Bicara keunikan di Nusantara sepertinya tidak ada habisnya. Mulai dari budaya, kesenian, cerita rakyat, hingga mitos yang berkembang.Â
Kali ini saya berkesempatan mengunjungi salah satu desa yang berada di kabupaten Malang. Tepatnya di dusun Krajan, desa Jambuwer, kecamatan Kromengan.Â
Di desa Jambuwer ini kita bisa melihat bagaimana kesenian, budaya, cerita legenda bisa menjadikan satu keunikan tersendiri hingga menjadi ciri khas dari desa ini.Â
Dalam kegiatan kuliah terpadu mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kanjuruhan Malang yang digagas oleh dosen kami Bapak dr. Wadji. M.Pd. Kami melakukan observasi terhadap salah satu cerita legenda yang beredar di masyarakat. Yaitu legenda dari kesaktian Mbah Dulkarim.Â
Memiliki nama lengkap Mbah Abdul Karim. Tetapi masyarakat lebih akrab memanggil dengan nama Mbah Dulkarim atau Ki Dulkarim. Menurut informasi yang kami dapat dari narasumber. Beliau adalah pendatang dari Ponorogo yang kemudian bermukim di desa Jambuwer. Tahun kepindahannya tidak diketahui secara pasti.
Beliau dikenal dengan sosok yang mau berkorban untuk masyarakat, tegas, dan disiplin. Dipercaya memiliki kesaktian. Mbah Dulkarim diberi jabatan sebagai Joko Boyo yaitu sebagai penjaga keamanan seluruh desa. Prinsip Mbah Dulkarim yaitu tetulung yaitu menolong tanpa meminta bantuan
Kemudian Mbah Dulkarim membangun padepokan. Lalu dengan berjalannya waktu pengikut Mbah Dulkarim semakin banyak dari berbagai penjuru. Maka setiap tanggal satu syuro diadakan acara ritual, dan acara wayangan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Sejak meninggalnya Mbah Dulkarim acara wayangan ini dilakukan satu malam saja.Â
Dari banyak pengabdian Mbah Dulkarim kepada masyarakat salah satunya adalah membuat generator pembangkit listrik beserta kincir airnya untuk penerangan desa pada tahun 1960 an. Sebelum ada generator ini, Mbah Dulkarim memasang ting-ting atau lampu yang menggunakan gas bumi dengan biaya dari Mbah Dulkarim sendiri.Â
Kisah pengabdian Mbah Dulkarim yang lainnya adalah ketika beliau membangun sistem irigasi. Pada saat itu warga yang hendak mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari sangat kesulitan karena medan dan tempatnya jauh. Kemudian Mbah Dulkarim membangun jalur air dengan pipa-pipa besi. Air, pertama ditampung dahulu di Padepokan yang kemudian dialirkan ke rumah-rumah warga.Â
Mitos-mitos yang beredar di masyarakat terkait kesaktian Mbah Dulkarim.Â