Mohon tunggu...
Sigit Anugroho
Sigit Anugroho Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Sekadar buruh yg mencari pelepasan. Semoga Anda berkenan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Adakah Financial Independence?

5 Januari 2011   12:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:56 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sedikti financial planner yang mendengung-dengungkan financial independence. Saya kira, Anda pun sering mendengar istilah ini. Ya, istilah yang--entah bagaimana--diartikan sebagai keadaan hidup tanpa dipusingkan memikirkan uang. Kurang lebih, karena punya banyak uang, tak perlu lagi terkungkung masalah keuangan.

Maka para financial planner harus berbusa-busa memotivasi agar orang mau menata keuangannya. Memotivasi agar pandai-pandai berinvestasi. Tujuannya, untuk mendapat passive income. Sehingga, tak perlu lagi berjuang mati-matian dipusingkan soal keuangan.

Ini dilakukan lantaran seseorang yang memiliki aset yang bisa menghasilkan pendapatan melebihi kebutuhan layak disebut financial independence. Kasarannya, tak perlu kerja ngoyo untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Lantas, benarkah financial independence itu? Adakah jaminan pemilik aset  yang menghasilkan banyak keuntungan, tanpa hutang, bisa benar-benar terlepas dari jerat financial, tanpa harus ngoyo mencari uang? Benarkah orang yang tak memiliki aset banyak, yang harus kerja ngoyo layak dicap sebagai pesakitan financial, belum mencapai financial independence?

Belum tentu. Ya, belum tentu orang punya banyak pemasukan, tanpa hutang, merasa terbebas dari masalah keuangan. Jamak kita temui para konglomerat merasa haus akan keuntungan meski uang yang masuk ke pundi pribadinya demikian melimpah. Misalnya, punya mobil kelas atas, masih juga ingin punya uang lebih lagi agar bisa beli (nyicil) mobil impor. Sudah punya vila dengan pekarangan luas, masih juga ingin mendapat uang lebih untuk membeli ratusan hektar kebun di sekitaran vila. Dan seterusnya, dan seterusnya...

Lantas, benarkah mereka layak merasa diri sudah terbebas dari masalah keuangan?

Lalu, orang seperti saya: kelas buruh. Dengan penghasilan per bulan yang besarnya juta hanya hitungan jari satu tangan saja kurang. Apakah saya tidak layak menikmati tahta financial independence?

Ya, Anda benar. Keadaan financial independence sangat bergantung dari cara hidup kita. Barangkali, bila ukurannya hanya kebutuhan hidup (sandang, papan, pangan), financial independence sudah dapat tercapai.

Tapi, hati-hati. Seringkali kita--ah barangkali tepatnya saya--sukar membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Sepanjang tak bisa meredam keinginan, maka sampai kapan pun tak akan mencapai kondisi merdeka dari masalah keuangan. Selama keinginan menunggangi kehidupan, sebanyak apa pun uang yang dipunyai akan selalu merasa kurang.

Jadi, apakah kita layak mati-matian memburu uang untuk mengejar predikat financial independence? Masihkah kita akan terus meninggalkan keluarga (istri, suami, anak, orang tua), ibadah, melecehkan jabatan hanya untuk mencari uang? Semua hanya untuk mencapai apa yang disebut financial independence? (Maaf, saya tidak menyinggung koruptor)

Bagi saya, financial independence tak lebih adalah bagaimana kita menikmati ketercukupan kebutuhan---bukan keinginan--bersama keluarga. Tapi, Anda tak perlu (wajib) sepakat dengan pemahaman saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun