Banjir adalah bencana tahunan yang selalu melanda tanah air tercinta. Bali yang terkenal dengan keindahan alam dan destinasi wisata yang ada di dalamnya juga tak terlepas dari bencana yang satu ini. Kawasan Bali kini porak-poranda karena banjir yang melanda sejak Selasa (9/9/2025). Menurut ekonom Universitas Udayana, Amrita Nugraheni Saraswaty, dampak banjir bandang di Bali telah menyebabkan kerugian materiil bagi warga dan pelaku usaha yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah. Banjir tersebut juga menyebabkan kerusakan infrastruktur bangunan, jembatan, serta terganggunya akses pelayanan publik.
Banjir terjadi bukan karena tanpa sebab, melainkan karena ulah tangan manusia sendiri yang merusak alam. Curah hujan yang ekstrem selalu menjadi tuduhan yang menyebabkan banjir. Padahal menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq, menyebut setidaknya separuh dari wilayah Bali mengalami tekanan ekologis serius. Sorotan utama dalam masalah ekologis ini yaitu rendahnya tingkat tutupan hutan di wilayah pegunungan.Â
Di kawasan sekitar Gunung Batur, Kabupaten Bangli, vegetasi yang tersisa hanya mencakup kurang dari 4 persen. Bali sebagai destinasi wisata dunia mengalami lonjakan pembangunan hotel, vila, dan cottage, terutama di kawasan lereng bukit, sawah, hingga daerah resapan air. Lahan yang seharusnya berfungsi menyerap air hujan berubah menjadi bangunan permanen dan area beton, sehingga daya serap berkurang drastis.
Penanganan sampah oleh pemerintah daerah dinilai masih menyisakan banyak masalah. Timbunan sampah yang menumpuk di drainase memperparah banjir. Namun, produksi sampah terus meningkat lantaran meningkatnya jumlah wisatawan yang berdatangan ke Bali. Bencana banjir tidak menghabat usaha pemerintah untuk menggaet turis berdatangan ke tempat wisata ini. Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana menyebut peristiwa banjir yang melanda Bali tidak berpengaruh terhadap kunjungan pariwisata. Pernyataan tersebut seakan menunjukkan bahwa persoalan banjir dianggap bukan prioritas utama, selama jumlah wisatawan tetap stabil dan situasi aman.
Hal ini jelas-jelas mengabaikan lingkungan. Alih fungsi lahan dan tidak terkendalinya produksi sampah adalah penyebab utama terjadinya banjir. Pembangunan dengan sistem kapitalis menjadikan pemerintah memprioritaskan turis dan investasi ketimbang menjaga lingkungan. Kapitalisme hanya mengedepankan keuntungan ekonomi saja dengan megorbakan kelestarian ekologi pada alam.Â
Sistem kapitalisme sekuler sering kali melalaikan kepentingan rakyat demi keuntungan materi yang ingin diraih oleh penguasa-penguasa kapital. Padahal Allah SWT telah melarang berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik (QS Al-A'raf [7]: 56). Alam adalah amanah Allah. Air, hutan, sungai adalah milik umum bukan objek komersialisasi. Kerusakan ekologis akibat ulah manusia dilarang Allah sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran,
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar-Rum: 41).
Dalam pandangan Islam, negara wajib melindungi rakyat dari bahaya, termasuk bencana. Negara menetapkan strategi dan mekanisme yang tepat dalam pengelolaan kota dan desa, dan senantiasa mengutamakan kemaslahatan rakyat. Islam memiliki panduan dalam penanganan bencana yang harus dilakukan secara fundamental, yaitu dengan tindakan preventif dan kuratif.Â
Pada aspek preventif, Islam akan menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, pemanfaatan SDA untuk kemaslahatan umat manusia, serta politik ekonomi berbasis syariat Islam. Negara dalam Islam juga akan menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan dari kerusakan serta mendorong kaum muslim menghidupkan tanah mati (ihya' al-mawat) sehingga bisa menjadi penyangga lingkungan yang kukuh. Negara juga akan memberlakukan sistem sanksi yang tegas bagi siapa pun yang mencemari dan berupaya merusak lingkungan.
Pada aspek kuratif, jika terjadi bencana, negara dalam Islam akan melakukan langkah berikut: (1) melakukan evakuasi korban secepatnya; (2) membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban; (3) memblokade atau mengalihkan material bencana (seperti air banjir, lahar, dan lain-lain) ke tempat-tempat yang tidak dihuni oleh manusia atau menyalurkannya kepada saluran-saluran yang sudah dipersiapkan sebelumnya. (4) mempersiapkan lokasi-lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum dan posko kesehatan, serta pembukaan akses-akses jalan maupun komunikasi untuk memudahkan tim SAR berkomunikasi dan mengevakuasi korban yang masih terjebak oleh bencana.