Mohon tunggu...
Rosa Folia
Rosa Folia Mohon Tunggu... Independent Writer -

Bachelor of Arts in International Relations from Universitas Airlangga; Master of Arts in International Relations from Universitas Gadjah Mada. Politics, social, culture, football (not necessarily in that order). [Twitter: @folia_deux] [E-mail: rosafolia20@gmail.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bohong Kalau Hanya Ada Pilihan Jomblo, Nikah Muda, atau Melakukan Dosa

1 September 2016   11:34 Diperbarui: 1 September 2016   14:20 2151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.lennyletter.com

Saya tidak tahu negara mana lagi yang penduduknya, terutama anak-anak mudanya, begitu gigih menginginkan dan memperjuangkan nikah muda selain Indonesia. Bahkan, di media sosial seperti Instagram muncul akun dengan nama @gerakannikahmuda dengan jumlah followers­ sekitar 18.000.

Pernikahan anak ustad Arifin Ilham, Muhammad Alvin Faiz, yang masih berusia 17 tahun yang digelar baru-baru ini pun dijadikan alat untuk menjustifikasi bahwa berumah tangga di usia muda adalah hal yang berani dan membanggakan. Mungkin lebih membanggakan dari memenangkan emas olimpiade. No, Sir! Anda melanggar Undang-undang tentang Pernikahan!

sumber: Instagram @gerakannikahmuda
sumber: Instagram @gerakannikahmuda
Pertama kali saya mendengar tentang “kampanye” untuk menyegerakan pernikahan adalah dari Twitter antara tahun 2012 dan 2013, terutama dari ustad Felix Siauw yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

Dia bahkan sampai secara khusus menulis buku Udah Putusin Aja yang meski kemasannya sangat eye-catching, tapi sayangnya isinya mudah ditebak: putuskan pacarmu kalau dia tidak segera melamarmu. Ustad Felix juga mengadakan tur serta seminar berbayar untuk menyebarkan paham yang dianutnya tentang nikah muda.

Ajaran Tentang Nikah Muda (sumber: Meraih Bintang)
Ajaran Tentang Nikah Muda (sumber: Meraih Bintang)
Lalu, hadir pula buku berjudul Indonesia Tanpa Pacaran tulisan La Ode Munafar yang menurut situsnya dia berhasil menulis 54 judul buku dalam 4 tahun –jauh lebih banyak dari seorang Andrea Hirata yang hanya mampu menghasilkan 8 buku sejak Laskar Pelangi terbit tahun 2005 atau Haruki Murakami yang hanya bisa menerbitkan 13 buku selama 37 tahun. Menurut La Ode, kita lebih baik jadi jomblo jika belum siap menikah. Seperti ustad Felix, La Ode pun berkeliling Indonesia memberikan seminar-seminar berbayar.

Melihat dari media sosial mereka, baik peminat buku Udah Putusin Aja dan Indonesia Tanpa Pacaran maupun seminar-seminar mereka juga terbilang cukup banyak. Para “aktivis” nikah muda ini memang gencar membombardir followers mereka dengan dalil-dalil seperti pacaran adalah zina dan zina adalah dosa besar. Kesimpulannya: menikahlah untuk menghindari zina.

sumber: Instagram Gerakan Menikah Muda
sumber: Instagram Gerakan Menikah Muda
Melihat fenomena ini saya sampai bengong sendiri. Apa yang sedang terjadi adalah polarisasi isu: jomblo, nikah muda, atau dosa. Saya pun berulang kali membatin, “Jadi alasan menikah adalah untuk menghalalkan hubungan badan?”. Kok rasanya sempit sekali pandangannya... Menurut saya, tuduhan membabi buta bahwa orang berpacaran itu secara otomatis masuk neraka, atau menyatakan bahwa nikah muda adalah jalan penebusan agar masuk surga merupakan bentuk penghinaan kepada pria dan wanita yang belum maupun sudah menikah.

Pertama, yang selalu ditekankan oleh para “aktivis nikah muda atau dosa” adalah pacaran itu zina. Artinya, bagi mereka, setiap pria punya syahwat yang tidak bisa dikontrol dengan apapun. Isi otak pria adalah tentang bagaimana memuaskan isi celana dalam mereka. Kita harus akui, sentuhan fisik adalah salah satu kebutuhan biologis setiap manusia. Namun, menganggap semua pria tidak mampu mengendalikan nafsunya – layaknya binatang – adalah sebuah penghinaan bagi pria itu sendiri.

Banyak pria yang mengejar pendidikan dan karirnya sembari pacaran bukan karena ingin menikmati tubuh pacarnya. Mereka berpacaran karena di dunia yang normal pacaran adalah hal yang wajar untuk mengetahui apakah seseorang bisa diajak kerjasama dalam kerumitan seperti kehidupan rumah tangga. Tidak perlu jadi Albert Einstein untuk memahami ini.

Kedua, secara tidak langsung para wanita dianggap makhluk lemah yang tidak bisa melindungi diri sendiri. Ini adalah narasi yang terus-menerus disebarluaskan secara sistematis. Wanita yang begitu lemah harus dihadapkan pada buasnya syahwat pria.

Ibarat barang, wanita adalah barang mudah pecah. Para pria sebagai pembeli bisa saja memecahkan barang tersebut tanpa membelinya. Logika ini menyejajarkan wanita dengan barang yang diam di satu tempat, menunggu pembeli. Sedangkan pria punya uang dan pilihan untuk memecahkan tanpa membeli atau membeli barang tersebut lebih dulu kemudian bebas mau diapakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun