Menarik untuk dibahas mengenai sekolah pendidikan anak usia dini yang sering menjadi kambing hitam di masyarakat. Katanya, anak PAUD lulus tanpa keterampilan membaca, menulis dan berhitung yang bagus. Karena ketika dilepaskan ke jenjang SD, anak anak ini dianggap tertinggal. Anak tidak bisa membaca saat masuk SD dianggap kesalahan PAUD karena tidak mengajarkan hal demikian.
"Kalau anak tidak diajarkan menulis, mambaca, berhitung, itu masih tidak belajar namanya," begitulah kata salah seorang ibu. "Sekolah di PAUD sekarang mah cuma bermain sama nyanyi-nyanyi." Lanjutnya lagi.
Kalimat yang sederhana, tapi menyiratkan stigma lama masyarakat yang belum paham, apa itu pendidikan usia dini.
Dalam kurikulum Merdeka saat ini, satuan PAUD diimbau untuk tidak memaksakan calistung, dan lebih berfokus pada pendidikan karakter serta fondasi belajar yang sesuai dengan usia anak.
Satuan PAUD dewasa ini tidak lagi menggunakan pendekatan formal. Seperti anak duduk rapi di meja, diberi kertas latihan, dan diajarkan menulis huruf dan angka berulang kali. Yang mana pendekatan seperti ini sangat diminati dengan paradigma masyarakat kebanyakan, dan dianggap lebih baik.
 Jadi, tentu benar jika PAUD saat ini hanya menyediakan layanan bermain untuk anak-anak. Lebih banyak bernyanyi, mendongeng, dan mengekspresikan diri. Namun, para ibu kebanyakan tak senang, merasa sia-sia menyekolahkan anak hanya untuk  bermain balok dan belajar berbaris di sekolah.
Sepintas, memang apa gunanya bermain balok, belajar berbaris, dan mendengarkan dongeng? Karena si ibu merasa jika seperti itu saja, ia juga bisa mengajarkan. Kenapa repot-repot sekolah pendidikan tinggi hanya untuk mengajarkan anak memasukkan bola ke dalam kardus?
Mungkin perlu diketahui, bahwa usia dini adalah masa keemasan anak. Karena itu, di PAUD tidak serta merta diajarkan calistung, tetapi dianjurkan program pra-aksara, di mana anak belajar mengenal huruf, angka dan simbol dari permainan dan cara yang menyenangkan.
Mengapa harus demikian? Apa pentingnya golden age anak?
Bukannya tidak penting, belajar membaca, menulis dan berhitung memerlukan pemahaman yang pelik bagi anak. Dalam usianya, 90% otak anak tumbuh, akan tetapi lebih peka terhadap stimulasi sederhana. Seperti bermain, bernyanyi, atau sekadar berinteraksi dengan teman.
Jika anak usia dini dijejali dengan pelajaran calistung yang monoton dan tidak menyenangkan, hal ini berisiko pada psikologis mereka saat dewasa. Hilangnya kesempatan untuk mengasah rasa ingin tahu dan mengeksplor hal lebih jauh, kreativitas dan empati. Hal hal ini tentu tidak kalah penting dari belajar mengeja huruf A sampai Z.