Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Graduated from Boston University. Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Wilmar Group: Ketika Sawit Menelan Hutan, Jejak Deforestasi yang Menggetarkan Nurani.

19 Juli 2025   20:15 Diperbarui: 19 Juli 2025   20:15 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika Sawit Menelan Hutan: Jejak Deforestasi Wilmar Group yang Menggetarkan Nurani

Oleh: Ronald Sumual Pasir

Di balik kemasan cantik minyak goreng di dapur kita, ada cerita kelam yang jarang dibicarakan: hutan tropis yang sirna, satwa liar yang terusir, dan tanah adat yang terampas. Nama Wilmar International atau yang dikenal sebagai Wilmar Group mencuat sebagai salah satu aktor besar dalam industri sawit global. Namun, bersama kejayaan ekonominya, menggelinding pula dosa ekologis yang tak bisa dihapus hanya dengan sertifikat "berkelanjutan."

Wilmar Group bukan pemain kecil. Berdasarkan laporan Greenpeace dan Forest Peoples Programme, Wilmar mengendalikan ratusan perusahaan di sektor perkebunan dan pengolahan sawit---dari Kalimantan hingga Sumatra, dari Indonesia ke Afrika. Di Indonesia saja, jaringan Wilmar mengelola puluhan konsesi yang luasnya ratusan ribu hektare. Banyak di antaranya berlokasi di wilayah yang sebelumnya adalah hutan primer dan habitat keanekaragaman hayati dunia.

Pada 2018, laporan investigasi Chain Reaction Research mengungkap bahwa beberapa pemasok Wilmar Group terlibat dalam pembukaan lahan secara ilegal, pembakaran hutan, dan perampasan tanah adat di Papua dan Kalimantan. Tak jarang, perusahaan afiliasi Wilmar mengklaim lahan adat tanpa proses FPIC (Free, Prior, Informed Consent)---pelanggaran serius terhadap hak masyarakat adat. [1]

Ironisnya, Wilmar pernah menyatakan komitmennya terhadap kebijakan NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation) sejak 2013. Namun realitas di lapangan menunjukkan jurang antara janji dan tindakan. Salah satu contoh tragis adalah pembukaan lahan gambut di Kalteng oleh anak usaha pemasok Wilmar, yang menyebabkan kebakaran hebat dan kabut asap lintas batas negara. [2]

Wilmar juga disebut dalam daftar hitam beberapa lembaga lingkungan internasional. Laporan Mighty Earth tahun 2020 menyoroti hubungan Wilmar dengan deforestasi di Afrika Barat dan Papua Nugini, dua kawasan yang sebelumnya dianggap sebagai "paru-paru dunia" berikutnya. Dengan dalih ekspansi ekonomi, pohon-pohon purba ditebang dan diganti dengan hamparan monokultur sawit yang miskin keanekaragaman. [3]

Lebih jauh lagi, keberadaan Wilmar tak hanya menggerus hutan, tetapi juga menggusur ruang hidup manusia. Konflik agraria antara perusahaan afiliasi Wilmar dan masyarakat lokal tercatat dalam laporan Sawit Watch dan Komnas HAM. Lahan pertanian rakyat diambil alih, hutan adat dikepung pagar seng, dan mereka yang bersuara---dipidana atau dibungkam. [4]

Tak ada yang menafikan pentingnya industri sawit bagi ekonomi nasional. Namun, apakah pertumbuhan ekonomi harus dibayar dengan kehancuran ekologis dan penderitaan sosial? Wilmar, dengan kekuatan modal dan jaringannya, sejatinya bisa menjadi pionir sawit yang benar-benar berkelanjutan. Tapi selama praktik eksploitatif tetap berlangsung dan pengawasan longgar, sawit akan tetap menjadi simbol tragedi tropis.

Kini, kita sebagai konsumen punya kekuatan: memilih dengan kesadaran. Menuntut transparansi. Meminta pertanggungjawaban. Dan tak kalah penting: menulis, bersuara, dan membuka mata lebih banyak orang bahwa di balik minyak sawit murah, ada hutan yang berteriak diam-diam.

Referensi:
1.Chain Reaction Research (2018), "Wilmar's NDPE Commitments: Mixed Results on Implementation."
https://chainreactionresearch.com
2.Greenpeace Indonesia (2021), "Wilmar dan Jejak Deforestasi: Siapa Bertanggung Jawab?"
https://www.greenpeace.org/indonesia
3.Mighty Earth (2020), "Rapid Response Reports: Palm Oil and Deforestation in Africa."
https://www.mightyearth.org
4.Sawit Watch dan Komnas HAM (2019), "Konflik Agraria dan Hak Masyarakat Adat dalam Industri Sawit."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun