Hiruk pikuk pemilu gubernur maupun bupati akhir-akhir ini kerap sang kandidat menyuarakan dengan berapi-api dalam adu visinya berjuang total demi masyarakat desa. Terdengar Sangat indah dan mulia mengangkat derajat dan martabat kaum terpinggirkan.. Mudah diucapkan tapi susah diimplementasikan , apabila beliau tidak konsisten dan berkomitmen berjibaku total demi masyarakat perdesaan. Untuk itu sangat perlu pemahaman mendalam dari titik mana pembenahan desa harus dimulai.
Desa adalah miniature sebuah Negara. Jika desa Berkarya maka Negara pun Berjaya tapi jika desa Sengsara maka Negara pun Merana. Kondisi desa adalah cerminan dari sebuah negara. Karena negara merupakan gabungan dari puluhan ribu desa. Ada Sekitar 70 ribu desa tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Kapan desa di Indonesia bisa berdaya dan mandiri? Tergantung kapan muncul pemimpin yang peduli terhadap wilayah perdesaan. Selama konsentrasi kue pembangunan berjibun dikota, jangan harap kemajuan dan kemandirian desa akan terwujud.
Untuk menncapai hal itu maka saatnya : Dicari seorang Pemimpin yang bisa mengubah warna desa dari komunitas masyarakat desa yang tak berdaya menjadi desa yang berdaya . Belajarlah sampai ke negeri cina…! Ternyata ungkapan ini bukanlah mengada-ada. Buktinya, di negeri tirai bambu ini ada Desa yang bernama Huaxi yang terletak di Provinsi Jiansu dinobatkan sebagai desa terkaya di Dunia. Desa tersebut memiliki penduduk 36 ribu jiwa, dimana setiap warga memiliki tingkat kesejahteraan yang luar biasa .Kenapa? Setiap warga sedikitnya memiliki satu rumah, dua mobil, dan tabungan sekitar Rp.2 miliar. Hingga sejumlah pejabat dari penjuru wilayah di Cina menyempatkan datang ke kota wisata ini untuk mengetahui bagaimana desa yang dulunya sunyi dan populasi berpenduduknya hanya 576 jiwa kini menjadi desa yang kaya raya .
Hal inilah yang dipertaruhkan seorang pemimpin, pusat maupun daerah atau siapapun yang ingin mengelola Negara bernama Indonesia. Diharapkan bermula dari pembenahan kualitas SDM masyarakat Desa . Apabila dahulu 80% penduduk Indonesia berdiam di desa. Namun , apa yang terjadi seakarang kebalikannya. Akibat derasnya arus urbanisasi maka hanya tinggal rata –rata sekitar 47% penduduk Indonesia yang tinggal di desa, dan untuk Jawa Barat sekitar 57% yang tinggal di desa.
Bayangkan, suatu saat nanti jika terjadi hanya tingga 20% penduduk Indonesia yang bermukim di desa! Maka konsentrasi masa berjubel di kota. Jika tidak terkelola dengan baik bisa jadi bencana di kota maupun di desa. Kepadatan maupun kekosongan populasi yang ekstrim akan sama-sama memunculkan bencana social, ekonomi dan politik karena ketidakseimbangan ekosistem. Contoh yang tengah terjadi akhir-akhir ini akibat jenuhnya pemukiman di Jakarta memunculkan rawan bencana banjir karena salah satunya kelangkaan ruang resapan air. Sehingga air menumpuk bukan mengalir atau meresap ke tanah. Tragedi lalu lintas dan petaka social lain bermunculan seiring meningkatnya populasi di Jakarta.
Sudahkan pemimpin mempunyai konsep strategi membendung arus urbanisasi yang kian membludag , sehingga desa tidak ditinggalkan penghuninya, meskipun ini adalah hak setiap warga untuk bertempat tinggal dimanapun di wilayah Indonesia?Langkah apa yang akan dilakukan untuk memunculkan daya tarik desa ? Mengingat yang terjadi selama ini orang –orang yang berkualitas dari desa mencari penghidupan yang lebih di kota.
Dampaknya desa hanya dihuni manusia-manusia berpendidikan rendah dengan Sumber Daya Manusia yang rendah dan dengan segala keterbatasannya. Desa tidak punya nilai tawar, sehingga selalu terpinggirkan. Ibarat perahu tanpa layar ditengah lautan , berjalan mengikuti arah angin bertiup, terombang ambing.
Kepala desa hanya menjadi simbul administrative dan bagaikan macan ompong Bagaimana tidak, meskipun diberlakukan otonomi desa namun jika variable yang membuat prestasi tak memadahi maka perubahan ke arah kemandirian desa jauh panggang dari api. Maka sungguh kita apresiasi apabila ada calon pemimpin yang mempunyai program mengalokasikan Rp 4 triliun untuk infrastruktur pedesaan. atau yang berjajnji membantu per desa 500jt/tahun.
Untuk mengurai kompleksitas permasalahan terutama kemiskinan dan- diakui atau tidak- bahwa kantong-kantong kemiskinan juga terkonsentrasi di desa dan segala dampak yang mengikutinya ,maka pintu masuk yang tepat adalah penguatan kapasitas pemerintahan dan masyarakat desa. Penguatan kapasitas tidak lain adalah dengan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan ,karakter (potensi dominan desa), dan kompetensi penghuni desa tersebut. Seberapa jauh kepedulian pemimpin memperhatikan aspek ini merupakan tantangan tersendiri yang justru bisa mengubah desa secara fundamental.
