Fokus utama aksiologi adalah mengamati bagaimana ilmu terhubung dengan nilai, seperti apakah ilmu itu neutral atau terikat pada nilai tertentu. Aksiologi sering berhubungan dengan norma, seperti apa yang dianggap baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, karena berhubungan dengan nilai (Dewi, 2021).Â
Aksiologi adalah cabang filsafat yang membahas apa arti ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia dan mencakup hal-hal seperti nilai moral, keadilan, dan keindahan. Aksiologi terbagi menjadi dua aspek utama, yaitu etika, yang membahas moral, norma, dan perilaku, dan estetika, yang menekankan keindahan dan pengalaman rasa. Selain itu, aksiologi memiliki fungsi teoritis untuk memberikan pemahaman dasar tentang nilai dan fungsi praktis untuk menekankan penerapan nilai-nilai ini dalam kehidupan nyata. Tujuannya untuk menentukan apakah pengetahuan itu benar atau baik. Semua orang tahu bahwa ilmu pengetahuan membantu dan membantu orang. Karena itu, aksiologis sangat penting dalam proses pengembangan ilmu karena cabang ilmu tanpa nilai aksiologis lebih cenderung berdampak buruk pada kehidupan manusia dan bahkan dapat mengancam kehidupan sosial (Santi et al., 2023).
Oleh karena itu, ontologi, epistemologi, dan aksiologi bekerja sama untuk membangun ilmu pengetahuan. Ontologi membahas apa yang ada, sedangkan epistemologi menekankan bagaimana pengetahuan dapat diperoleh dengan benar, dan aksiologi menekankan bagaimana ilmu bermanfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, tiga hal ini sangat penting agar pengetahuan yang kita peroleh bukan hanya memiliki dasar, tetapi juga dapat digunakan secara efektif dan bermanfaat bagi manusia dan peradaban.
Daftar Pustaka
Albadri, P. B., Ramadani, R., Amanda, R., Nurisa, N., Safika, R., & Harahap, S. S. (2023). Ontologi Filsafat. PRIMER: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(3), 311--317. https://doi.org/10.55681/primer.v1i3.148