Mohon tunggu...
Rizwan Khan
Rizwan Khan Mohon Tunggu... Mengabdi pada negeri

Reading, writing n Journalism

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ironi Kemerdekaan Guru di Negeri Merdeka

12 Agustus 2025   19:10 Diperbarui: 12 Agustus 2025   19:05 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Ironi Kemerdekaan Guru di Negeri Merdeka
Oleh: [A Rizwan]

Bulan Agustus selalu menjadi waktu yang istimewa bagi bangsa ini. Tahun 2025, Indonesia merayakan kemerdekaan yang ke-80 dengan tema "Nusantara Baru, Indonesia Maju". Tema ini menyiratkan harapan besar: terciptanya Indonesia yang lebih sejahtera, adil, dan maju untuk semua warganya. Namun, di balik semangat itu, masih ada potret buram yang mencoreng makna kemerdekaan: nasib guru honorer yang jauh dari kata sejahtera.

Di banyak daerah, terutama pelosok dan perbatasan, gaji guru honorer masih berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp700 ribu per bulan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 mencatat rata-rata pendapatan guru honorer di Indonesia hanya sekitar Rp1,8 juta per bulan, jauh di bawah rata-rata UMP nasional yang berada di kisaran Rp3,2 juta. Ironisnya, mereka memikul tugas yang sama beratnya --- bahkan sering lebih berat --- dibandingkan guru berstatus PNS. Apakah ini yang dimaksud "Indonesia Maju"?

Guru honorer adalah wajah nyata dari pengabdian. Mereka rela datang ke sekolah dengan fasilitas seadanya, mengajar di ruang kelas yang kadang bocor atapnya, bahkan membeli kapur tulis atau spidol dari kantong sendiri. Semangat mereka tidak pernah padam, meski upah yang diterima jauh dari layak.

Beban mereka bukan hanya mengajar, tetapi juga menyusun administrasi pembelajaran, membimbing siswa di luar jam pelajaran, mengatur kegiatan sekolah, bahkan mengurus hal-hal teknis yang seharusnya tidak menjadi beban guru. Semua ini dijalani dengan satu alasan: mereka mencintai murid-muridnya dan percaya pendidikan adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Sayangnya, cinta dan pengabdian itu kerap tidak dibalas dengan penghargaan yang setimpal. Tahun ini kita bicara tentang "Nusantara Baru" yang seharusnya membawa semangat pembaruan dan keadilan, tapi bagi guru honorer, yang baru hanyalah angka di kalender --- sementara kondisi hidup mereka tetap sama seperti puluhan tahun lalu.

Banyak guru honorer harus menempuh perjalanan jauh setiap hari, melewati jalan berlumpur, menyeberang sungai, atau menunggu perahu untuk bisa sampai ke sekolah. BPS juga mencatat bahwa lebih dari 40% guru honorer bekerja di wilayah pedesaan, yang sering kali memiliki akses infrastruktur dan fasilitas pendidikan yang terbatas.

Kita tidak bisa bicara tentang "Indonesia Maju" tanpa menempatkan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Guru adalah ujung tombak peradaban bangsa. Mereka membentuk karakter, membuka wawasan, dan menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada generasi penerus.

Setiap tahun, janji demi janji perbaikan nasib guru honorer diucapkan. Namun, proses seleksi PPPK yang panjang, kuota yang terbatas, dan administrasi yang berbelit-belit membuat banyak guru honorer tetap berada di posisi yang sama, bahkan hingga puluhan tahun mengabdi. Menurut BPS, sekitar 56% guru di Indonesia masih berstatus non-PNS, dan mayoritas dari mereka adalah honorer dengan masa kerja di atas 5 tahun.

Padahal, jika kemerdekaan berarti bebas dari penindasan dan ketidakadilan, maka sudah seharusnya guru honorer dibebaskan dari belenggu kemiskinan. Upah layak bukan hadiah, melainkan hak yang harus diberikan negara sebagai bentuk penghargaan.

Dampak dari ketidakadilan ini tidak hanya dirasakan oleh guru, tetapi juga oleh murid. Guru yang terus-menerus dihimpit masalah ekonomi akan kesulitan memfokuskan energi dan pikirannya sepenuhnya untuk mengajar. Data BPS menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dengan tingkat kesejahteraan guru rendah cenderung memiliki hasil belajar siswa yang di bawah rata-rata nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun