"Mobilitas guru dalam dunia pendidikan adalah hal yang wajar. Namun yang harus ditekankan adalah etika transisi. Guru adalah figur teladan. Jika berpindah tempat kerja dengan cara yang tidak etis, maka akan mencederai makna profesionalisme itu sendiri."
Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Dr. Suyanto, M.Ed., guru besar pendidikan:
"Sertifikat pendidik bukan hanya hak administratif, tetapi juga pengakuan terhadap profesionalisme. Maka tanggung jawab moral terhadap institusi awal yang membina dan mendukung tidak boleh diabaikan."
Refleksi: Antara Pilihan dan Kewajiban
Tidak ada yang salah dengan keinginan guru untuk mencari lingkungan kerja yang lebih baik, gaji yang lebih layak, atau jenjang karier yang lebih menjanjikan. Namun demikian, sebagai seorang pendidik profesional, guru juga harus menunjukkan integritas dan keteladanan dalam setiap keputusan, termasuk dalam proses pengunduran diri.
Pendidikan adalah proses jangka panjang yang melibatkan kepercayaan, tanggung jawab, dan hubungan antar manusia. Ketika guru bersertifikat dengan mudah berpindah lembaga tanpa proses etis, maka akan muncul pertanyaan: Apakah profesionalisme hanya sebatas administratif, atau juga mencakup nilai-nilai luhur yang kita ajarkan kepada peserta didik?
Penutup
Etika profesi guru harus berjalan seiring dengan hak profesional. Sertifikat pendidik bukanlah sekadar tiket untuk berpindah kerja, tetapi juga simbol kepercayaan publik terhadap kapasitas dan integritas seorang pendidik. Maka dari itu, setiap keputusan yang diambil guru, termasuk ketika memilih keluar dari sekolah asal, haruslah didasari oleh pertimbangan etis, tanggung jawab moral, dan komitmen terhadap dunia pendidikan itu sendiri. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI