Mohon tunggu...
Rizky Rapindo Nababan
Rizky Rapindo Nababan Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Seorang mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Pamulang yang suka merenung dan mengamati dinamika kehidupan. Melalui Kompasiana, saya mencoba menuangkan gagasan, kritik, dan refleksi terhadap berbagai hal, mulai dari kehidupan kampus, tren anak muda, hingga isu-isu yang sedang hangat di masyarakat. Mari berdiskusi santai namun mendalam melalui tulisan-tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Investasi Bodong: Ketika Jejak Digital Bicara

25 Juni 2025   13:00 Diperbarui: 25 Juni 2025   12:25 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus Investasi Bodong yang Kian Marak

Kita menyaksikan fenomena yang meresahkan dalam beberapa tahun terakhir: banyak kasus penipuan investasi menggunakan "robot trading" atau skema Ponzi daring. Berbagai platform digital, mulai dari Binomo hingga Quotex, telah menarik jutaan pengguna dengan janji keuntungan besar dan "pendapatan tetap". Bahkan figur publik dan influencer ikut mempromosikan rencana ini, menciptakan kesan kredibilitas dan kepercayaan.

Para korban, yang sebagian besar berasal dari masyarakat awam yang tidak memahami banyak tentang cara menggunakan uang, tergiur untuk menginvestasikan tabungan mereka bahkan meminjam uang untuk mencapai impian mereka untuk menjadi kaya segera. Tetapi pada akhirnya, mimpi itu menjadi mimpi buruk. Platform tiba-tiba "scam", dana menjadi sulit ditarik, dan promotor mulai menghilang atau meninggalkan bisnis. Kerugian moneter mencapai triliunan rupiah, menghancurkan masa depan banyak keluarga dan menyebabkan trauma yang parah.

Permasalahan Krusial: Pembuktian di Era Digital

Untuk menangani kasus penipuan investasi online seperti ini, ada banyak masalah, terutama dalam hal hukum pembuktian. Kasus ini melibatkan jejak digital yang kompleks dan tersebar di berbagai kanal, yang membedakannya dari kejahatan biasa yang bukti fisiknya lebih mudah ditemukan.

Permasalah utamanya adalah:

  • Sifat Alat Bukti Elektronik: Meskipun penting, bukti elektronik seperti riwayat transaksi digital, percakapan di grup online, video promosi, atau data log server memerlukan verifikasi forensik yang cermat untuk memastikan bahwa mereka asli dan akurat. Bukan hal yang mustahil untuk memanipulasi bukti digital.

  • Jumlah Korban dan Tersebar Lintas Yurisdiksi: Banyak korban dan seringkali tersebar di berbagai wilayah, bahkan negara, membuat koordinasi pengumpulan bukti dan kesaksian sulit.

  • Tindak Pidana Berlapis: Jenis kejahatan ini tidak hanya penipuan; mereka juga sering melibatkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang membutuhkan penelusuran aliran dana yang rumit, melacak aset-aset yang dibeli dari hasil kejahatan, yang seringkali disamarkan atau dialihkan.

  • Literasi Hukum dan Teknologi Penegak Hukum: Kemampuan penegak hukum untuk memahami substansi hukum dan teknologi terkait kejahatan siber juga sangat penting untuk keberhasilan pembuktian.

Dalam penanganan kasus penipuan investasi online, penegak hukum bersandar pada beberapa regulasi kunci:

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP): Pasal 183 dan 184 KUHAP menegaskan sistem pembuktian Negatief Wettelijk Stelsel, di mana putusan hakim harus didasarkan pada minimal dua alat bukti sah dan keyakinan hakim. Alat bukti sah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024: Pasal 5 UU ITE secara eksplisit menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah. Ini memberikan pijakan kuat bagi penggunaan bukti digital di pengadilan.

  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU): UU ini krusial untuk melacak dan menyita aset hasil kejahatan, memastikan pelaku tidak menikmati hasil kejahatannya.

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Pasal 378 tentang penipuan menjadi dasar pidana pokok bagi para pelaku.

Dengan kombinasi dasar hukum ini, aparat memiliki landasan untuk menindak pelaku kejahatan siber, meskipun tantangan pembuktian tetap tinggi.

Kesimpulan:

Kasus penipuan investasi online adalah cerminan betapa cepatnya modus kejahatan berkembang seiring teknologi. Hukum pembuktian menjadi kunci untuk memastikan keadilan bagi para korban dan memberikan efek jera bagi pelaku.

Saran:

1. Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum: Perlu terus dilakukan pelatihan dan peningkatan kemampuan bagi penyidik, jaksa, dan hakim dalam memahami forensik digital, penelusuran aset, dan seluk-beluk kejahatan siber. 

2. Kolaborasi Lintas Lembaga: Kerja sama yang lebih erat antara kepolisian, Kejaksaan, PPATK, OJK, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sangat penting untuk mempercepat proses identifikasi, pengumpulan bukti, hingga penelusuran aset. 

3. Edukasi Masyarakat: Pemerintah dan lembaga terkait harus gencar mengedukasi masyarakat tentang ciri-ciri investasi ilegal dan pentingnya melakukan verifikasi sebelum berinvestasi. Mencegah lebih baik daripada mengobati. 

4. Reformasi Hukum Acara: Mungkin perlu dipertimbangkan adaptasi lebih lanjut terhadap KUHAP agar lebih responsif terhadap karakteristik pembuktian digital, tanpa mengorbankan hak-hak tersangka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun