Mohon tunggu...
Rizma Putri N
Rizma Putri N Mohon Tunggu... Guru - Belajar

mahasiswi Tadris Matematika UIN Malang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lebaran yang Hilang

15 Juni 2018   05:29 Diperbarui: 15 Juni 2018   05:47 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku melangkah keluar dari rumah sekedar untuk menikmati keramaian malam lebaran. Biasanya malam seperti ini banyak anak kecil sedang melakukan takbir keliling untuk meramaikan malam penuh kemenangan, gumamku. Aneh sekali, kenapa sepertinya tidak ada tanda-tanda keramaian disini? tanyaku dalam hati, Hanya suara takbir dari masjid depan rumah juga dari mushollah yang letaknya tak jauh dari rumahku saja yang terdengar nyaring, itupun suara yang berasal alat pemutar suara bukan dari remaja masjid ataupun bapak-bapak yang biasanya meramaikan masjid. Kemana semua orang? pikirku. Ah, mungkin mereka sedang mempersiapkan baju baru untuk dikenakan esok, aku mencoba untuk berprasangka baik.

Aku memutuskan untuk masuk ke rumah. Malam ini agak dingin, angin malam bertiup lebih kencang dari pada biasanya. Mungkin itu salah satu penyebab warga tidak ada yang keluar rumah untuk meramaikan malam lebaran, pikirku. Setelah menyiapkan jajanan hari raya di meja aku mulai merancang kegiatan sebelum mudik ke kampung halaman. 

Ya, aku merantau jauh dari orangtua dan ikut dengan paman sejak menempuh pendidikan S1. Ini tahun pertamaku merayakan malam takbir jauh dari orangtua, tahun-tahun sebelumnya aku selalu mudik sebelum lebaran tapi tahun ini aku memutuskan untuk merasakan malam penuh kemenangan dulu barulah mudik.

Malam semakin larut, tetap saja sepi tidak ada keramaian sama sekali. Alat pemutar suara di masjid sudah tidak lagi mengeluarkan suara takbirnya. Malam itu aku kebingungan, terlintas bayangan keramaian suasana lebaran di desaku "Aku rindu" ucapku pelan, akupun terlelap dalam keheningan malam penuh kemenangan.

Esoknya, sebelum berangkat kemasjid untuk sholat idul fitri aku bertemu pamanku yang sedang menggandeng putranya berumur 5 tahun untuk ikut pergi ke masjid dengan baju barunya. Aku bermaksud menanyakan perihal malam tanpa keramaian. " paman, kenapa tadi malam sepi sekali? Biasanya kan banyak anak kecil yang melakukan takbir keliling?" tanyaku langsung tanpa basa-basi. "Oh itu, kamu kayak gak tau anak jaman sekarang aja dit" paman menjawab dengan entengnya. 

"iya kak, teman-teman ku pada males mau takbir keliling, mending dirumah aja maen Hp sama liat TV kata mereka kak" anaknya ikut menimpali. Aku seperti tusuk belati begitu mengetahui penyebabnya, jadi teknologi sangat menguasai anak-anak sekarang pikirku. "masjid juga sepi ya paman?" aku terus bertanya "Iya dit, orang tua juga sudah males kemasjid kalo nggak terawih mereka juga dirumah nonton perayaan takbiran di TV" jawabnya lagi. Aku melihat senyum tipis di wajah pamanku, mungkin dia menertawaiku yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya sangat bodoh.

Malam penuh kemenangan yang seharusnya dipenuhi keramaian dan gelak tawa anak-anak, malam yang dinanti-nantikan dengan sejuta kebahagiaan tak lagi mampu menembus teknologi dari pemikiran mereka. Entahlah, aku takut dari tahun ke tahun akan semakin sepi. Sepertinya lebaran telah hilang disini kataku dalam hati.

1 Syawal 1439 H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun