Mohon tunggu...
Rizqi Putra
Rizqi Putra Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Mahasiswa Semester 6 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

ITGAP: Alat Diagnostik Tata Kelola TI yang Harus Dimiliki

16 Mei 2025   17:03 Diperbarui: 16 Mei 2025   17:03 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Metode Diagnostik Tata Kelola TI (Sumber: Freepik.com)

ITGAP: Metode Diagnostik Tata Kelola TI yang Harus Dimiliki

Dalam dunia bisnis modern yang semakin terdigitalisasi, tata kelola teknologi informasi (TI) bukan lagi sekadar elemen pendukung, tetapi telah menjadi fondasi strategis bagi keberlangsungan dan pertumbuhan organisasi. Artikel berjudul Crafting Information Technology Governance karya Ryan Peterson, mengangkat isu krusial tentang bagaimana organisasi dapat merancang arsitektur tata kelola TI yang efektif dan fleksibel. Peterson, seorang profesor manajemen sistem informasi dengan pengalaman lebih dari sepuluh tahun di bidang tata kelola korporat dan konsultansi TI multinasional, tidak hanya menawarkan kerangka teoretis, tetapi juga menyajikan studi kasus transformasi di perusahaan global seperti Johnson & Johnson.

Masalah pokok yang dikemukakan Peterson ialah bagaimana tata kelola TI seringkali terjebak dalam dikotomi sentralisasi versus desentralisasi, sementara kenyataannya organisasi membutuhkan keduanya dalam takaran yang tepat. Dalam artikel ini, Peterson menyarankan penggunaan model federal yang menggabungkan kekuatan kedua pendekatan tersebut, sembari memperkenalkan model ITGAP (IT Governance Assessment Process) sebagai alat evaluatif terhadap arsitektur tata kelola TI.

Menurut hasil studi Peterson yang melibatkan 211 eksekutif TI dan bisnis dari lebih dari 50 perusahaan multinasional, kegagalan tata kelola TI yang efektif seringkali disebabkan oleh minimnya integrasi horizontal, kurangnya kapabilitas relasional, serta dominasi struktur hierarkis tradisional yang tidak responsif terhadap dinamika bisnis. Oleh karena itu, tulisan ini tidak hanya relevan secara akademik, tetapi juga aplikatif bagi para pengambil keputusan dalam dunia usaha dan pemerintahan.

Salah satu kontribusi paling penting dari artikel ini adalah penekanan pada kebutuhan akan kapabilitas integrasi horizontal dalam tata kelola TI, yakni struktur, proses, dan hubungan kolaboratif antara pemangku kepentingan bisnis dan TI. Peterson mengklasifikasikan tiga jenis kapabilitas utama: kapabilitas struktural (seperti posisi formal dan komite), kapabilitas proses (seperti analisis SWOT, SLA, dan pengelolaan kinerja TI), serta kapabilitas relasional (seperti pelatihan lintas fungsi dan partisipasi aktif pemangku kepentingan). Ketiganya menjadi fondasi dalam membangun arsitektur tata kelola yang tidak hanya efisien, tetapi juga adaptif terhadap kompleksitas dan perubahan cepat dalam organisasi kontemporer.

Melalui studi kasus transformasi tata kelola TI di Johnson & Johnson, perusahaan global dengan lebih dari 200 unit operasi di 57 negara dan 109.000 karyawan, Peterson menunjukkan bagaimana model federal berhasil meningkatkan kinerja TI, efisiensi biaya, serta kolaborasi lintas unit. Transformasi ini berlangsung selama enam tahun dan melibatkan pengurangan duplikasi sistem, standarisasi data, dan penguatan peran CIO sebagai jembatan antara kebutuhan bisnis dan infrastruktur TI. Salah satu kutipan menarik datang dari JoAnn Heisen, CIO yang ditunjuk pada awal transformasi, yang menyatakan bahwa "tiap hari saya menghadapi 190 'ranjau darat' dari unit bisnis yang menolak perubahan."

Peterson juga menyoroti bahwa model tata kelola TI yang sukses harus mampu menyeimbangkan tiga nilai utama: infrastruktur layanan (service infrastructure), integrasi solusi (solution integration), dan inovasi strategis (strategic innovation). Dalam survei lapangan yang dilakukannya terhadap 211 eksekutif, ditemukan bahwa perusahaan yang mengejar ketiganya secara bersamaan memiliki kompleksitas tata kelola yang tinggi, namun juga potensi keunggulan kompetitif yang lebih besar. Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa peran struktur formal perlu dilengkapi dengan hubungan informal dan pembelajaran bersama (shared learning).

Lebih dari sekadar teori, Peterson mengajak para pemimpin organisasi untuk merefleksikan kesenjangan antara tata kelola yang diinginkan dan yang sebenarnya dijalankan yang dikenal sebagai "governance gap". Dengan menggunakan model ITGAP, organisasi dapat menilai apakah nilai-nilai strategis TI benar-benar terealisasi dalam praktik. Tanpa refleksi semacam ini, tata kelola TI rentan menjadi simbolik dan tidak efektif.

Artikel karya Ryan Peterson ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami dan merancang tata kelola TI yang relevan dengan tuntutan organisasi modern. Dalam dunia bisnis yang semakin dinamis, model tata kelola yang hanya menitikberatkan pada struktur formal atau hierarki vertikal tidak lagi memadai. Peterson menegaskan bahwa efektivitas tata kelola terletak pada sinergi antara struktur, proses, dan hubungan antarpemangku kepentingan atau yang ia sebut sebagai kapabilitas integrasi horizontal. Studi kasus Johnson & Johnson dan validasi empiris dari 211 eksekutif memperkuat argumen bahwa fleksibilitas strategis dan kolaborasi lintas fungsi merupakan kunci dalam menghasilkan nilai bisnis dari TI.

Sebagai penulis dan akademisi yang berpengalaman lebih dari satu dekade dalam sistem informasi dan tata kelola korporat, Peterson menyampaikan gagasan ini secara sistematis dan aplikatif. Untuk organisasi yang tengah menghadapi tantangan integrasi teknologi dalam strategi bisnis, artikel ini bisa menjadi panduan kritis untuk meninjau, mengevaluasi, dan membentuk ulang arsitektur tata kelola TI mereka dengan pendekatan yang lebih adaptif dan kolaboratif. Ke depan, penerapan model seperti ITGAP bisa menjadi standar baru dalam menutup kesenjangan antara harapan strategis dan realitas pelaksanaan tata kelola teknologi informasi.

Referensi

Peterson, R. (2004). Crafting information technology governance. Information Systems Management, 21(4), 7--22. https://doi.org/10.1201/1078/44705.21.4.20040901/84183.2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun