Mohon tunggu...
Ahmad Shodiqurrosyad
Ahmad Shodiqurrosyad Mohon Tunggu... -

Dilahirkan di kawasan yang kental akan nuansa tradisionalisnya, juga mempengaruhi mainset aku yang moderat. Menjadi mahasiswa pun saya selalu berusaha menjadi seorang intermediate antar berbagai individu maupun golongan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Merumuskan (Ulang) Konsep Tata Kelola Negara

16 September 2013   06:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:50 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepanjang dua bulan lebih, nilai tukar rupiah terhadapa mata uang asing terus mengalami pelemahan. Tertekannya nilai rupiah menimbulkan berbagai opini akan penyebabnya. Dan jika dipikir-pikir, opini-opini yang muncul memang banyak benarnya, walaupun mungkin ada juga sebagian yang kurang sepakat atau bahkan menyalahkan.

Terlepas benar atau tidak, salah satu opini yang perlu mendapat perhatian adalah melonjaknya nilai impor Indonesia. Dianggap perlu karena secara subtantif menggambarkan kondisi riil Indonesia. Lonjakan impor telah menyebabkan defisit neraca perdagangan Juli 2013 mencapai USD2,31 miliar. Sedangkan secara akumulatif, neraca perdagangan Januari-Juli 2013 mengalami defisit sebesar USD5,65 miliar, atau yang terburuk dalam sejarah (Koran SINDO, 03/09).

Kebijakan melakukan impor secara besar-besaran menunjukkan bahwa secara nyata, Indonesia telah gagal memenuhi kebutuhannya dengan hanya mengandalkan produksivitas dalam negeri. Sehingga, mau tidak mau Indonesia merasa harus mendatangkan (membeli) lebih banyak lagi barang dan jasa dari luar negeri. Lebih parah lagi, sebagian besar barang yang diimpor adalah barang-barang yang harus ada (kebutuhan pokok) bagi rakyat Indonesia dan semakin tahun tidak semakin berkurang, namun semakin bertambah jumlahnya.

Hal tersebut patut disayangkan memang mengingat secara potensial, Indonesia dideskripsikan sebagai negara besar dan berdaulat. Kalau dihubungkan dengan masalah di atas, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi mencukupi kebutuhannya bahkan kebutuhan negara lain. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, untuk makan saja Indonesia malah harus bergantung kepada luar negeri.

Jika melihat potensi Indonesia yang luar biasa dan realisasi yang biasa-biasa saja, menunjukkan telah terjadi ketimpangan yang tidak dapat dianggap remeh. Di sinilah letak permasalahan sesungguhnya. Sebagai negara yang sangat kaya akan sumber daya alam dan manusia, Indonesia tidak mampu memaksimalkan potensinya yang luar biasa. Kegagalan ini, tak lain dan tak bukan disebabkan oleh kesalahan dalam tata kelola. Indonesia tidak mampu mengelola dengan baik kekayaan alamnya yang melimpah ruah. Di sisi yang lain, Indonesia juga masih belum mampu menata sistem pengelolaan dalam segala hal.

Konsep tata kelola yang dilakukan pemerintah saat ini nyata-nyata memang belum mampu mengelola Indonesia dengan baik. Pemerintah memang seyogyanya sudah harus membenahi konsep tersebut. Peluang itu masih sangat besar dan sama besarnya peluang untuk berhasil. Dengan segala yang dimilikinya, Indonesia sangat mampu untuk menjadi negara yang lebih baik. Indonesia sangat mampu untuk memenuhi segala kebutuhannya. Bahkan Indonesia juga mampu memenuhi kebutuhan bangsa lain dengan cara terus melalukan perbaikan konsep tata kelolanya. Tentunya, perbaikan itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, tidak hanya asal lalu. Permasalahan yang dihadapi bangsa tidak akan berhasil jika langkah pemecahannya hanya bersifat jangka pendek. Orientasi jangka panjang dan menyeluruh lebih layak dikedepankan karena itulah satu-satunya asumsi yang tepat untuk Indonesia yang lebih baik dan berdaulat.

Begitu juga Rupiah. Rupiah merupakan legal tender bagi wilayah Republik Indonesia, maka Rupiah merupakan simbolkedaulatan dan kehormatan. Jika tolok ukur kedaulatan Indonesia adalah kedudukan (bargaining position) rupiah terhadap mata uang asing. Maka kuatnya Rupiah berarti menunjukkan kuatnya kedaulatan Indonesia. Begitu juga sebaliknya, jika rupiah berada dalam posisi yang lemah, berarti lemah pula kedaulatannya. Semakin lemah posisinya, berarti semakin melemah kedaulatannya. Buktinya, untuk makan saja Indonesia masih bergantung dari negara lain. Lalu, sampai kapan Indonesia akan seperti ini? hanya Allah Yang Tahu. Apakah kita dapat terima dengan jawaban seperti itu? Kan nggak?

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun