Mohon tunggu...
Rizky Pahlevi
Rizky Pahlevi Mohon Tunggu... Guru

Mencari keindahan dalam kesederhanaan, tapi tak pernah ragu melangkah ke pengalaman baru

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kematian Prada Lucky: Kutukan Senioritas di TNI, Rakyat Desak Transparansi Bukan Sekedar Huku,

13 Agustus 2025   11:11 Diperbarui: 13 Agustus 2025   11:11 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fakta Kasus Kematian Prada Lucky TNI AD (Sumber: RRI)

Publik terguncang sekaligus resah. Prajurit TNI yang seharusnya melindungi, kini menjadi aktor utama dalam tragedi yang mengoyak kepercayaan terhadap institusi yang paling diandalkan. Prada Lucky bukan tewas di medan perang, tetapi ia hancur akibat tangan senior sendiri. Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), seorang prajurit TNI AD yang masih sangat muda dan baru menjalani dinas selama dua bulan, memicu gelombang kemarahan publik. Ia tewas pada 6 Agustus 2025 setelah dirawat intensif selama empat hari di RSUD Aeramo, Nagekeo, NTT, dengan luka lebam, sayatan, dan bekas sundutan rokok pada tubuhnya, yang sangat mengindikasikan penganiayaan oleh seniornya.

Kronologi Singkat:

  • 2 bulan bertugas: Prada Lucky baru saja dilantik dan ditempatkan di Batalyon Teritorial Pembangunan (TP) 834 Wakanga Mere, Nagekeo, NTT.

  • Tanda penganiayaan: Sebelum meninggal, ia mengaku kepada dokter bahwa luka-lukanya berasal dari pemukulan dan penyiksaan oleh senior.

  • Wafat setelah dirawat: Setelah menjalani perawatan selama empat hari, Lucky meninggal dunia pada 6 Agustus 2025.

  • Tersangka dan pemeriksaan: Sebanyak 20 anggota TNI kini telah diperiksa, empat di antaranya ditahan. Mereka terancam dengan berbagai pasal, antara lain Pasal 170, 351, 354 KUHP dan 131 serta 132 KUHPM (pidana militer).

Keberlanjutan kasus ini menyulut kecemasan masyarakat, bukan hanya atas kematian tragis seorang prajurit, tetapi juga atas sistem yang memungkinkan kekejaman terjadi di dalam TNI. "Kalau ini hanya dianggap oknum, maka tak ada jaminan tragedi semacam ini tidak terulang," komentar seorang netizen. "Tugas TNI adalah melindungi, bukan menyakiti. Jika di dalamnya masih ada kekerasan, bagaimana kita bisa percaya semua anggotanya aman?" ujar Anna, warga sipil di Kupang.

Kasus ini memunculkan pertanyaan serius tentang budaya senioritas dalam institusi militer. Apakah penganiayaan semacam ini merupakan insiden tunggal, atau ada pola yang selama ini tak tersentuh? Jika dipandang normal sebagai bagian dari 'pendisiplinan', maka apa beda prajurit kita dengan yang dilindungi oleh hukum? Publik menuntut bukan hanya penegakan hukum, tetapi juga moral dan keadilan. Institusi militer dipanggil untuk membuka proses investigasi secara transparan, agar kepercayaan publik pulih dan tragedi serupa tak terulang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun