Memasuki penghujung tahun 2016, pada tanggal 24 Desember 2006 kita tentunya masih mengingat kejadian besar, gempa dan tsunami, yang melanda Provinsi Aceh dan Nias. Dalam peristiwa ini sekitar 230.000 orang meninggal dunia dan hampir 1.000.000 orang mengalami kerugian besar. Peristiwa ini memunculkan simpati dari berbagai pihak, tidak hanya oleh masyarakat Indonesia tetapi juga masyarakat dunia. Untuk itu pada tanggal 27 Desember 2004 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan tsunami di Aceh sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi, pada saat itu masyarakat dunia menjanjikan bantuan kawasan tsunami sebesar 2 Miliar USD.
Belajar dari bencana yang terjadi, maka pemerintah dan peneliti di Indonesia melakukan kajian terhadap kemungkinan jika bencana ini terulang kembali. Fokus perhatian kajian tersebut ialah melakukan pembangunan infrastruktur dan pengembangan sistem peringatan sedini mungkin saat gempa terjadi. Pembangunan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia pertama kali dibangun pada tanggal 4 Maret 2005 yang bekerjasama dengan Jerman, dimana perangkat teknisnya berasal dari sumbangan Jerman kepada Indonesia senilai 40 Juta Euro. Sistem ini dikenal dengan GITEWS (German Indonesian Tsunami Early Warning System) yang pada tahun 2008 dikembangkan menjadi InaTews (Indonesia Tsunamy Early Warning System). Sejak saat inilah hasil kajian terhadap bencana tsunami mulai banyak dilakukan di Indonesia. Salah satu hasil kajian ini ialah melakukan simulasi Estimated Times of Arrival (ETA) berdasarkan model  Cornell Multi-grid COupled Tsunami (COMCOT) di daerah Aceh. COMCOT adalah suatu model numerik untuk menghasilkan ETA. ETA merupakan perhitungan waktu kedatangan gelombang tsunami pertama setelah gempa bumi. Waktu kedatangan tsunami berhubungan dengan waktu evakuasi, sehingga diharapkan dengan mengetahui perkiraan waktu kedatangan tsunami mampu menyelamatkan masyarakat yang tinggal di wilayah pinggir pantai.
Untuk melakukan simulasi ini, hal yang pertamakali dilakukan ialah memilih beberapa daerah pinggir pantai yang secara tektonik merupakan wilayah aktif yang berpotensi sering terjadi gempa. Daerah ini ialah Banda Aceh, Sabang, Lageun, Calang, Teunom, Meulaboh, Singkil, Sinabang dan Tapaktuan, Â seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah. Â Adapun metode yang dilakukan menggunakan simulasi secara numerik dan Focus Group Discussion (FGD). Simulasi secara numerik diteliti untuk mendapatkan ETA paling singkat pada daerah yang terpilih berdasarkan data tsunami. Selanjutnya ETA yang didapatkan akan di diskusikan dengan dinas penanggulangan benca setempat untuk disamakan dengan Standar Operating Procedur(SOP) evakuasi tsunami yang telah dilakukan.
Kedua, Setelah di dapatkan daerah yang akan diteliti, dilakukan pengamatan dekat daerah pinggir pantai pada kedalaman 10 m. ETA dapat ditentukan jika gelombang tsunami mencapai 0,5 m dari permukaan laut pesisir pantai. Dengan menerapkan fungsi analitik oleh Masinha dan Smylie oleh teori Okada, di dapatkan focal mechanism parameters dari data United State Geological Survey (USGS) yang berdasarkan gempa dan tsunami sebelumnya sedangkan parameter untuk memprediksi tsunami selanjutnya diperoleh dari para peneliti lain yang telah melakukan penelitian di daerah sepanjang Provinsi Aceh dan Sumatera.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa jarak dari titik observasi ke garis pinggir pantai dari kota bergantung pada kemiringan pesisir pantai. ETA dari hasil simulasi ditunjukkan pada tabel di bawah.Minimum dan Moderatemenandakan faktor kritis dari waktu yang diperlukan untuk melakukan prosedur evakuasi. Seperti contoh untuk Banda Aceh diperlukan waktu sekitar satu jam (60 menit) untuk mengevakuasi seluruh warga ke tempat yang aman. Tempat aman untuk daerah Banda Aceh sekitar 4 km dari pinggir pantai. Padahal jika tidak terjadi gempa atau dalam keadaan normal untuk mencapai wilayah yang aman diperlukan waktu kurang lebih 30 menit dengan menggunakan sepeda motor. Namun pada saat evakuasi berlangsung, banyak kendaraan yang turun ke jalan sehingga menyebabkan kemacetan dan pada akhirnya waktu tempuh ke tempat yang aman semakin lama.

Rizqa Sitorus (Mahasiswa Pengajaran Fisika ITB)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI