Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

YZF R25 dan Ketika Selera Berbicara

3 Oktober 2014   10:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:33 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_326971" align="aligncenter" width="456" caption="Salah satu Kompasianer sedang mengetes "Baby M1" (foto: www.kompasiana.com/roelly87)"][/caption]

Pagi itu, Sabtu (20/9) matahari masih terlihat malu-malu. Suasana yang sejuk dan hanya sedikit polusi karena hari libur seolah menyemangati saya. Sambil menunggang sepeda motor matic saya pun seperti membelah kota Jakarta menuju kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Saat tiba di Bentara Budaya Jakarta (BBJ) saya melirik jam yang terdapat pada ponsel. Masih pukul 06.25 WIB.

Berarti, saya belum terlambat dari jadwal yang ditentukan pada pukul 06.30 WIB untuk berangkat ke Flavor Bliss, Alam Sutera demi mengikuti Nangkring dan Test Ride Yamaha YZF R25. Sambil menunggu antrean absen, saya pun beramah tamah sebentar dengan beberapa kawan Kompasianer yang lebih dulu tiba. Total, ada 20 Kompasianer yang turut menghadiri acara tersebut dengan berbagai profesi.

Singkatnya, saya beserta rombongan yang menumpang bus sampai di depan Rumah Makan Si Doel, Alam Sutera. Ya, tujuan kami memang untuk menjajal YZF R25 yang digembar-gemborkan sebagai "Baby M1" alias versi mini dari YZR M1 yang merupakan tunggangan pembalap MotoGP, Valentino Rossi. Saya sendiri memang merasa penasaran dengan YZF R25. Selain karena ini pengalaman kedua setelah menjajal Vixion pada Warung Yamaha 2011 lalu. Saya pun ingin merasakan langsung tunggangan yang kerap diperbincangkan beberapa kawan komunitas motor sport.

Ternyata, YZF R25 ini memang layak disebut sebagai salah satu motor sport terbaik yang pernah saya jajaki. Maklum, saya beberapa kali mendapat undangan dari kantor untuk sekadar "mencicipi" motor anyar dari pabrikan berbeda. Baik itu bergenre anak muda, khusus perempuan, hingga sport. Begitu juga dengan mesin, mulai dari kapasitas 110 cc hingga 500+ cc.

Hanya, saya kurang begitu tertarik mengulas masalah teknis seperti mesin dan sebagainya. Lantaran saya memang tidak memiliki basic di bidang otomotif. Biasanya, saya lebih condong me-review dari segi tampilan, performa, bahan bakar, dan tak lupa plus-minus dari kendaraan tersebut yang didasari pengalaman pribadi saya saat mengendarainya. Ya, harus ada dua sisi untuk dikulik jika saya mencoba untuk menjajal sebuah kendaraan agar maksud yang saya alami ditangkap dengan jelas oleh pembaca.

Salah satu yang saya kagumi dari YZF R25 ini adalah tongkrongannya yang tergolong keren. Badas! Hal itu saya utarakan terhadap rekan dari Kompas.com, Donny Apriliananda yang menjadi moderator acara Nangkring dan Test Ride YZF R25. Salah satu kesan yang saya dapat ketika menunggangi motor berkapasitas 250 cc itu sangat enteng.

Berbeda ketika belum diduduki karena mungkin ada sugesti YZF R25 merupakan varian sport. Tapi, selain tongkrongan, saya memang tidak bisa berbicara banyak karena rute yang saya lahap tergolong pendek. Hanya dua putaran lapangan. Berbeda mungkin, jika pabrikan garpu tala itu mengadakan turing atau jelajah kawasan yang rutenya bisa puluhan kilometer.

Menariknya, ketika saya share artikel pertama di facebook dan twitter, ada seorang kawan dari media online yang turut mengomentari. Menurutnya, memang secara tampilan, YZF R25 tergolong gagah. Melebihi model sejenis seperti, misalnya merek A dan B yang sudah dulu eksis di Indonesia. Hanya, kawan tersebut mewanti-wanti bahwa, Yamaha terlalu memaksakan untuk desain inovatif yang tergolong berani ketimbang kompetitornya.

"Gagah sih Rul. Tapi, tanpa swing arm banana dan no monocross," ujarnya ketika kami bertemu di sebuah pameran otomotif di Kemayoran. "Kalo kata ane sih, ini (YZF R25) kalo dipake bikers emang cocok. Nyaris segala medan. Tapi, kalo untuk pemakaian sehari-hari, waduh. Yakin lo? Harganya, 53 jeti (juta) untuk sebuah produk pengenalan. Itu kurang kompetitif ketimbang dua merek (A dan B) yang sudah melintang di jalanan kita."

Saya sendiri tidak menyangsikan penuturannya. Meski tempat bekerjanya disupport merek kompetitor dari Yamaha, toh kawan tersebut aslinya memang bikers kawakan yang tentu berbicara sesuai pengalamannya. Kebetulan, kami sempat beberapa kali bertemu saat liputan bareng. Baik itu pada Yamaha Cup Race 2013 Seri Pekalongan, Indoprix 2013 di Sentul, dan berbagai pameran otomotif. Tapi, mengenai selera, tentu kembali kepada pribadi masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun