Tapi, kulihat si gondrong masih terus memikat banyak perempuan. Dan di pojok-pojok kampus, dia terus menyebarkan bakteri, menanam virus pada mahasiswa-mahasiswa baru.
Sementara, aku mulai kehilangan kemanusiaanku, kehilangan empatiku terhadap yang lain. Bahkan kukira kini yang tersisa dari diriku hanyalah mesin organis di dalam tubuhku, dan aku merangkak seperti binatang.
Dan orang-orang yang kukenal diam-diam sering membicarakanku di belakang, "dia menjadi gila karena keracunan filsafat."*
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!