"Krisis Adalah Sahabat Bankir: Jamie Dimon dan Irama Suram Pasar Obligasi Amerika"
Oleh Ronald Sumual Pasir
"Don't panic if there's a crack in the bond market."
Begitu kata Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase, dalam forum keuangan internasional belum lama ini. Kalimatnya terdengar menenangkan, bahkan bijak. Tapi jika dicermati lebih dalam, ia tak sedang menenangkan publik, melainkan memberi isyarat bahwa badai akan datang---dan bank-bank besar seperti miliknya sudah lebih dulu memakai pelampung.
Pasar Obligasi: Sumbu Panas Krisis yang Tak Terelakkan
Pasar obligasi AS sedang berada dalam kondisi rapuh. Yield obligasi 10 tahun sempat menembus 4,7%---tertinggi dalam 16 tahun terakhir---seiring kebijakan suku bunga tinggi The Fed untuk menjinakkan inflasi (CNBC, 2024). Tapi lonjakan ini bukan tanpa korban.
Dengan utang nasional AS menyentuh lebih dari $34 triliun (US Treasury, 2025), investor mulai kehilangan kepercayaan pada kemampuan bayar pemerintah. Akibatnya, mereka menuntut imbal hasil lebih tinggi, mendorong nilai obligasi jatuh dan menyebabkan kerugian bagi pemegang obligasi, termasuk bank, dana pensiun, dan pemerintah daerah.
Jamie Dimon: Penerima Manfaat dari Kekacauan?
Jamie Dimon dalam wawancara dengan CNBC menyatakan bahwa ia "tidak akan panik" karena retaknya pasar obligasi adalah sesuatu yang ia prediksi dan siap hadapi (CNBC, 2024). Ia bahkan menambahkan bahwa JPMorgan tetap mencetak keuntungan tinggi meski kondisi pasar memburuk.
Sebagian analis menyebut sikap ini sebagai sinisme kelas satu. Bagaimana tidak? Dalam krisis, bank-bank seperti JPMorgan kerap mendapat likuiditas murah dari The Fed dan stimulus fiskal, sementara rakyat kecil hanya mendapat inflasi, PHK, dan pemotongan anggaran sosial.
Krisis Adalah Komoditas, Bukan Bencana
Mari kita flashback:
*2008, krisis subprime mortgage menghancurkan ekonomi global. JPMorgan membeli Bear Stearns dengan harga obral dan menyelamatkan dirinya dengan suntikan pemerintah (NY Times, 2008).
*2020, pandemi menghantam dunia. Sementara UMKM bangkrut, JPMorgan membukukan laba $29 miliar pada 2021 (Reuters, 2022).
*Kini, saat pasar obligasi menghadapi tekanan besar, Jamie Dimon kembali menyebut banknya "sedang dalam kondisi terbaiknya."