Mohon tunggu...
Roe Ardianto
Roe Ardianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Roe Ardianto

Mempunyai satu istri yang baik, mempunyai satu anak yang baik dan ingin tetap menjadi manusia yang baik.....

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo, Debat, Jawaban, Tanggung Jawab

17 Juni 2014   22:19 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:20 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yang menjadi highlight dari debat capres putaran kedua adalah singkatan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah), pro kontra muncul dan banyak kesimpulan yang saya bisa dapat dari para pendukung Prabowo, bahwa pertanyaan tersebut tidak relevan ditanyakan, tidak pada kelasnya untuk dikemukakan, Jokowi hanya ingin menjebak Prabowo dan lain sebagainya. Intinya adalah kesalahan ada pada Jokowi karena membawa-bawa ‘mahluk' bernama "TPID" dalam forum debat capres.

Mengenai Jokowi yang mengangkat pertanyaan tentang TPID, mengenai Prabowo yang tidak mengetahui apa itu TPID, bagi saya tidak terlalu luar biasa. Artinya wajar saja jika Jokowi mempertanyakan hal tersebut, logikanya adalah jika tiap-tiap daerah di Indonesia, para kepala daerah dapat menekan laju inflasi serendah-rendahnya dibawah indikator inflasi ringan, maka dapat dikatakan tingkat pendapatan hidup masyarakat daerah tersebut meningkat.

Jika tiap daerah berhasil menekan laju inflasi, kemudian keberhasilan ini ditarik naik menuju pusat, artinya akan menjadi keberhasilan negara secara keseluruhan. Itulah mengapa Bank Indonesia, Menko Perekonomian dan Menteri Dalam Negeri concern bekerjasama dalam hal TPID ini, jika perangkat negara seperti BI, Menko/Mendagri terlibat dalam sebuah kebijakan ekonomi nasional, maka tidak mungkin jika Presiden tidak mengetahui hal tersebut dan apa capaian yang ingin diperolehnya.

Mungkin itulah dasar dari Jokowi mengangkat hal tersebut, untuk Prabowo yang tidak mengetahui apa itu TPID, bukan juga suatu hal yang menjadi dosa besar karena pada kenyataannya Prabowo memang belum pernah menjadi Walikota, menjadi Gubernur, apalagi menjadi Presiden. Kesimpulan saya pada debat capres putaran kedua adalah relatif keduanya sudah sama lebih baik dalam penampilan panggung dan pemaparan materi dalam konteks "yang sudah" dan "yang akan".

Ada beberapa catatan lain yang saya anggap menarik dalam acara debat tersebut adalah sebagai berikut;

1.
Sebelum acara debat berlangsung, para capres dan cawapres dikumpulkan dalam ruang bersama beberapa tim masing-masing. Saat itu saya melihat Jokowi, JK dan Hatta sudah berada dalam ruang tersebut, tidak berapa lama kemudian Prabowo masuk. Saat Jokowi dan Prabowo bersalaman, kemudian Jokowi terlihat berniat ingin memeluk Prabowo mengajak ‘beradu kepala' seperti yang sudah beberapa kali dilakukan oleh Prabowo kepada Jokowi, sangat terlihat jelas penolakan dari Prabowo.

Saya bersama sahabat agak terkejut Prabowo bersikap seperti itu, terlihat raut wajah Prabowo seakan tidak bersahabat. Saat ruang dikosongkan hanya ada para capres dan pendamping, saya perhatikan Prabowo juga tidak konsen dengan obrolan kecil yang dilakukan pendampingnya yaitu Suryo Pratomo. Saya dan sahabat berbincang singkat dan menyimpulkan kemungkinan Prabowo kelelahan sehingga bersikap seperti itu, tetapi menjadi kebalikan adalah saat kedua capres diundang oleh moderator untuk naik ke atas panggung.

Sangat terlihat perbedaan dari seorang Prabowo, ke-bete-annya seakan hilang bahkan seperti kebiasaannya mendahului untuk menyalami Jokowi dan tidak lupa memeluk dan ‘beradu kepala', dan hal ini dilakukan kembali saat menyatakan setuju dengan Jokowi mengenai hal ekonomi kreatif, mendatangi Jokowi, menyalami, memeluk dan ‘beradu kepala'. Ada apa dengan seorang Prabowo? Kenapa sikapnya sangat berbeda dengan Jokowi saat mereka tadi berada di ruang transit? Apa karena di atas panggung dilihat oleh audiens dan jutaan mata pemirsa TV?

2.
Mengenai ledakan jumlah penduduk negeri ini, apakah benar Prabowo dapat menerapkan kebijakan nasional untuk menahan laju pertumbuhan penduduk untuk proyeksi 2020 mendatang? Pertanyaan ini adalah bukan mengada-ada, mengapa Indonesia secara riil dikatakan bahwa jumlah penduduk miskin bertambah, karena pada kenyataannya peningkatan pendapatan hidup rakyat lambat dibanding jumlah angka kelahiran yang sangat meningkat.

Jika Prabowo berkuasa, bagaimana akan efektif menerapkan kebijakan nasional tentang keluarga berencana (KB) atau apapun bentuk kebijakan lain yang bertujuan dengan menahan laju pertumbuhan penduduk, jika pada kenyataannya saat ini ada pihak yang sangat ANTI dengan kebijakan pemerintah tentang keluarga berencana yang menganjurkan dua anak cukup, dan pihak tersebut ada dalam koalisi Prabowo.

3.
Mengenai rencana menutup kebocoran anggaran negara yang menurut tim ekonomi Prabowo sebesar 1000 trilyun setiap tahunnya, apakah hal inipun dapat dilakukan oleh Prabowo? Seperti paparan Prabowo bahwa pembangunan dan peningkatkan kesejahteraan rakyat dalam program-programnya juga berharap dari anggaran 1000 trilyun yang bocor ini, artinya jika kebocoran tersebut tidak dapat ‘ditambal', maka program yang direncanakan tidak akan mulus dapat berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun