Mohon tunggu...
Rosiana
Rosiana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

A reluctant learner.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Teloletmu? Ini Teloletku

31 Desember 2016   00:27 Diperbarui: 31 Desember 2016   00:44 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumbe: thejakartapost.com

Belakangan ini fenomena pemburu telolet begitu marak dimana-mana. Bahkan, saat ini di beberapa tempat banyak anak muda, pelajar, mahasiswa yang tak segan bergerombol untuk meminta bunyi “telolet” klakson kendaraan umum di pinggir jalan. Pun sama halnya di dunia maya, tagline “Om Telolet Om” menjadi viral di berbagai media sosial. Begitu mudah kita temukan orang-orang yang mengabadikan video atau foto saat berburu telolet di akun medsos seperti facebook, youtube, twitter, instagram. Bahkan hastag #OmTeloletOm menjadi World Trending Topic di twitter.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa sih yang mendasari mereka, para pemburu telolet untuk melakukan hal konyol seperti itu? Dan luar biasanya lagi bukan hanya segelintir orang yang melakukan hal konyol tersebut, tapi hampir setiap orang diseluruh dunia berburu telolet dengan versinya masing-masing. Walaupun memang berburu telolet adalah hal yang mungkin bisa dikatakan konyol. Namun ingatlah kembali sekonyol apapun perilaku berburu telolet, realitas tersebut tetaplah merupakan salah satu realitas perilaku manusia. Dan setiap perilaku manusia tentu didorong oleh stimulus.

Lantas apa sih yang menjadi stimulus, perangsang, pemicu para pemburu telolet untuk melangsungkan aksi turun ke jalan sambil teriak "Om Telolet Om" ???

Menurut Sekjen Himpunan Psikologi (HIMPSI), dr Josephine R, fenomena ‘Om Telolet Om’ bisa dijelaskan melalui pendekatan psikologi. Jika dilihat berdasarkan pendekatan psikologi, fenomena ‘Om Telolet Om’ merupakan bentuk kebutuhan bangsa terhadap suatu hal yang menyenangkan dan menghibur. “Ada sesuatu yang membuat kita ketawa bareng , tanpa ada unsur yang membuat kita berbeda. Mungkin ajakan itu yang awalnya tak bertujuan demikian, tetapi akhirnya menjadi dibawa ke arah sana,” katanya menjelaskan.

Ia menjelaskan, hal yang membuat masyarakat merasa senang , bukan saat mendengar klakson telolet dari bus berbunyi. Namun, terpenuhinya keinginan untuk berinteraksi dengan bus dan pengemudi. “Seperti butuh perhatian, diberikan perhatian. Sebetulnya kalau kita mau melihat sesederhana itu saja,” ujarnya.

Dari penuturan tersebut, sebenarnya kita bisa melihat bahwa ternyata berburu telolet mampu memberikan kebahagiaan dengan cara sederhana. Telolet dicari. Telolet dikejar. Telolet diburu oleh banyak orang karena memang kenyataannya mampu memberikan sebuah kebahagiaan, walaupun hanya sesaat. Dari fenomena ‘Om Telolet Om’ ini kita bisa menghayati bahwa pada dasarnya manusia senantiasa menginginkan sebuah kebahagiaan. Dan kebahagiaan akan bisa diraih dengan sebuah usaha atau perjuangan.

Walaupun memang berburu telolet kederangannya konyol dan sepele namun jangan salah. Ada sebuah usaha besar dan berani yang harus dilakukan oleh mereka para pemburu telolet demi mendapatkan kesenangan melakukan hal tersebut. Mereka, para pemburu telolet harus menanggung malu ketika perilaku mereka ditertawakan oleh orang lain karena menganggap hal tersebut konyol. Tak hanya itu, namun mereka pun harus siap menanggung resiko terburuk yang bisa mengancam keselamatan diri mereka. Karena untuk berburu telolet mereka harus turun kejalan mendekati bus atau truk yang tengah melaju  hingga berada di badan jalan.

Dari fenomena 'Om Telolet Om' ini , menurut saya ada satu hikmah yang bisa diambil tentang bagaimana perjuangan kita sebagai manusia dalam menggapai kebahagiaan. Para pemburu telolet saja bisa sampai mengabaikan rasa malu dan keselamatan dirinya hanya untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan sesaat. Telolet adalah bahagia mereka. Lantas apa bahagia buat kamu? Jika bahagia telolet hanya sesaat namun perjuangan untuk mendapatkannya beresiko rasanya hanya berbuah sia-sia usaha kita. Bukankah kebahagiaan tertinggi yang lebih pantas untuk diperjuangkan? Apakah telolet mampu memberikan kebahagiaan tertinggi?

Referensi:
Koran Republika Edisi Sabtu, 24 Desember 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun