icon
# FENOMENA KABUR AJA DULU
Opini: #KaburAjaDulu sebagai Alarm Bukan Skandal
1. Ekspresi Kritis, Bukan Pelarian Egois
Tagar #KaburAjaDulu lebih dari sekadar candaan  ia adalah suara konkret generasi muda yang frustrasi dengan realitas ekonomi domestik. Meskipun data BPS menunjukkan pertumbuhan ekonomi stabil (~5% di 2024) dan penurunan TPT (~4,76% pada Feb 2025), kenyataan di lapangan  gaji Rp33,1juta/bulan, mismatch keterampilan pekerjaan  membuat banyak lulusan S1/S2 justru bekerja sebagai ojek online atau admin parttime. Ini menunjukkan adanya "ekonomi ilusi" pertumbuhan angka tapi tak terdampak ke individu.
2. "Kabur" ke Luar Negeri Bukan Melawan Tanah Air
Bukan soal cinta atau tidak nasionalis sebagaimana disampaikan oleh banyak pakar, bekerja di luar negeri adalah strategi pragmatis untuk mengamankan masa depan dan mengembangkan skill . Banyak yang lebih memilih ke Jepang, Korea, atau Australia melalui skema legal dan resmi seperti SSW atau EPS
3. Pemerintah Perlu Jawaban, Bukan Saran Ringan
Pernyataan seperti "kabur aja kalau perlu" oleh pejabat ketenagakerjaan justru membuktikan bahwa pemerintah belum punya strategi nyata untuk menahan talenta di dalam negeri. Salah satu respons haruslah berupa peningkatan kualitas pekerjaan lokal: gaji lebih layak, link-and-match pendidikan industri, dan kebijakan pro-UMKM & profesional.
Fenomena #KaburAjaDulu adalah seruan nyata agar ekosistem ketenagakerjaan Indonesia lebih mendukung bukan hanya retoris. Pemuda & profesional butuh pilihan hidup yang bermartabat,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI