Maraknya pemberitaan mengenai Koperasi Desa Merah Putih mencuatkan satu persoalan mendasar dalam praktik kelembagaan koperasi: apakah pendirian dan pengelolaan Koperasi Desa Merah Putih telah sesuai prinsip hukum koperasi dan asas legalitas kelembagaan sebagaimana diatur dalam sistem hukum Indonesia? Ketika lembaga yang semestinya menjadi instrumen pemberdayaan justru disinyalir digunakan sebagai kendaraan bisnis tertutup, maka perlu dipertanyakan bagaimana tata kelola pendiriannya sejak awal—termasuk peran notaris dalam proses tersebut.
Koperasi merupakan badan hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dengan penekanan kuat pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Pasal 9 UU Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah. Namun sebelum sampai ke tahap pengesahan tersebut, akta tersebut harus dibuat oleh notaris, dan berstatus akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN).
Permasalahan hukum terkait penyimpangan koperasi sering kali bermula dari aspek formilnya, yakni prosedur pendirian. Artinya, notaris membuat akta tanpa menggali lebih dalam tujuan sebenarnya dari pendirian koperasi, tanpa klarifikasi apakah struktur koperasi tersebut dibentuk berdasarkan prinsip partisipasi anggota atau hanya sebagai alat formalitas.
UUJN secara tegas menetapkan bahwa notaris bukan sekadar “juru ketik akta”. Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, notaris wajib “bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, dan penuh tanggung jawab” sesuai peraturan perundang-undangan dan kode etik. Prinsip ini mengikat secara hukum dan etis, khususnya ketika notaris mengetahui atau patut menduga bahwa akta yang dibuat akan digunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan hukum, seperti mengelabui struktur koperasi demi kepentingan sekelompok kecil orang.
Di sisi lain, notaris juga memiliki fungsi edukatif, terutama dalam konteks koperasi yang melibatkan masyarakat umum dengan pemahaman hukum yang beragam. Dalam praktiknya, notaris menjelaskan bahwa koperasi wajib menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), menggunakan prinsip satu anggota satu suara, serta melaporkan kegiatan usaha secara transparan. Ketika fungsi ini diabaikan, koperasi bisa terjebak pada pengelolaan elitis yang menyimpang dari mandat undang-undang.
Selain itu, Pasal 38 UUJN mewajibkan notaris memastikan bahwa para pihak dalam akta telah memahami isi dan akibat hukum dari perbuatan hukum yang dibuat. Dalam konteks pendirian koperasi, hal ini berarti memastikan bahwa seluruh pendiri sadar bahwa mereka akan tunduk pada prinsip-prinsip koperasi, bukan hanya menandatangani akta sebagai formalitas administratif.
Jika dalam praktiknya Koperasi Desa Merah Putih terbukti menyimpang dari asas koperasi dan menjadi instrumen bisnis kelompok tertentu, maka peran notaris yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban, setidaknya dalam konteks etik profesi. Akta pendirian koperasi bukan sekadar dokumen, tetapi pijakan hukum awal yang menentukan arah keberlanjutan lembaga tersebut. Apabila sejak awal sudah terjadi kelalaian atau ketidakjujuran dalam pembentukan akta, maka koperasi tersebut berpotensi melenceng dari fungsi sosial dan hukumnya.
Koperasi sebagai pilar ekonomi rakyat harus dijaga dari penyalahgunaan oleh kepentingan ekonomi tertutup. Notaris, sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik, memegang tanggung jawab besar dalam memastikan koperasi dibentuk secara sah, etis, dan berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi. Kasus Koperasi Merah Putih semestinya menjadi pengingat bagi seluruh notaris bahwa jabatan mereka bukan sekadar legal formalitas, tetapi bagian dari upaya menegakkan keadilan sosial dalam bentuk paling konkret: struktur hukum lembaga ekonomi rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI