Mohon tunggu...
Rizky AlifzaRamadhan
Rizky AlifzaRamadhan Mohon Tunggu... Penulis - Sarjana Hukum

Mencoba memanifestasikan logika dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Zonasi, Menguntungkan atau Memaksakan?

1 Juli 2019   20:19 Diperbarui: 1 Juli 2019   20:28 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Registrasi ulang bagi para calon siswa baru tingkat sekolah menengah sudah mulai dilaksanakan dari 1 Juli - 2 Juli 2019. Setelah usainya kontroversi PPDB 2019 selama selama 2 minggu ke belakang.Dalam PERMENDIKBUD Nomor 51 Tahun 2018 menyebutkan sistem PPDB 2019 terbagi menjadi tiga jalur, zonasi, prestasi, dan perpindahan orangtua.

Dan yang paling disorot adalah zonasi, yang terbagi lagi menjadi zonasi murni, zonasi kombinasi, zonasi anak kebutuhan khusus (ABK) dan Keluarga Tidak Mampu (KETM).

Seakan tidak pernah habis habisnya dibicarakan, banyak orang yang menyesalkan dengan hadirnya sistem zonasi tersebut, khususnya zonasi murni. Diberbagai media sosial, netizen menganggap zonasi murni sangat merugikan siswa yang kadung berusaha untuk mendapatkan nilai tinggi dalam ujian nasional, pupus harapannya ketika mendaftarkan diri di sekolah impiannya.

Di sisi lain, bagi calon siswa yang rumahnya dekat dengan sekolah tersebut, mendapatkan skor jarak yang tinggi melalui jalur zonasi murni. Tanpa menilai nilai UN nya tinggi ataupun rendah.

Kementerian pendidikan dan kebudayaan telah menyediakan kuota yang berbeda-beda dalam setiap jalur, dan yang paling besar kuotanya adalah zonasi murni, sejumlah 80%. Naifnya, banyak masyarakat yang harus memutar otak apabila memaksakan anaknya untuk masuk lewat jalur zonasi murni. 

Tetapi hasilnya, sebagian dari mereka kalah saing dengan jarak rumahnya paling dekat dengan sekolah tertentu. Alhasil, orangtua atau wali murid harus mendaftarkan sekolah swasta untuk anaknya.

Sistem zonasi murni ini sebetulnya meniru sistem yang diterapkan di Jepang. Dimana siswa yang ingin masuk sekolah dibagi berdasarkan jarak terdekat. Namun perlu digaris bawahi, zonasi tersebut tentunya didukung oleh fasilitas dan kualitas pendidikan yang mendukung di setiap sekolah yang disediakan oleh pemerintah Jepang.

Lalu apakah zonasi di Indonesia dapat dikatakan "layak"?

Merujuk data statistik pendidikan tahun 2018, badan pusat statistik menyebutkan fasilitas pendidikan di Indonesia masih dibawah 50%. Dibuktikan dengan fasilitas ruang kelas yang tidak sebanding dengan jumlah siswa, jumlah guru pun tidak sebanding dengan murid dan lain sebagainya.

Padahal fasilitas dan kualitas menjadi sarana dan prasarana penting dalam mendukung kreativitas siswa di sekolah. Apalagi dengan muncul nya industri 4.0 yang selalu dicanangkan seharusnya dapat didukung dengan kebijakan dan anggaran pada pemerataan pendidikan terlebih dahulu. Sehingga kualitas Sumber Daya Manusia diharapkan dapat bersaing.

Akses terhadap sekolah pun masih kurang, terkadang dalam satu kecamatan hanya terdapat 1 Sekolah Menengah. Ditambah jarak yang harus ditempuh berkilo kilo meter apabila bertempat tinggal di daerah 3T.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun