Salam hangat dari Sumba Barat Daya untuk para sahabat Kompasiana di mana pun berada. Saya berharap semoga hari ini kita semua berada dalam keadaan sehat walfiat dan selalu mendapat berkat rejeki dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Melalui beberapa artikel yang telah di-posting di Kompasiana ini, saya telah memperkenalkan tentang "Tradisi Nyale dan Pasolanya", suatu tradisi adat-istiadat dan kebudayaan yang bermakna religius di wilayah barat Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.Â
Artikel berikut ini akan menyuguhkan informasi tentang sebuah Parona yang bernama Mbukubani. Parona Mbukubani adalah pusat orbit penyelenggara tradisi nyale dan pasolanya.
Mbuke dan Kabani Â
Parona adalah istilah dalam bahasa ibu masyarakat di wilayah suku Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, yang artinya Kampung Adat. Orang luar Sumba, terutama para wisatawan menyebutnya Desa Adat atau Dusun Adat.
Mbukubani sendiri adalah sebuah kata yang hampir tidak bermakna apa-apa. Dalam bahasa Kodi, kata Mbukubani, rupa-rupanya merupakan plesetan atau gabungan tidak tersengaja namun populer dari dua suku kata, Mbuke dan Kabani.
Mbuke adalah sebuah permainan dalam masyarakat kodi, yang merentangkan sehelai rambut kuda dan melemparnya dengan sebatang lidi dalam jarak tertentu yang disepakati. Kabani adalah sapaan khas kaum laki-laki. Permainan Mbuke ini diperankan oleh kaum Kabani. Jadi, Mbuke Kabani, berarti seorang laki-laki jagoan yang saat melempar, pangkal lidi menyentuh sehelai rambut kuda tersebut.
Di Atas Bukit
Secara geografis, wilayah Kodi umumnya adalah daratan datar atau rata. Parona-parona yang ada di Kodi berada di sisi barat dan sangat dekat dengan pesisir pantai. Satu-satunya Parona di Kodi yang berada di daratan yang cukup tinggi, jika enggan disebut bukit, adalah Mbukubani. Secara administratif pemerintahan, Mbukubani ini terletak di sisi barat di Desa Ate Dalo, Kecamatan Kodi.
Bukit itu tidak terlalu besar, tapi juga tidak tergolong kecil. Sedang-sedang saja. Beraneka pohon dan tumbuhan mengitarinya. Diantaranya adalah kelapa, pandan, beringin, kadimbul, manera, nangka, jeruk, mangga, pisang, bambu, sirih, kapok, dan masih banyak lagi pepohonan lainnya.Â
Meski tanaman-tanaman tersebut tumbuh tidak cukup beraturan, namun telah membuat bukit itu tampak seperti habitat hutan yang cukup lebat dan hijau. Udara di bukit itu pun tampak segar.