Taktik Bertahan: Ajukan Restrukturisasi, Tambah Kredit
Ketika proyek gagal, pemiliknya tak lantas bangkrut. Mereka justru meminta:
*Rescheduling: jadwal pembayaran diubah.
*Refinancing: utang lama dibayar dengan utang baru.
*Restructuring: kredit lama dikemas ulang seolah proyek masih layak.
Bahkan banyak yang sengaja membuat proyek over-budget (cost overrun) agar kredit ditambah. Dana tambahan ini kemudian digunakan untuk hal lain: beli aset pribadi, limpahkan ke proyek baru, atau sekadar disimpan sebagai dana darurat.
Semua ini tidak akan terjadi tanpa kerja sama gelap antara pengusaha, konsultan, dan pejabat perbankan. Mereka menciptakan sistem yang penuh kebohongan, tapi tampak legal di atas kertas.
Akhirnya: Kredit Macet dan Industrialisasi Gagal
Beberapa tahun setelahnya, dampaknya mulai terasa:
*Kredit macet menjamur di bank-bank BUMN.
*Industri-industri tutup karena tidak efisien.
*Barang-barang impor mulai masuk dan jauh lebih kompetitif.
Proteksi pun diminta oleh para pengusaha. Mereka berteriak bahwa barang lokal harus dilindungi dari serbuan luar. Padahal, jika proyek dari awal dijalankan dengan niat baik dan efisiensi yang rasional, produk Indonesia bisa bersaing.
Upaya proteksi seperti bea masuk tinggi, SNI, hingga kuota impor hanya memperpanjang napas industri yang sebenarnya sudah sakit sejak lahir.
Bangkrutnya Sistem: Lahirnya Bank Mandiri dan Hilangnya Jejak
Pada akhir era Orde Baru, empat bank besar negara mengalami keruntuhan kredit:
*Bank Bumi Daya
*Bank Dagang Negara
*Bank Ekspor Impor
*Bank Pembangunan Indonesia
Keempatnya kemudian dilebur menjadi satu entitas: Bank Mandiri.