Karena hanya dengan mendidik dan melatih masyarakatlah proses perubahan itu akan terjadi. Yang menjadi pertanyan adalah sejauhmana sang pemimpin mampu membuat rakyatnya peduli denga desanya.Sehingga Pemerintahan dan masyarakat Desa memiliki kapasitas penyadaran akan potensinya dan berkomitmen serta konsisten untuk berjibaku membangun desanya. Sejauh mana masyarakat desa terkonstruksi kerangka pikir yang mumpuni dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk diimplementasikan dalam meng-“kota”-kan desanya.Orang-orang yang membuat perubahan bukanlah mereka yang berijazah, tapi mereka yang peduli ( Max Lucado)
Penyadaran akan potensi dominan yang spesifik di desa merupakn kekuatan yang jadi pembeda dengan desa lainnya. Hal ini sekaligus menjadi peluang untuk menjadikan desa tersebut terdepan dalam bidang tertentu . Dan hal ini hanya bisa tercapai manakala Pemerintahan desa mempunyai visi yang jelas , tegas, terukur dan berkelanjutan.
Selanjutmya langkah strategi atau cara kerja yang bagaimana yang akan dilakukan sang pemimpin agar visi tercapai secara gemilang? Ada berbagai cara untuk menuju desa yang mandiri. Dan paling tidak untuk meraih desa unggulan pemimpin diharapkan mempunyai konsep strategi yang matang yakni seperti bekerja tercepat, focus dan tangguh. Tiga kunci utama tersebut dapat dijabarkan seperti dibawah ini.
Bekerja tercepat menjadkan dasar dalam menghadapi persaiangan ynag begitu ketat akibat gema globalisasi yang kian tak terbendung. Penguasaan Teknologi Informasi terkini merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawra lagi di era digital ini. Kecerdasan dalam memilah dan memilih informasi akan mengefektifkan waktu tercepat dalam mencapai target sasaran.
Di zaman ini ,dengan fasilitas google kita bisa mengakses informasi apapun, dimanapun dan kapanpun. Hanya dalam hitungan detik seakan informasi dunia bisa kita genggam. Kini tidak ada alasan lagi bagi kita untuk mengelak kenihilan informasi kecuali bagi kaum gaptek- dimana golongan ini cepat atau lambat akan tersingkir dari peredaran secara alamiah.
Bekerja focus mengarah pada spesialisasi .Hal ini berkaitan dengan kompetensi SDA maupun SDM di desa tersebut. Dengan bekerja focus maka energy akan tercurah total demi impian desa tersebut. Selanjutnya energi positif dari luar juga akan mendukung dan menggumpal bersinergi mendorong terwujudnya harapan tersebut. Lingkungan alam akan menyokong sesuai dengan hukum The Law of Attraction (Alam akan merespon sesuai dengan pikiran kita, tidak peduli untuk berbuat kebaikan maupun kejahatan ).
Tantangan mendesak sang calon pemimpim adalah mengimplementasikan di lapangan yang berkaitan dengan potensi dominan desa-desa seperti contohnya di Kabupaten Tasikmalaya adalah pengembangan pemasaran produksi pertanian yang menjadi karakter bahkan unggulannya. Yaitu Desa Tanjungsari Kecamatan Salopa sebagai sentra Gula semut berkualiatas selain juga kecamatan salopa ini sudah terkenal sebagai sentra durian berkualitas. Kecamatan Pancatengah memiliki produk unggulan yakni coklat yang cukup bisa bersaing di pasaran. Kecamatan Cikalong terkenal sebagai produsen sawo yang khas rasanya. Kecamatan Sariwangi kondang sirsaknya .Puspahiang terkenal gudang manggis sedangkan Kecamatan Taraju daun teh sebagi unggulannya.
salah satu produk unggulan durian Salopa
Bekerja secara tangguh diartikan dapat bekerja secara sistimatis dengan modal social dan financial yang cukup. Kedua konsep di atas akan menjadi kenyataan manakala didukung modal social dan financial yang cukup.Sehingga ketiga variable ini akan saling mengisi menuju puncak prestasi desa madani. Nah modal financial dapat diraih dari berbagai sumber dan pemerintah pusat maupun daerah dengan fasilitasinya misalnya : Meluncurkan program Satu Desa Satu Milyar.
Apabila ketiga variable tersebut terpenuhi maka Insya Allah kemajuan desa akan melesat dan urbanisasi akan dapat tercegah.Siapa lagi yang akan membangun desa kalau bukan semangat membara kepedulian masyarakat desa tersebut dengan sistem bottom-up planning. Yakni direncanakan, dilaksanakan, diawasi dan dipelihara oleh masyarakat itu sendiri. Sedangkan peran pemerintah hanya memfasilitasi, Ayo…kembali ke desa! (Rochman Supriyono,SPt. Fasilitator PNPM-Mandiri Perdesaan Kec. Salopa Tasikmalaya, Jawa Barat)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI